Pukul sembilan malam.
Masih hampir enam jam lagi untuk mereka berdua meyelesaikan caffe tempat dimana mereka bekerja.
Caffe ramai saat jam makan siang, dimana mereka hanya akan menerima pesanan banyak, tempat dimana hanya untuk minum-minum dan berbicara beberapa hal di tempat itu.
Pukul enam pagi sampai pukul dua siang adalah puncaknya, akan ramai dipukul lima sore sampai tujuh malam, selebihnya cukup sepi karena sebagian orang mulai sibuk bekerja.
Ji Min melihat Jung Ki sedang mata sangat serius, dia bisa melihat pria itu benar-benar sibuk dengan lamunannya, memang gerakan pekerjaannya terlihat sangat cepat, namun saat selesai dengan pesanan pelanggan, pria itu akan memilih untuk diam dan tidak banyak bicara lagi.
Walaupun sejujurnya Jung Ki pria pendiam yang tidak banyak bicara, sekali Ji Min menyinggung hubungan dan kedekatan pria itu dengan pria yang memiliki aura dominan dan tegas bernama Kim Tae Woo itu Jung Ki akan selau marah atau setidaknya dia semakin menjadi pendiam.
Walaupun dampaknya tidak besar sama sekali, setidaknya Ji Min hanya ingin Jung Ki terbuka padanya, melihat seberapa buruk dan menyebalkannya Jung Ki terhadap dirinya, apa Ji Min salah?
Dia perduli, hanya saja kepeduliannya pada Jung Ki selalu terlihat menjadi masalah, dan kesalahan juga.
Ji Min mengambil satu pesanan yang sama untuk pelanggan yang datang seorang diri, Ji Min mulai menegur Jung Ki sedikit. "Kau kenapa?" tanya Ji Min, namun pria itu diam tanpa suara.
Ji Min menghela nafasnya berat, Jung Ki tetap egois dengan dirinya sendiri, dia tirak menjawab apa yang Ji Min tanyakan bahkan saat pria itu lebih tua dari Jung Ki dua tahun.
Ji Min mengalah, pria itu mengambil satu gelas cup milik pelanggannya dan memberikannya, satu pria itu memberikan uang pas dan berjalan pergi tanpa membalas sapaan Ji Min. "Terimakasih."
Setidaknya Ji Min bisa menghela nafasnya lega mengingat apa saja yang Jung Ki katakan padanya.
Tidak ada.
"Kenapa kau hari ini, Jung Ki? Apa aku salah bicara?" Jung Ki menggelengkan kepalanya pelan, pria itu menjawab dengan gerakan tubuh tanpa suara, namun Ji Min hanya bisa menatap serius pria itu tanpa suara juga walau sebentar.
"Jangan seperti itu, aku rekan kerjamu, dan kau tidak bisa terus mendiamkanku seperti ini sepanjang hari, apa aku menyakiti hatimu sedikit saja?" Jung Ki menggelengkan kepalanya pelan, bukan itu maksud Jung Ki, pria itu bahkan melepas celemek yang dia pakai untuk melayani pelayanan pekerjaan.
"Kak, aku hanya kelelahan," jawab Jung Ki membuat pria yang lebih tua darinya dua tahun itu terlihat memutar bola matanya malas.
"Aku juga lelah, Jung Ki. Tapi tidak seperti ini caranya," balas Ji Min membuat Jung Ki menghela nafasnya berat. "Lalu?"
"Aku hanya tidak dalam mood baikku, maafkan aku Kak Ji Min. Aku merepotkanmu lagi, aku membuatmu tidak nyaman yang selalu membuatmu terus-terusan kurang nyaman di dekatku. Maafkan aku," ucap Jung Ki berulang kali, Ji Min tersenyum tipis.
Tangan kecil, pendek, dan berwarna putih itu mengelus puncak kepala Jung Ki pelan. Seseorang tahu seberapa sulitnya pria pendiam itu bisa disentuh dengan baik, bahkan Ji Min harus mendapat setidaknya izin lebih dari tiga tahun dari kebersamaannya lima tahun.
Jung Ki sangat pendiam, dia bahkan tidak suka disentuh saat mereka saling tahu namanya saja. Jung Ki benar-benar pria baik, putih, polos dan egois juga sebenarnya.
Seseorang pasti akan paham apa yang sebenarnya Jung Ki lakukan sebab privasi, tapi menurut Ji Min. Ini sangat keterlaluan.
"Aku tidak masalah sama sekali dengan itu, Jung Ki. Setidaknya katakan padaku apa masalahmu, jika kau terus diam, aku akan menjadi korban setiap harinya. Aku bersamamu hampir sembilanbelas jam dalam satu hari, kau tahu maksudku kan, Jung Ki?" Pria itu mengangguk, dia tersenyum.manis sekarang.
"Maaf, Kak." Ji Min menganggukkan kepalanya pelan, tanpa gerakan juga Jung Ki mengelus bahu kanan Ji Min pelan.
Dia menepuk satu kursi kosong tempat mereka berdua duduk jika pelanggan mulai sepi.
"Kau mau makan malam apa hari ini, Kak Ji Min?" tanya Jung Ki soal menu makan apa yang dia inginkan untuk malam ini. Ji Min menggelengkan kepalanya pelan, alis Jung Ki terangjat bingung.
"Jangan diet Kak, aku tidak bisa mengimbanginya nanti," balas Jung Ki membuat Ji Min terkekeh mendengarnya.
"Bukan maksudku seperti itu, sialan. Aku hanya ingin minum saja, makan siang yang datang kau pesan itu benar-benar membuat perutku penuh. Uangmu banyak atau bagaimana? Kenapa kau selalu membeli makan siang dalam jumlah besar setiap harinya Jung Ki?" Pria itu tertawa kecil, dia menggelengkan kepalanya pelan untuk menjelaskan salah paham antara makan siang yang selalu datang setiap jam makan siang mereka berdua bukanlah darinya.
"Aku tidak membelinya," jawab Jung Ki membuat alis Ji Min menyatu sempurna.
"Maksudmu?" Jung Ki terkekeh, dia mengangkat kedua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah, lalu pria itu kembali menyentuh jari tengah dan jari telunjuknya bergantian. "Kau paham maksudku?" Ji Min memutar bola matanya malas.
"Tidak mungkin ada yang selalu mengirimi makan siang setiap hari berbeda jika itu hanya seorang penggemar rahasia, Jung Ki." Ji Min membantah apa yang sebenarnya terjadi, pria itu bahkan lebih percaya pada orang kaya yang selalu salah kirim makanan mahal ke caffe tempt mereka bekerja dsripada penggemar rahasia.
"Kau hanya tidak tahu saja, Kak." Ji Min malas mengambil serius pembicaraan, pria itu kembali mengambil sisa makan siang satu porsi untuk mereka makan malam bersama.
"Mood mu buruk, kau kenapa lagi hari ini? Apa karena Kim Tae Woo lagi?" tanya Ji Min meminta penjelasan karena Ji Min melihat seberapa keras dan berbedanya Jung Ki dan Tae Woo saling pergi atau tidak membalas tatapan mata mereka yang selalu lama.
"Kak Ji Min selalu mengatakan aku dengan pria itu hal-hal aneh, bagaimana bisa kau berpikir seperti itu saat pria itu--"
"Dia tidak pernah meninggalkan caffe ini sebelum makan siang, atau bahkan setelah kau makan siang. Tapi tadi, dia bahkan memesan pesannya dan langsung pergi. Bukankah dia di sini hanya satu setengah jam saja di sini? Dia aneh, dan kau juga aneh." Ji Min menanyakan kecurigaannya pada Jung Ki semenjak itu.
Dalam dua tahun terakhir Tae Woo memang selalu dematang ke caffe tempat dimana Jung Ki dan Ji Min bekerja, lebih menggila di satu tahun pertama saat Tae Woo benar-benar tidak datang setiap weekend dan di caffe sampai sembilan jam dalam sati hari, setelah mereka (Jung Ki dan Ji Min) makan malam.
Untuk sekarang, satu tahun terakhir setidaknya pria itu tidak segila itu. Sebab semuanya menjadi berubah, Tae Woo pulang hanya sampai dibatas jam di makan malam siangnya.
Jung Ki diam saja, pria itu memilih untuk tidak menjawab dan mengambil makanannya dan mengunyahnya.
"Kau selalu mengalihkan pertanyaanku, kenapa? Apa kau tidak nyaman dengan pembicaraan ini?" Jung Ki menganggukkan kepalanya pelan, dia menjawab dengan gerakan cepat. Ji Min yang melihat Jung Ki menjawabnya dengan cepat bahkan saar pertanyaan satu tahun terakhir mereka dekat, Jung Ki baru saja menjawab pertanyaan darinya.
"Jung Ki?"
"Maaf," sambung Ji Min merasa sangat sungkan dengan apa yang dia dapatkan dari Jung Ki. "Maaf, Kak." Jung Ki terkekeh, dia menggelengkan kepalanya pelan tanpa suara.
"Aku hanya bercanda," jawab Jung Ki membuat Ji Min juga ikut terkekh mendnegarnya. "Kau bukan simpanan orang lain kan, Jung Ki? Aku hanya takut kau mendapat masalah," ucap Ji Min sebab selama lima tahun bekerja bersama dengan Jung Ki, pria itu bahkan sama sekali tidak tahu rumah dan alamat milik Jung Ki selama lima tahun berteman baik dengan Jung Ki.
"Tidak, aku pria baik, manis, polos, dan cantik. Jadi ku pikir, bagitu banyak orang akan membelikan makan siang atau makan malam untukku juga, aku anak baik Kak Ji Min."
"Bisa saja Kak Seok Jin yang membelikannya," sambung Jung Ki kembali menyakinkan apa yang Ji Min tanyakan padanya memang bukan Tae Woo yang membelikannya padanya.
Atau bahkan orang yang mampu membelikan makanan untuk mereka terkesan orang lain atau sugarnya.
"Aku hanya curiga, apa kau dan Te Woo memiliki hubungan di belakangku yang tidak aku ketahui?" Jung Ki mengangkat kedua bahunya malas dan mengambil satu makanan terakhir karena Ji Min terlalu lama berbicara dan mengabaikannmakan malam mereka. "Kau terlalu banyak berbicara Kak, maaf menghabiskannya." Jung Ki membuat Ji Min menghela nafasnya berat, dia melirik mata Jung Ki terkejut dengan wajah termenung.
"Mulut dan perutmu itu," maki Ji Min membuat Jung Ki tertawa puas dan membuangnya bekas makanan mereka ke belakang saat ada detingan yang sama dimana seseorang datang pukul sembilan malam.
Ji Min membersihkan tangannya, dia menyingkirkan makan malamnya juga dan memilih untuk tetap menyelesaikan tugasnya untuk berbicara.
"Maaf, nyonya pesan apa?" tanya Ji Min menanyakan pesanan pada pelanggan malam-malam yang sengaja datang membuat Ji Min berusaha profesional.
"Satu--"
Beralih dari Ji Min untuk Jung Ki, pria itu benar-benar menghela nafasnya berat dan mengambil ponselnya di kamar mandi malam.
"Apa aku harus menghubunginya?"
"Apa dia marah?"
Jung Ki bimbang, dia bingung, apa yang seharusnya dia lakukan apa yang sebenarnya dia perjuangkan benar-benar bertolak belakamg sekarang.
Untuk kali ini, dia harus mengalah.
Tangannya mengambil ponsel di saku kanan celananya untuk menghubungi seseorang, setidaknya menanyakan kabar saja.
"Maaf," ucap Jung Ki mengambil langkah cepat dengan mengatakannya lebih dulu. "Maafkan aku, Kak." Tidak ada jawaban dari sana, hanya saja Jung Ki hanya bisa mengerti jika pria itu memang akan marah jika apa yang Jung Ki minta terlalu kasar mengusirnya.
"Apa aku kurang mengerti dirimu?" tanya pria dari sambungan telefon yang lain membuat Jung Ki menegang di tempat, dia mulai merinding.
"Aku hanya--"
"Hubungan ini ada hanya karena aku dan kau saling mencintai, kenapa sekarang kau harus perduli pada orang lain?" tanya balik pria itu dengan pertanyaan sarkas tidak ingin jawaban dari Jung Ki.
"Bukan maksudku seperti itu," balas Jung Ki mengoreksinya. "Tapi kau melakukannya." Tae Woo menegaskannya.
Ambil beberapa saja, jangan melakukan atau bahkan mencontohnya. Ini hanyqasisi liar, anggap kalian saat membacanya sebagai Jeon Jung Ki jika kalian wanita, anggap kalian Kim Tae Woo jika kalian pria. Santailah saat membaca novel saya.