Tải xuống ứng dụng
37.5% One Click / Chapter 6: Pertahanan Dito

Chương 6: Pertahanan Dito

Ide Beni mulai dijalankan. Namun, perdebatan kembali terjadi karena Andin merasa meragu.

"Apa kamu yakin, Dit? Maksudku, kipas itu bukannya sudah lama tidak menyala? Tepatnya semenjak kita menggunakan AC?" ungkapnya dengan dahi mengernyit.

Dito terdiam, namun dengan segera ditepis oleh Jessy.

"Aku yakin masih menyala. Meskipun tidak digunakan, fasilitas yang ada akan tetap terjamin bagus selama tidak dilepas dari tempatnya."

Ucapan Jessy membuat Andin dan Dito mengangguk. Keduanya mulai memikirkan cara untuk menuju tombol pengaktif.

Waktu kian mendesak, guncangan semakin kuat dan hanya menyisikan sedikit anak. Dito yang merasa semakin terdorong pun mengambil jalan pintas. Dengan nekad ia melompat ke meja yang satu dan yang lainnya. Namun, kesialan terjadi. Dito terjatuh ke atas lantai. Saat itu tubuhnya tersungkur dengan kepala yang terantuk pada ujung kursi.

Sontak saja Andin, Jessy dan Beni menjadi sedih. Mereka takut, tubuh Dito akan hancur jika terus ditabrakan dengan meja dan kursi yang ada.

Andin nyaris menangis, ia merasa enggak sanggup melihat Dito. Namun, tidak dengan Jessy. Ia dengan lihainya meraih kayu panjang dan menjulurkan ke arah Dito. Rencananya berhasil, Dito meraih kayu dan berpegangan kuat. Berusaha keras menaikkan tubuhnya agar kembali berada di atas meja.

Meja yang terus bergoyang membuat Dito kesulitan. Namun, semangat yang ia miliki membuat ia terus bertahan meskipun beberapa bagian tubuhnya mulai kesakitan karena terhimpit juga.

Dito kini sudah berada di atas meja, ia tersenyum menatap Andin dan kemudian mengangguk penuh yakin ke arah Jessy dan Beni. Beni tidak tinggal diam, ia tahu kalau Dito sudah kesakitan dan kelelahan. Ia pun nekad melompat ke arah meja Dito. Namun, aksinya gagal dan ia nyaris terjatuh. Tapi, tangan Dito dengan segera meraihnya. Hingga akhirnya ia tertolong dan kini berada di atas meja tempat Dito berada.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Dito yang terlihat menghawatirkan Beni.

Beni mengangguk, ia melirik ke arah lantai. Lalu berkata dengan yakin kepada Dito, "Apa kau merasa lantai ini seperti mengandung magnet. Ia seakan menarik apapaun yang ada di atasnya."

Dito terdiam, ia sepertinya tersadar akan apa yang dimaksud Beni. Karena ia sendiri juga merasakan saat ia terjatuh tadi. Tubuhnya seakan ada yang menarik.

"Yah, kau benar, Ben."

"Aku rasa kita harus menghentikan medan magnet yang ada di lantai. Agar hujan aneh ini tidak terus turun. Aku yakin, hujan ini terjatuh karena tarikan magnet lantai."

Kali ini pendapat Beni lebih masuk akal. Namun, ia masih bingung harus melakukan apa untuk mengatasi masalah kali ini.

Diam-diam Jessy dan Andin sibuk berunding setelah mendengar percakapan keduanya. Mereka dengan cerdasnya memberikan inisiatip.

"Beri penghalang, maka magnet akan sulit bekerja!" teriak Jessy.

Namun sayang, Beni dan Dito masih belum paham akan apa yang mereka makud.

"Letakkan benda yang tidak bisa ditarik magnet. Jika ada benda itu ditengahnya, maka magnet tidak akan saling tarik menarik," jelas Andin.

Kali ini Dito dan Beni mengangguk. Mereka dengan segera menjatuhkan semua meja dan bangku yang terbuat dari kayu.

