Saat Axel menariknya, Zelyn yang memakai sepatu hak tinggi itu hampir saja jatuh saat kakinya terpeleset, sehingga refleks ia mengarahkan tangannya untuk bertumpu pada dada bidang Axel saat jatuh terhuyung karena kehilangan keseimbangannya.
Sementara itu, Axel yang langsung merengkuh Zelyn dengan kedua tangannya yang menyentuh punggung dan pinggang ramping Zelyn untuk menahannya agar tidak sampai terjatuh.
"Maaf, Zelyn," ucap Axel yang berpura-pura menyesali perbuatannya yang menyentuh wanita di depannya.
Zelyn refleks langsung melepaskan diri dari belenggu Axel dengan mundur ke belakang hingga beberapa langkah setelah ia berhasil berdiri tegak.
"Sepertinya bibir dan perbuatan Anda sama sekali tidak sinkron, Tuan Axel. Saya melihat bahwa Anda tidak pernah menyesalinya." Merapikan penampilannya yang agak berantakan karena perbuatan pria di depannya itu membuat bajunya sedikit kusut.
Axel hanya bersikap datar, tetapi mengungkapkan kalimat yang berhasil membuat Zelyn terdiam seperti patung. "Mana mungkin aku menyesal saat ada seorang wanita secantik dirimu bersandar dalam pelukanku? Ternyata kamu tidak sebodoh yang aku kira." Berjalan meninggalkan Zelyn yang ia tahu pasti sudah mengerucutkan bibirnya karena merasa kesal dengan ejekannya.
Benar saja, Zelyn saat ini merasa sangat kesal mendapatkan kalimat bernada sindiran dari pria yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. "Ini yang disebut fitnah lebih kejam daripada pembunuhan." Mendaratkan tubuhnya dengan kasar di atas sofa dengan frustasi.
Zelyn mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, meskipun suasana hening dan keadaan kamar hotel itu terlihat sangat rapi yang menunjukkan bahwa pria yang selalu dipanggilnya bocah edan itu adalah seorang pria yang sangat menyukai semua kebersihan. Karena ranjang king size yang tak jauh dari tempat ia duduk, terlihat sangat rapi.
Namun, ada sesuatu yang sangat mengganggunya saat ini karena indera penciumannya kini bisa menghirup aroma nikotin menyengat yang sangat mengganggu pernapasannya, sehingga ia berjalan ke arah balkon hotel dan berdiri di sana sambil menghirup udara segar. Ia mengamati suasana lalu lalang kendaraan yang melintas di bawah gedung yang menjulang tinggi tersebut.
"Astaga, sudah berapa batang rokok yang ia hisap hari ini, hingga baunya sangat menyengat dan mungkin sudah meracuni pernapasanku. Aku paling benci melihat pria yang merokok. Mereka sebenarnya tahu bahwa itu adalah sebuah racun, tetapi malah menyebarkannya pada orang yang berada di sekitarnya dan nasib perokok pasif malah lebih mengenaskan daripada perokok aktif. Sebuah ketidakadilan yang tidak pernah bisa dihindari di lingkungan masyarakat dan berakibat sangat fatal."
Selama beberapa menit, Zelyn merengut dan mengumpat Axel. Puas melampiaskan amarahnya, ia meraih ponsel yang ada di dalam tas selempang miliknya. "Ardhan belum menghubungiku hari ini. Sepertinya dia sangat sibuk."
Masih memegang ponsel di tangan kanan, jemari lentik Zelyn asyik menggulir layar untuk melihat galeri foto di ponselnya. Ia melihat gambar dari pria yang sangat dicintai dan beberapa hari lagi akan menjadi suaminya.
"Aku akan sangat merindukanmu, Sayang." Manik bening Zelyn berkaca-kaca saat menatap foto wajah tampan sang kekasih di ponselnya.

"Calon suamiku yang sangat tampan," ujar Zelyn dengan sebuah senyuman terbit dari wajahnya.
Saat ia asyik memuaskan hasratnya untuk memandangi wajah tampan Ardhan, suara bariton dari Axel, membuatnya menoleh ke arah belakang dan refleks ia membulatkan kedua matanya saat melihat penampilan pria yang hanya memakai handuk sebatas pinggang dengan rambut basah dan masih menetes bulir bening yang membasahi wajahnya dan tidak bisa dipungkiri ketampanannya.
"Arzelyn Selena, pesankan aku makanan untuk sarapan." Axel terlihat bersikap datar di depan Zelyn karena ia berpikir bahwa wanita yang tengah berdiri di balkon hotel itu adalah seorang wanita yang sangat tidak normal.
