Entah bagaimana Dhik harus menjabarkannya, namun ia kira hanya satu hari. Siapa yang menduga bahwa seminggu lebih meninggalkan rumah dan tak kunjung kembali juga? Ia sadar, cukup menyadarinya bahwa sejak awal masalah yang ada cukup klimaks.
Andai saja ia sadar bahwa memproduksi kemasam kopi instan tak mudah mungkin lebih baik menyerah. Gudang utama terbakar, mati-matian ia mencoba menyelesaikan namun pada akhirnya tetap menyusahkan sang papi juga. Laki-laki itu sudah berumur setengah abad, dia sudah seharusnya istirahat namun karena putranya kembali membuat masalah maka keadaannya ya seperti ini. Seharusnya … tak begini.
Hanya kata 'seharusnya' dan 'seandainya' saja lah yang bisa Dhik ucapkan. Dia duduk di hadapan papinya yang tengah beristirahat saat ini.
"Minum pi," ujarnya sembari menyodorkan segelas kopi.