"Teman-teman, ayo kita jatuhkan semua meja dan bangku. Agar magnet yang ada di lantai tak lagi menarik hujan ini!" ucap Dito dengan semangat.

Awalnya tak ada yang mendengarkannya. Namun, setelah melihat Beni, Jessy, Dito dan Andin melakukan itu dan guncangan mereka. Barulah mereka mengikuti jejaknya.

Setelah semua meja, bangku dan lemari ditumbangkan. Perlahan guncangan mereda dan hujan batu itu pun berhenti. Anak-anak mulai menunjukkan wajah tenang dan senang. Namun, mereka kembali bersedih menyadari hanya tinggal dua belas murid yang tersisa. Hanya bisa terduduk dengan wajah kacau, menatapi keadaan kelas yang begitu hancur bak diserang badai topan.

Semua histeris, bertingkah seperti orang gila. Tubuhnya yang babak belur dan kekacauan cukup membuat mereka kehilangan akal sehat. Berasa hidup tak berarti lagi. Mendadak para siswa mulai nekad hendak membunuh diri. Mengambil puing kayu dan memukul-mukulkannya di kepala. Ada pula yang dengan sengaja berulang kali menghantamkan kepala ke dinding.

Hanya Dito, Jessy, Beni, Andin dan dua orang siswa yang masih menggunakan akal sehatnya. Mereka juga syok dan tertekan, namun mereka tak lantas terikut.

"Ayo kita bantu mereka. Jangan sampai mereka mati!" teriak Dito yang dengan segera meraih paksa kayu yang ada pada tangan seorang siswa.

"Hei! Apa yang kau lakukan. Hentikan!" teriak Dito sambil terus berusaha mengambil patahan kayu. Namun, siswa itu seperti kerasukan, matanya menatap polos dan tenaganya begitu kuat. Ia begitu berambisi untuk membunuh dirinya sendiri. Dengan sangat lihai siswa itu melayangkan tendangan tepat di perut Dito hingga membuatnya tersungkur.

Tapi Dito kembali bangkit dan terus berusaha mengambil potongan kayu. Masih terus berusaha, Dito berkata, "Hentikan! Sadarlah!" ucapnya berulang kali. Namun, siswa itu masih saja berjuang keras mempertahankan kayu dan kembali memukulkan ke kepalanya.

Begitu pula Jessy yang kini berusaha menahan tubuh siswi yang terus menghantukkan kepalanya ke dinding. Ia sudah mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menarik siswi itu menjauhi dinding, namun siswi itu mendadak menjadi begitu kuat. Tubuhnya terus saja bergerak kesana kemari agar bisa terlebih dari dekapan Jessy. Berulang kali Jessy terdorong dan terjatuh. Bahkan tubuhnya sempat terhempas kuat ke arah meja, namun ia kembali bangkit.

"Aku tak ingin kalian mati sia-sia!" teriak Jessy yang kini kembali meraih tubuh siswi itu.

Di sisi lain, Andin dan Beni melakukan hal yang sama. Mereka menahan anak-anak lainnya dari perbuatan nekad mereka. Sepertinya mereka terhipnotis untuk melakukan bunuh diri.

Andin yang merasa tak memiliki tenaga banyak hanya bisa mengambil kursi dan menahan tubuh siswi yang tengah meronta-ronta. Ia mengapit tubuh gadis itu tepat di tengah kursi, hingga kini ia hanya bisa bergerak di tempat. Namun, seperti yang lainnya. Tubuh gadis itu mendadak menjadi begitu kuat. Membuat Andin kewalahan untuk menahan tubuhnya.

Beni, ia kini sedang dihadapkan dengan seorang siswa bertubuh tegap dan tinggi. Awalnya Beni ragu untuk menolongnya, karena tubuhnya yang pendek dan gemuk. Namun, niat tulusnya untuk membantu membuat ia bergerak dan mengapit tubuh siswa itu dengan kedua tangannya. Menariknya kuat hingga siswa itu terjatuh dengan kepala membentur lantai. Sesaat anak itu terdiam dan ini cukup membuat Beni takut.