"Astaga, Tuan Axel. Lebih baik Anda cepat berpakaian. Ini bukan di Amerika. Jadi, jangan suka mengumbar tubuh Anda di depan seorang wanita yang sangat suci sepertiku." Zelyn yang tadi langsung memalingkan wajahnya karena tidak ingin terus menodai mata sucinya dengan kemesuman dari Axel yang menurutnya tidak mempunyai malu sama sekali.
Puas merengut, Zelyn menunggu hingga beberapa saat untuk masuk ke dalam. Tentu saja ia ingin memberikan jeda waktu, agar saat masuk, Axel sudah berpakaian lengkap karena ia harus menuruti perintah untuk memesan makanan pada staf hotel.
"Astaga, kenapa aku sekarang sudah seperti pengasuhnya. Sial ... sial, nasibku sangat buruk setelah bertemu dengan si bocah edan ini," lirih Zelyn yang merengut di dalam hati.
Merasa sudah cukup memberikan jeda waktu beberapa menit, Zelyn berjalan masuk kembali dan niatnya adalah menuju telfon yang ada di atas meja di samping tv. Namun, ia langsung berteriak dan memalingkan wajahnya ketika melihat Axel yang terlihat tengah memakai celana panjangnya setelah menanggalkan handuk berwarna putih ke lantai.
"Tuan Axel!"
Tanpa mempedulikan suara teriakan dari Zelyn, Axel masih dengan sangat santai melanjutkan kegiatannya yang memakai celana panjang berbahan katun berwarna hitam tersebut.
"Kenapa? Kamu belum pernah melihat pria bertelanjang? Dasar wanita bodoh! Seandainya kamu tahu nikmatnya bercinta, mungkin saja yang terjadi adalah ranjang itu sudah berantakan dengan keliaranmu." Axel mengamati penampilannya yang sudah terlihat sempurna di depan cermin setelah menyisir rambut basahnya.
Sementara itu, Zelyn yang merasa sangat mual dengan kata-kata Axel, sama sekali tidak berniat untuk menanggapinya karena ia tidak ingin membuat pria yang menurutnya sangat tidak tahu malu itu marah dan mengeluarkan benda kesayangannya. Kemudian ia buru-buru mengubungi pihak hotel agar mengantarkan sarapan.
"Sebentar lagi pihak hotel akan mengantarkan sarapan untuk Anda, Tuan Axel. Apa saya boleh keluar sebentar?" tanya Zelyn yang sudah menatap penampilan rapi dari pria yang mempunyai postur tubuh sangat tinggi tersebut.
Axel mengarahkan ibu jari dan telunjuknya yang sudah membentuk sebuah pistol pada Zelyn yang berdiri tak jauh dari hadapannya. "Kamu tidak boleh kemana-mana, Sayang karena sebentar lagi kita akan berangkat."
Dengan menelan kasar salivanya, Zelyn bergidik ngeri dengan tingkah Axel yang sudah mengedipkan sebelah matanya. Penampilan liar dan sangat licin seperti ular, yang mungkin selalu berhasil menerkam setiap mangsa yang diincarnya.
"Astaga, pria ini benar-benar seorang playboy yang berpikir semua wanita akan takluk di kakinya. Hingga ia selalu tersenyum menggoda padaku. Meskipun dia memang sangat tampan, aku bukanlah wanita bodoh seperti para wanita yang menghabiskan malam di ranjang bocah edan ini," lirih Zelyn.
"Bukankah tadi Anda mengatakan kita akan berangkat pukul 12?" Zelyn melirik mesin waktu yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Masih tiga jam lagi, Tuan Axel."
Axel menggelengkan kepala perlahan dan tersenyum smirk. " Aku tiba-tiba berubah pikiran. Bukankah tadi aku bilang ingin bermain-main denganmu? Ini akan menjadi permainan yang sangat menyenangkan."
Zelyn mengerutkan kening karena lagi-lagi ia harus dipaksa memutar otak untuk mencerna setiap kalimat ambigu dari Axel. " Tuan Axel, saya tidak paham dengan kata-kata Anda. Apakah ini tentang pelepasan lagi?"
"Bukan." Axel mengamati ekspresi wajah penasaran Zelyn.
"Lalu?" tanya Zelyn dengan menatap intens pada Axel.
"Aku akan menerbangkan pesawat pribadi ke Bali. Jadi, bersiaplah!"
"Apa!" Kaki jenjang Zelyn seolah lemas tidak bertenaga begitu mendengar perkataan dari pria di depannya yang terlihat sangat datar dan santai.
TBC ...