Tải xuống ứng dụng
94.73% TTM (Gay Story) / Chapter 18: Akhir kisah Ga-Ib

Chương 18: Akhir kisah Ga-Ib

2 tahun kemudian

Palembang

Pempek

Kemplang

Tekwan

Model

Pindang Patin

Tempoyak

Burgo

Kue 8 jam

Semua makanan khas palembang itu terhidang diatas meja yang sangat besar, di perkarangan rumah mewah bernuansa putih keemasan yang indah.

Tampaknya sang pemilik rumah sedang mengadakan pesta, karena rumah itu semakin ramai dengan para tamu yang berdatangan, hampir keseluruhan tamu yang datang memiliki ciri-ciri serupa, Mata sipit dan kulit putih menjadi ciri-ciri utamanya.

Rumah itu milik pengusaha yang cukup tersohor di kota palembang, namanya Agustinus Lauw, Pengusaha yang merajai bisnis properti.

Agustinus Lauw memang sedang mengadakan pesta pelepasan putra semata wayangnya Gabriel Florentinus Lauw.

Gabriel memperhatikan keluarga besar Lauw yang sedang menikmati hidangan dari balik jendela kamarnya, Ia mendesah, 2 tahun sudah berjalan, namun rasa cintanya terhadap Ibrahim tidak juga hilang, sekalipun semua akses yang Ia miliki di blokir oleh Papanya, namun rasa cinta didalam hatinya tak dapat di blokir oleh apapun.

Gabriel menutup tirai jendelanya, Ia berjalan ke ranjangnya dan merebahkan bokongnya di pinggir ranjang, satu yang tidak diketahui Papanya Gabriel, bahwa dibalik fotonya yang menghiasi meja kerjanya dulu, terselip Foto Ibrahim, Gabriel tersenyum, Ia merasa beruntung menutupi Foto Ibrahim dengan fotonya sendiri, Ia juga beruntung Papanya membawa semua barang-barangnya selama dijakarta, sehingga Ia masih membawa kenangan Ibrahim dengan memakai baju pembelian Ibrahim saat mereka ke bandung.

"Ibra" lirihnya memandangi foto ibra, itulah kegiatannya selama 2 tahun belakangan ini, memandangi foto Ibra, lalu menciumnya, bahkan Ia kadang bicara sendiri seolah foto Ibra mampu menjawabnya.

Tok

Tok

Tok

Pintu kamarnya diketuk, Gabriel segera menyimpan foto Ibra dan segera membuka gagang pintu kamarnya.

"Ayil udah siap sayang?" tanya seorang perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah Ibunya Gabriel yang Ia panggil mama.

Gabriel mempersilahkan ibunya masuk, mereka duduk berdampingan di sisi tempat tidur.

"Ayil yakin?" Tanya Ibunya memegang tangan Gabriel.

Gabriel menatap wajah tua Ibunya, kemudian kepalanya mengangguk, dari bibirnya yang bergetar keluar kata yang selama ini ia pendam "mah, mungkin ini udah jalannya ayil harus melupakan Ibra, lagipula--" Ia diam sejenak, "lagipula percuma ayil disini tapi seperti dipenjara, akses untuk dunia luar tidak ada, lebih baik ayil ikuti keputusan papa"

Gabriel memang sudah pasrah, 2 tahun ini, ia hanya dikurung didalam rumah, ruang geraknya paling jauh hanyalah perkarangan, Ia tidak bisa kemana-mana, Ia tidak bisa mencari Ibra, dan Ibra pun tidak pernah mencarinya, mereka benar benar sudah tak terkoneksi satu sama lain.

Agustinus Lauw memberikan penawaran pada anaknya, jika ingin dibebaskan, Gabriel harus mau dikirim ke Swiss.

Oleh sebab itu hari ini rumahnya ramai, hari ini adalah hari pelepasan Gabriel, Gabriel menyetujui penawaran Ayahnya untuk dikirim ke Swiss, Ia sudah bertekad untuk melupakan semua kenangan yang ada, walaupun sulit, lagipula selama ini Ibra tidak mencarinya, dihati Gabriel berpikir, mungkin Ibra telah melupakannya.

"Gabriel, kita berangkat sekarang!" Papa berteriak dari luar.

* * *

Jakarta

Setelah kejadian kecelakaan 2 tahun yang lalu, Ibra mengalami patah tulang yang sangat serius pada seluruh bagian kiri tangannya, menyebabkan Ia harus melakukan perawatan yang betul betul insentif untuk memulihkan diri, selama 2 tahun ini juga Ia menahan diri untuk tidak mencari Gabriel, karena bagaimanapun juga, selain tubuhnya tidak memungkinkan untuk bergerak terlalu bebas, Ibra memiliki Gadis kecil, bayi hasil hubungannya dengan Rasty.

Masalah Rasty, Rasty ditemukan meninggal gantung diri di pabrik tua persis di alamat yang Rasty berikan kepada Ibra, hingga akhirnya Ibra harus mengurus gadis kecilnya yang bernama Gabriella, sama sekali nama yang tidak kearab-araban seperti keluarga pak sholeh, tapi itulah nama yang diberikan Rasty sebelum bunuh diri.

Ibra rutin melakukan Fisioterapi guna memulihkan kekuatan tubuhnya mengingat bagian tulangnya ada yang diganti dengan komponen palsu, untuk menjaga fungsi motorik dan kualitas hidupnya, sehingga tangannya masih harus menggunakan gips, seperti biasa Ibra baru saja melakukan Fisioterapi pada pagi ini.

"Oh iya, Lu jadi berangkat hari ini im?" Tanya Dokter Ronald yang selama ini membantu Ibra, bahkan tidak ada lagi kecanggungan diantara mereka, mengingat Ronald hanya lebih tua 3 tahun dibanding Ibra, setelah selesai melakukan Fisioterapi, mereka mengobrol di ruangan Dokter Ronald.

"Jadi Dok, gua take off siangan sih" jawab Baim memperbaiki posisi duduknya mencari posisi yang nyaman.

"emang lu udah yakin im?" tanya Ronald menyodorkan minuman di meja depan Ibra.

"udah jalannya mungkin dok, lagian udah 2 tahun juga, mungkin dia udah lupa" jawab baim tersenyum getir.

Ibra sudah mengikhlaskan Gabriel, mungkin sudah jalannya, Ibra hanya bisa menyerahkan semuanya pada takdir, jika Takdir menginginkan Gabriel dan Ibra untuk bersatu, pasti akan ada jalan yang membuat mereka bersatu, yah, Takdir memang Gaib, ada tapi tidak dapat terlihat, tapi Ibra percaya kelak takdir akan membawanya kembali kepada Gabriel.

"udah move on nih ceritanya" goda Ronald terkekeh.

Ibra ikut tertawa kecil, lalu nafasnya mendesah, "boro-boro dok, gua juga gak tau nih, apa bisa gua ngelupain dia, 2 tahun ini aja bikin gua tersiksa".

Ibra memandang dinding dibelakang Ronald dengan tatapan kosong, Ia memang tidak pernah bisa melupakan Gabriel, setiap tempat di jakarta hampir pernah dikunjungi oleh Gabriel dan Ibra, Ibra selalu terkenang saat melewati ataupun saat sengaja pergi ke tempat yang sering dikunjungi mereka selama berteman dulu.

Pulang ke yogya? bukan pilihan yang tepat juga, mengingat Gabriel sudah pernah tidur dikasur kamarnya di Yogya, jadi jalan satu-satunya adalah membawa Gabriella dan Sarah ke Jerman, lagipula Sarah sudah lulus SMA, mereka berdua bisa bergantian menjaga si kecil Gabriella, Sarah juga sudah memaafkan kakaknya itu.

Sedang asyik mengobrol, mereka dikejutkan dengan seseorang yang membuka pintu ruangan Ronald.

"selamat pagi menjelang siang Dokter Ronald sayangku, mau konsultasi, titit saya kenapa suka ngaceng ya dok" Ujar seorang laki-laki yang menggendong gadis kecil dan juga Sarah yang ada disampingnya.

"Om Rando!!!!" teriak sarah, "dibilangin jangan suka ngomong jorok didepan Gebby" ujar sarah menyebut nama panggilan keponakannya.

Ibra dan Ronald tertawa.

Sejak kejadian kecelakaan itu juga, Ibra semakin dekat dengan Rando, dan tentunya itu juga yang membuat Rando si polisi bisa sedekat ini dengan Ronald.

"eh pak polisi, makasih ya udah jemput anak ama adek gua" ujar Ibra yang mengambil Gabriella dari gendongan Rando dengan satu tangannya, Ibra begitu tulus menyayangi buah hatinya itu.

"mantan polisi, lupa lu kalo gua udah dipecat" ujar rando sewot, sedangkan seisi ruangan terkekeh termasuk Gabriella yang tak mengerti sebenarnya apa yang dibicarakan orang dewasa.

"Ini bayi gak mau dicariin mama atau papa im?" tanya Rando dengan nada menggoda sambil menghampiri dan mencium bibir kekasihnya, siapa lagi kalau bukan Ronald, mereka berpagutan sebentar.

"Om Rando!!" teriak Sarah lagi menutup mata keponakannya, "jangan didepan Gebby" mata sarah melotot membuat Rando melepas pagutan bibirnya.

"ngaco lu ndo"sahut Ibra, dia memang tidak berpikir untuk menikah, hatinya sudah tertutup oleh nama Gabriel.

"Gimana? udah siap berangkat?" Tanya Rando lagi.

Ibra menatap jam dinding, jam dinding sudah menunjukkan pukul 10.30, sedangkan jadwal keberangkatan Ibra ke Jerman adalah pukul 12.00, Ibra menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Rando.

"Baik-baik disana ya im, kalo ada perlu apa-apa, jangan sungkan sungkan" Ujar ronald dari tempat duduknya, Ibra mengerlingkan mata.

"sayang jangan ngebut ngebut, tangan kamu juga belum pulih banget tuh" Ucap Ronald memandang Rando, Pria yang usianya 3 tahun lebih muda darinya, namun bisa menaklukan hati Ronald, sehingga Ia rela digagahi dan menyerahkan bokongnya kepada pria lebih muda dan mantan polisi itu.

"Iya sayang, Aku anter Baim dulu ya" jawab Rando kembali memberi pelukan.

"Gebby, say bye buat om onal" ujar Ibra yang disambut teriakan da da da dari bibir si kecil Gabriella sambil mengibas-ngibaskan tangan mungilnya yang sama sekali tak membentuk gerakan dadah.

Ibra, Sarah dan Gebby, pergi dari ruangan Ronald diantar Rando menuju Bandara.

* * *

Changi Airport, Singapore

Pesawat yang ditumpangi Ibra dari Jakarta sudah tiba di singapore untuk transit, dari balik pintu kedatangan lainnya sebenernya pesawat yang ditumpangi Gabriel dari palembang juga sudah tiba di waktu bersamaan.

Ibra dan Sarah duduk di kursi ruang tunggu.

"dek, mas mau ke toilet, jagain Gebby bentar" ujar Ibra memberikan Gebby yang ada digendongannya.

Keadaan Toilet umum sangat ramai, sehingga Ibra tidak sadar bahwa saat Ia masuk ke bilik toilet, Gabriel keluar dari bilik sebelahnya, namanya juga takdir, mungkin sudah jalannya.

Padahal ada di negara yang sama dan lokasi yang sama, namun pertemuan tak juga terjadi.

Gabriel keluar kamar mandi, Ia berjalan melewati sarah yang sedang sibuk berfoto selfie dan membuat Insta story, sehingga mereka juga tidak menyadari kehadiran masing-masing.

begitulah takdir, mungkin Gabriel dan Ibra memang harus saling melupakan.

Ibra yang sudah selesai menuntaskan hajatnya, segera kembali ke ruang tunggu, Ibra melihat Sarah yang sedang asyik berkiriman foto dengan gengnya.

"Gebby mana?" tanya Ibra yang tidak mendapati buah hatinya.

"ini disini, masa mas gak liat" ucap Sarah yang masih mengatur angle fotonya agar terlihat tirus.

"disini dimana? matiin hp kamu sekarang!!, gak fokus kamu ya, keponakan kamu ilang kemana kamu gak tau!!" Bentak Ibra yang sontak membuat Sarah kelabakan, Ia tidak menyadari keponakannya yang sedang lincah-lincahnya berjalan itu sudah tidak ada di sampingnya.

"mm--maaf mas, tadi sarah--"

"udah gak usah banyak omong, cari keponakan kamu, cepet!!" perintah Ibra memotong pembicaraan sarah.

Ibra mengitari setiap sudut, begitu juga dengan Sarah, tapi bandara sebesar ini tidak mungkin mudah untuk mencari Gabriella.

Ibra menghentikan pencariannya, Ia terpikir pusat Informasi, Ibra merasa bodoh kenapa tidak dari tadi saja ia ke sana untuk mengumumkan kehilangan buah hatinya.

"Ya Allah, semoga Gabriella tidak kenapa-kenapa " lirih Ibra

Tapi sepertinya tuhan mendengar Doa dari seorang Ibra, setelah mengatakan kalimat yang mungkin sekaligus doa dari mulutnya, Ibra mendapatkan informasi dari suara seorang wanita melalui Speaker yang menggema di bandara dalam berbahasa inggris.

Suara wanita itu menginformasikan bahwa ada seorang bayi dengan berpakaian dan ciri ciri yang sama dengan Gabriella, Ibra dan Sarah dengan cepat mendatangi bagian Informasi.

Setelah tiba disana, Ibra mendapati buah hatinya di gendongan seorang wanita yang tak lain dan tak bukan adalah wanita yang tadi berbicara di speaker, dia pekerja bandara.

"Good Evening miss, i am Ibrahim, and she is my daughter" Ucap Ibrahim tanpa basa basi langsung menunjukkan sebuah foto dimana dia sedang menggendong Gabriella.

Si wanita segera melepas Gabriella dari gendongannya, disambut oleh sarah.

"awas ya kamu kalo teledor lagi!!" ujar Ibra ke sarah.

"iya mas, maaf" ucap sarah penuh rasa menyesal.

Ibra kembali melirik si wanita yang menemukan putrinya "Miss, Thank you was found my daughter" ucap Ibra lagi.

"its not me, but the guy who sitting there, he's found your daughter" ujar si wanita menunjuk Pria yang duduk membelakangi mereka.

"ayo sarah, minta maaf dan ucapin makasih sama dia" ajak Ibra menghampiri pria yang duduk itu.

"ee--excuse me sir, I just wanna say, thank you so much for found my daughter" Ujar Ibra.

"Ibra" Pria itu menoleh, jelas dia kenal sekali suara itu, walau 2 tahun sekalipun tidak bertemu, mana mungkin Gabriel melupakan suara dari orang yang dicintainya.

"Oppp----Oppaa" Sarah langsung menghamburkan tubuhnya beserta Gabriella kedalam pelukan Gabriel, Sarah menangis terisak, begitu pula Gabriel, Ia sangat merindukan gadis kecil yang sudah beranjak dewasa dan baru lulus SMA itu.

"Oppa, Sarah kangen" tangis sarah semakin pilu, sarah begitu menyayangi pria yang ada didepannya, bahkan Ia rela sempat membenci kakak kandungnya sendiri karena melukai perasaan Pria didepannya.

"Oppa juga kangen sama sarah, maafin oppa ya" ucap Gabriel melepas pelukan karena si kecil Gabriella merasa terhimpit tubuh Gabriel dan Sarah.

"Oppa mau kemana?" Tanya sarah yang tak menyangka bisa bertemu Gabriel di negara lain.

"Oppa mau pindah ke swiss, kalo kamu?" Gabriel balik bertanya.

"Sarah sama mas baim mau netap di Jerman" jawab sarah masih menangis.