Ia melangkah mendekati wajah siswa itu, meletakkan ujung jari di lubang hidungnya memastikan apakah siswa itu sudah mati. Namun, syukurnya ia masih hidup.

"Hei! Mereka akan diam saat kepala mereka terhempas!" teriak Beni yang berusaha menyadarkan teman-temannya.

Dengan penuh keraguan, Dito meraih potongan kayu dan memukulkannya tepat di kepala siswa itu. Benar saja, siswa itu terjatuh dan pingsan. Jessy, Andin dan dua teman lainnya pun ikut melakukan hal yang sama.

Keadaan kelas kembali tenang. Keenam anak yang berusaha melukai diri pun sudah terkulai lemas dalam keadaan tak sadarkan diri.

Beni, Jessy, Dito dan Andin hanya bisa terduduk di atas lantai dengan cucuran keringat yang begitu deras.

"Sampai kapan semua ini berakhir?" tanya Dito dengan napas yang menyesakkan.

"Aku merasa kita tidak sedang berada di dunia nyata," sambung Jessy dengan tatapan penuh yakin.

"Bagaimana caranya kita bangun? Aku yakin, kita saat ini hanya bermimipi!" jelas Beni dengan raut wajah yang begitu serius.

Andin hanya terdiam dan melihat satu demi satu wajah temannya. Sedangkan kedua teman yang lain memilih duduk jauh dari mereka.

"Kemarilah! Mengapa kalian duduk terlalu jauh?" tanya Andin dengan ramahnya.

Wajah mereka meragu, salah satu dari mereka berkata, "Kami tidak pantas duduk bersama kalian."

"Kenapa?" tanya Andin dengan wajah polosnya.

"Jessy anak yayasan, Dito pemuda yang berani dan dikenal baik, Beni ketua kelas yang pintar, dan kau Andin. Kau gadis yang manis dan ramah. Sedangkan kami berdua tidak memiliki apa-apa untuk dibanggakan," jelasnya dengan tatapan sedih.

Andin hanya bisa terdiam. Ia menatap satu per satu wajah temannya. Ternyata mereka juga menunjukkan wajah bingung dan tidak setuju. Terutama Jessy, meskipun ia memiliki fasilitas terbaik dengan peralatan moderen, namun ia tidak pernah bermaksud menyombongkan diri. Semua yang ia miliki hanyalah pemberian orang tuanya.

"Kemarilah!" ajak Jessy.

Kini semua mata melihat ke arah Jessy, mereka sangat terkejut sekaligus tidak menyangka seorang Jessy mau berteman dengan sembarang orang. Meskipun begitu, tidak ada seorang pun yang berprasangka bahwa Jessy berbuat begini karena teman gengnya telah pada tewas.

Kedua siswa itu masih saja duduk di tempat dengan kepala merunduk. Dito dan Beni yang sedari tadi diam saja, kini mulai bangkit dan mendekati mereka. Mengajak mereka untuk duduk bergabung bersama.

Sikap tulus Beni dan Dito berhasil merayu keduanya. Kini tinggallah mereka berenam yang masih dalam keadaan sadar.

Sebuah aroma menyadarkan mereka, aroma itu begitu harum.

"Wangi apa ini? bukannya ini wangi bunga?" ungkap Andin.

"Tidak, ini wangi makanan!" jelas Beni yang terus menghirup berulang kali.

"Hei! Aku rasa ini wangi parfum luar," sambung Jessy yang juga menikmati aroma yang ada.

Sepertinya mereka menghirup aroma dengan wangi yang berbeda. Sesuai dengan apa yang mereka sukai. Namun, tidak dengan Dito. Ia memilih meraih kain dan menutup hidungnya. Ia tak ingin menghirup wewangian yang ada.

Perlahan, satu per satu dari mereka tumbang dan hanya meninggalkan Dito yang masih dalam keadaan sesak karena sulit bernapas.


Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C6
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập