"Raymond, apakah kamu berpikir ini adalah cara terbaik?" tanya Ravi ketika tangannya terasa pegal dengan menggenggam tangan Raymond seperti ini sudah lebih dari satu jam yang lalu. Ravi juga menggeliat tak nyaman saat bukan hanya genggaman Raymond, tetapi ketika bahu mereka saling membentur di dalam ruangan yang redup dan juga di antara barang-barang tak terpakai.
"Iya, Ravi. Adrian tidak bisa menembus dinding ini dan kita yang saling berpegangan," kata Raymond yang semakin lama suaranya mengecil. Ravi sebenarnya mengabaikan fakta bahwa mata Raymond tengah bersinar sekarang dan Ravi menekan dirinya sendiri bahwa dia seharusnya tidak lagi peduli tentang itu, juga karena mereka sama-sama seorang laki-laki.
"Apakah kamu senang?" tanya Ravi asal.
"Iya, aku bisa bersama Ravi. Aku sangat senang."
Genggaman tangan Ravi mengerat, lalu untuk kesekian kalinya sulur-sulur cahaya mulai timbul dari tangan Raymond yang tak hentinya membuat Ravi kagum. "Kamu bisa melakukannya lagi?"
"Tentu saja, ketika tangan kita saling tergenggam seperti ini, maka akan muncul, Ravi."
Ravi mengangguk dan dirinya mulai meluruskan kakinya yang terasa pegal sambil mencari posisi yang nyaman dalam duduknya. "Sampai kapan ini akan berakhir?"
Raymond menunduk kali ini memutus pandangannya dari Ravi. "Aku tidak tahu."
"Aku hanya bingung, mengapa Adrian melakukan hal itu padaku?" tanya Ravi tidak ingin membuat Raymond menjadi tidak nyaman karena pertanyaan yang tiba-tiba. Nmaun, setelah pertanyaannya keluar Raymond hanya diam saja tanpa menanggapi apapun. Ravi menghela napas berat, dia dengan perlahan melepaskan pegangan tanggannya, dia tanpa ragu menatap ke arah Raymond dan berkata, "Aku mungkin tidak peduli apa yang terjadi padaku, tetapi jika hal ini terjadi pada ayah, ibu dan Daniel. Aku tidak bisa diam saja."
Raymond mengangguk lemah di sebelahnya, tangan Raymond masih menggantung sama seperti yang Ravi tinggalkan sebelumnya. Raymond tiba-tiba berkata mengagetkan Ravi. "Ini semua kesalahanku, seharusnya aku tidak datang."
Ravi menoleh dan kembali menggengam tangan Raymond lebih erat lagi dari sebelumnya. "Jangan berpikir seperti itu. Aku tahu bahwa kedatanganmu di sini adalah takdir, pikirkan jika kamu tidak datang ke sini pastinya kamu mungkin telah tiada dan juga jika kamu tidak datang maka kamu tidak bertemu denganku."
Ravi merasakan gengaman tangan Raymond semakin mengerat. "Terima kasih, Ravi. Aku sangat senang bisa bertemu dengan Ravi."
Anggukkan kepala yang Ravi berikan membuat keheningan yang kembali tercipta di antara mereka. Ravi tentu saja tidak mengatakan bagaimana dengan perasaannya ketika kedatangan Raymond, tetapi dia merasa hanya sebuah perasaan terkejut dan cemas kalau-kalau Raymond adalah seseorang yang dapat membahayakan keluarganya kelak.
"Raymond, mungkin Adrian tidak akan melakukan apa-apa kali ini," kata Ravi pelan memikirkan kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya.
Gelengan kepala cepat datang dari Raymond, Ravi membuat ekspresi bertanya dengan bingung. "Tidak Ravi, jika dia mengatakan malam ini maka dia akan melakukannya. Aku mohon Ravi, jangan pergi dari sini dahulu."
Permintaan Raymond tidak bisa Ravi abaikan begitu saja, apalagi dengan ekspresi itu yang melontarkan permohonan besarnya pada Ravi. "Baiklah, jika kamu mengatakan itu."
"Ravi, maafkan aku. Aku hanya tidak ingin sesuatu terjadi pada Ravi." Raymond berkata dengan penuh penyesalan yang di tanggapi dengan anggukan dari Ravi.
"Mengapa kamu berbau cokelat?" Ravi tiba-tiba bertanya di antara keheningan yang sejak tadi tercipa di antara mereka berdua. Dia hanya tidak tahu lagi untuk melakukan sesuatu ketika hanya ada dirinya dan juga Raymond di sini.
Ravi menoleh pada Raymond saat pria itu tak kunjung memberikan tanggapan, Raymond tengah menatap Ravi dengan sebuah senyuman yang melengkung di bibirnya. Ravi lalu bertanya melihat keanehan yang terjadi pada Raymond itu. "Ada apa? Mengapa kamu tersenyum?"
"Pertanyaan Ravi, aku mengira bahwa Ravi tidak menciumnya sejak aku datang, tetapi ketika Ravi menanyakan itu aku senang ternyata Ravi bisa menciumnya. Aku berbau cokelat karena Ravi menyukainya."
"Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku menyukai cokelat."
Raymond justru kembali tersenyum lebih lebar lagi. "Aku tahu semua tentang Ravi bahkan sebelum aku bertemu dengan Ravi untuk pertama kalinya."
Ravi dibuat terperangah oleh pengakuan dari Raymond, itu sangat mengejutkan Ravi sendiri. "Bagaimana bisa?"
"Itu hal alami, aku sebenarnya tidak tahu, semuanya muncul tiba-tiba di dalam pikiranku," kata Raymond menunduk.
Ravi hanya mengangguk-anguk asal kemudian dia bertanya, "Ini aneh. Mengapa kita saling terhubung seperti ini sementara aku sama sekali tidak tahu menahu tentang duniamu? Kita saling berseberangan."
"Tidak, Ravi. Orangtua kita saling—"
Raymond tidak menyelesaikan kata-katanya ketika Raymond langsung meringkuk kesakitan dengan erangannya yang tertahan, pria itu menggenggam tangan Ravi semakin erat bersamaan getar pada tubuhnya yang timbul seketika.
"Ada apa, Raymond?" tanya Ravi yang ikut menjadi panik memegangi tubuh bergetar Raymond.
"Arhhh... Ravi... Tubuhku sakit... Ravi."
Ravi semakin panik apalagi saat dia tahu bahwa tidak ada orang lain di rumah ini untuk mendapatkan bantuan. "Raymond, tenang. Aku akan mengambil air segera."
Raymond menggeleng kuat, menatap Ravi dengan mata sayu itu, hingga cengkeraman tangannya semakin mengerat menarik Ravi untuk mendekat padanya. Dengan sekali sentakan dari Raymond seketika membuat tubuh Ravi menegang.
Pikiran Ravi mendadak kosong ketika kedua bibir mereka bertemu.