Semua itu tidak masalah bagi Usman dan Farisha. Entah apa yang di pikran mereka. Setelah orang itu berjalan ke belakang, ia terus menawarkan dagangannya. Karena belum pernah naik bus, membuat Farisha tidak tahu apapun. Beda halnya dengan Usman yang bisa dikatakan hampir setiap hari berada di terminal dan kadang mangkal di pinggir jalan raya untuk menunggu bus datang. Usman sudah terbiasa berjualan seperti penjual seperti itu.
"Kamu kenapa, Sayangku? Apa yang sedang kamu pikirkan, hemm?" tanya Farisha penasaran. Ia meletakan bungkusan itu di pahanya. "Kan tadi aku yang sedih. Kenapa kamu yang murung? Ah, nggak asik kamu, Man. Seharusnya kamu yang menghiburku," keluhnya dengan nada jengkel. Walau sebenernya rasa penasaran itu lebih tinggi daripada rasa jengkel yang melanda.