"tetanggaan dong" ujar Gabriel yang mengetahui jika negara yang mereka tuju berbatasan.

Gabriel menghapus air mata sarah, matanya tertuju pada Ibra yang ada dibelakang sarah, Gabriel melihat tangan Ibra terpasang Gips yang keluar dari pergelangan tangan Ibra, hati Gabriel begitu bahagia, Ia bisa melihat wajah kekasihnya lagi, begitu juga Ibra, sepasang saling cinta itu tak sanggup mengungkapkan kebahagiaan, hanya air mata yang berbicara.

"jadi anak lucu yang ngikutin aku itu anak kamu?" Tanya Gabriel mendekat, Ia berusaha menyudahi Air matanya, Gabriel juga menahan perasaannya untuk memeluk dan mencium Ibra, begitu juga sebaliknya, Ibra merasakan hal yang sama, Ia merindukan sentuhan bibir Gabriel.

Ibra bingung, bagaimana ceritanya Gabriella berjalan mengikuti Gabriel, tapi sudah semestinya Ibra berterima kasih kepada putrinya "Iya, dia anakku dan almarhumah Rasty" Ujar Ibra ikut berjalan mendekat.

Tatapan mata keduanya bertemu, sudah tak berjarak, tak mampu lagi menahan rindu yang bergejolak, tak perduli berapa pasang mata yang memperhatikan mereka, mereka melepas rindu dengan saling berpagutan, Ya mereka berbagi ciuman, hal yang selama ini Gabriel dan Ibra rindukan, mereka tidak perduli, mereka ingin melepas semua yang terpendam selama ini.

Disaksikan puluhan bahkan ratusan pasang mata yang berlalu lalang, bibir mereka tetap berpagutan, Gabriel merengkuh wajah Ibra, begitu juga sebaliknya Ibra, walau hanya menggunakan satu tangannya.

Ciuman yang semakin memanas, membuat Sarah menutup mata keponakannya, "Gebby belum cukup umur, gak boleh liat ya"

"Aku--Aku merindukanmu Riel, maafkan Aku" ucap Ibra lirih setelah mereka melepas pagutan bibirnya.

"sstttt, jangan berisik, aku nggak mau dengar alasan apapun, karena cintaku padamu tidak butuh alasan" jawab Gabriel tersenyum.

"Riel, kumohon kembalilah padaku ?" Pinta Ibra mengiba.

Gabriel mundur selangkah "untuk saat ini aku tidak bisa, mungkin kamu bisa menanyakan hal ini lagi di alamat baruku" ucap Gabriel mengeluarkan kartu nama dari dompetnya dan memasukkan ke saku baju Ibra.

"ada papa disini, Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, temui Aku dialamat itu" bisik Gabriel kembali mencium pipi Ibra.

"sarah, see you when I see you" ujar Gabriel lagi memeluk dan mencium sarah beserta Gabriella.

"namanya siapa?" Tanyanya lagi.

"Nama Aku Gabriella Oppa" jawab sarah mewakili.

Gabriel tersenyum, Ia melangkah meninggalkan ketiga orang yang dicintainya, ya baginya anak Rasty tidak mempunyai salah, Ia tetap menyukai si kecil yang memiliki nama yang sama dengannya.

Ibra memandangi Gabriel yang semakin jauh meninggalkan mereka bertiga, Ibra mengambil kartu nama yang diserahkan Gabriel di saku bajunya, matanya langsung tertuju ke alamat Gabriel, Takdir mempertemukan mereka kembali, walau sejauh apapun mereka pergi.

"Dek, sampai di jerman, kita langsung ke Zurich ya" Ucap Ibra tersenyum bahagia.

"Zurich Swiss mas? ngapain?" Tanya Sarah bingung.

"Ngejar mantan TTM nya mas"

Jawab Baim tersenyum memberikan kartu nama Gabriel ke sarah, yang bertuliskan sebuah alamat yang akan mereka kunjungi.

Le Bijou Lintheschergasse / Zurich.

THE END


Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C18
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập