Ibrahim POV
_________________________________________
Aku tiba di Rumah Sakit dengan cepat, beruntung jakarta tidak macet dikarenakan jam keberangkatan para pekerja sudah lewat, Aku menanyakan Pasien dengan Nama Lengkap Gabriel Florentinus Lauw, menjelaskan kasus kecelakaan yang terjadi, sehingga seorang suster mengantarku menuju ke ruangan IGD yang merawat Gabriel.
Didepan ruang IGD ada 2 polisi yang berjaga, Aku segera menghampiri, kulirik name tag kedua polisi tersebut bertuliskan nama Prapto dan Rando.
"selamat siang pak" Ujarku menyapa kedua polisi tersebut, dan menyalami bergantian.
"selamat siang, apa anda keluarga dari korban kecelakaan yang ada didalam?" tanya Polisi yang bernama Prapto.
"ah--iya, saya-- saya Ibrahim sepupu dari korban" ujarku memperkenalkan diri.
Polisi bernama Prapto tersenyum, Ia meniup nafas sebelum akhirnya berkata "kebetulan sekali kami bertemu dengan keluarga Korban, Jadi begini pak Ibrahim, maksud dari kedatangan kami kesini untuk menyelidiki kasus kecelakaan yang janggal, setelah dilakukan pengecekkan pada mobil yang dikendarai Korban--"
"Namanya Gabriel pak" Ujarku memotong pembicaraan karena cukup risih mendengarnya.
Prapto mengangguk "kami menemukan bahwa tali rem mobil yang di kendarai Pak Gabriel terpotong, karena penyidik dan saksi menjelaskan, bahwa kecepatan mobil yang dikendarai Pak Gabriel masih dalam batas wajar, dengan kecepatan seperti itu, Pak Gabriel seharusnya masih bisa mengerem, hal paling buruk yang bisa terjadi adalah Pak Gabriel seharusnya hanya menabrak pembatas jalan, tapi saksi mengatakan mobil Pak Gabriel terlempar jauh dan tergelincir ke dasar danau, kemungkinan ada yang melakukan sabotase terhadap mobil pak Gabriel" Ujar Prapto menjelaskan.
"ss--sabotase" Mataku terbelalak.
Jelas, bagaimana bisa ada yang mensabotase mobil milik Gabriel, Gabrielku tidak pernah mempunyai musuh, Gabrielku tidak pernah mencari masalah dengan orang lain, Gabrielku itu orang yang tidak menyukai pertikaian, Gabrielku itu orang yang mengalah, kenapa bisa Gabrielku yang baik sengaja dicelakai dengan tega.
"Kasus ini sudah diusut oleh tim penyidik, kemungkinan kami membutuhkan informasi dari Pak Ibrahim, agar memudahkan kami untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut" Polisi yang bernama Rando menimpali.
"bb--bagaimana mungkin pak?" Tanyaku masih tidak mempercayai ada yang berniat mencelakai Gabrielku.
"segala sesuatu bisa terjadi pak, oleh karena itu pihak kepolisian akan terus melakukan penyelidikan, agar bisa mengetahui motif dari perencanaan pembunuhan terhadap Pak Gabriel" Jawab Rando lagi.
Apa yang dikatakan Rando benar, segala sesuatu memang bisa terjadi, lalu siapa? siapa yang dendam kepada Gabriel? apakah Rasty? karena hanya Rasty yang membenci Gabriel saat Aku menjelaskan di Apartement bahwa Aku sudah melamar Gabriel, tapi bukankah Rasty dan Aku sudah tiba lebih dulu di Apartementku, bahkan Kami tidak tahu jika Gabriel datang memergoki, atau mungkin orang suruhan Rasty? sepertinya bisa jadi, tapi bagaimana cara Rasty memberitahu orang suruhannya untuk mensabotase mobil Gabriel, masih kuingat jelas saat Rasty mengamuk, Ia melempar Handphonenya kearahku hingga hancur berantakan, tapi seperti yang Rando katakan, segala sesuatu bisa saja terjadi.
Aku bingung, belum selesai permasalahan cinta dengan Gabrielku, masalah baru sudah muncul lagi, kenapa begitu bertubi tubi, Gabrielku yang malang, tidak akan kumaafkan seorangpun menyakiti Gabrielku, walaupun aku sendiri telah melukai hatinya, Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri, jika terjadi hal buruk padanya, Akulah yang harus disalahkan, Akulah yang harus menerima derita yang Ia alami, tidak seharusnya kemalangan itu menghampiri Gabrielku.
Rasty, Aku harus menemui wanita itu, pasti Ia memiliki andil dalam kasus ini.
"Pak Ibrahim" Prapto memanggilku membuat buyar lamunanku, "mohon kerjasamanya untuk ikut ke kantor polisi, kami butuh informasi dari pak Ibrahim sebagai keluarga dari pak Gabriel" Ujar Prapto dengan kesigapannya.
Belum sempat menjawab, seorang Dokter berjenis kelamin laki-laki yang menggunakan pakaian serba hijau, masker, wearing dan juga sarung tangan lengkap keluar dari IGD, Aku bergegas menghampiri.
"selamat siang Dokter, bagaimana keadaan Gabriel dok?" tanyaku tak bisa menyembunyikan kekhawatiran.
"apa anda keluarga dari pasien yang sedang kami tangani?" Dokter itu balik bertanya.
"iya dok, saya Ibrahim keluarganya" jawabku tanpa ragu.
Dokter itu membuka masker dan wearingnya, tak lupa Ia juga melepas sarung tangan berbahan karet di kedua tangannya.
"untuk saat ini, pak Gabriel masih dalam keadaan kritis, syukurlah tidak ada luka benturan yang serius, namun dikarenakan air danau masuk cukup banyak melalui saluran pernafasan Pak Gabriel, paru paru Pak Gabriel mengalami pembengkakan dikarenakan tidak sanggup menampung air yang masuk" Ujar Dokter menjelaskan.
Tubuhku mematung, rasanya aku tidak dapat bergerak lagi, Gabrielku kritis, kenapa harus Gabrielku yang merasakan ini, kenapa hal buruk ini menimpa Gabrielku, ini semua salahku.
"apa sudah dilakukan penanganan Dok?" Tanyaku lirih, berusaha tegar.
"kami sudah melakukan penanganan pertama, kami harus melakukan tindakan operasi lebih lanjut untuk mengeluarkan air yang memenuhi Paru-paru Pak Gabriel, Kami harus segera melakukan operasi ini, mengingat air yang masuk ke tubuh Pak Gabriel adalah air kotor, Kami khawatir bakteri yang ada didalam air kotor semakin memperparah keadaan, beruntung Pak Ibrahim ada disini, jadi bapak bisa mengurus persetujuan untuk operasi" Dokter itu menjelaskan secara terperinci, Aku semakin kalut dibuatnya.
"lakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa Gabriel dok" ujarku memohon, bahkan jika harus ditukar nyawaku sekalipun, Aku akan melakukannya.
"Baik pak, bapak bisa ikut saya sebentar" Pinta Dokter itu padaku.
Aku memandangi kedua polisi yang masih berdiri tidak jauh dariku, mereka sudah mendengar semuanya, lalu mereka berdua mengangguk pertanda setuju.
Aku mengikuti langkah dokter yang lebih dulu meninggalkan ruangan IGD, Ia menitipkan alat yang ia pakai termasuk baju berwarna hijau yang menyelubungi tubuhnya ke seorang perawat yang melewati koridor, Ia meminta untuk memberikan dan mengantar alat yang baru ke ruang IGD.
"tidak perlu khawatir Pak Ibrahim, Pak Gabriel orang yang kuat, bahkan dalam keadaan tenggelam cukup dalam, ia masih sempet berusaha melepaskan diri, sepertinya Pak Gabriel memang seorang yang memiliki keahlian menyelam, karena jika itu terjadi pada orang yang tak mengerti bagaimana cara bertahan didalam air, sudah pasti seseorang itu akan meninggal langsung didalam air" Dokter kembali mengajakku berbicara disela kami berjalan menyusuri koridor.
Aku terkenang celoteh Gabriel saat pertama kali mengenalnya, Gabriel memang sangat menyukai pantai dan sungai, karena Ia lahir di Kota Palembang dengan banyaknya sungai, Ia dengan bangga mengatakan jika Ia pandai berenang, Ia juga pernah menjuarai lomba menyelam antar teman temannya di kota kelahirannya itu, Ia membanggakan diri bahwa Ia mampu menyelam selama 15 menit tanpa alat saat pertandingan ecek ecek yang tidak ada pialanya itu.
Ah Gabrielku, Aku merindukan celotehannya, Aku merindukan cerita ceritanya, Aku rindu pelukannya, belaiannya, panggilan Ibranya yang manja, Aku merindukan semuanya, Aku merindukan Gabrielku.
"apa dokter mengetahui kronologisnya?" Tanyaku penasaran.
"tidak begitu jelas mengetahui, namun yang saya dengar dari penjelasan kepolisian, mobil yang dikendarai Pak Gabriel terpental ke danau yang ada dipinggir jalan, untungnya kejadian disaksikan oleh warga sekitar yang sedang memancing ikan, mereka berusaha menyelam untuk menyelamatkan Pak Gabriel, namun karena kedalaman danau tidak bisa diselami dengan mudah, warga menyerah selagi menunggu kedatangan tim penyelamat, tapi tim penyelamat belum sampai, Pak Gabriel muncul dari dasar Danau, menyembul keatas, sepertinya Pak Gabriel kehabisan nafas, oleh sebab itu Pak Gabriel Pingsan seketika menyentuh permukaan, itulah kenapa saya mengatakan bahwa Pak Gabriel orang yang kuat dan memiliki keahlian menyelam dengan baik untuk bertahan didalam gelapnya dasar danau" jelas Dokter lagi yang kuketahui bernama Ronald saat Ia disapa oleh perawat yang lewat.
"Dokter Ronald, Saya mohon, selamatkan Gabriel, bagaimanapun caranya, saya-- saya tidak akan tahu bagaimana hidup saya tanpa Gabriel" secara tak sengaja Aku malah mengatakan hal yang seharusnya tidak perlu kukatakan, tapi hal itu keluar dari mulutku tanpa terpikir, karena itulah perasaan hatiku saat ini.
"baik Pak Ibrahim" ujar Dokter Ronald tersenyum, " jadi-- Pak Gabriel bukan keluarga, melainkan Kekasih?" Tanya Dokter Ronald menelisik lebih dalam, Ia tersenyum hangat kepadaku.
Tanpa ragu dan menutupi lagi, Aku mengangguk, "Gabriel tunangan saya Dok".
* * *
Setelah selesai mengurus persetujuan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan Operasi yang akan dilakukan terhadap Gabriel, Aku ikut pergi kekantor Polisi, namun Aku meminta untuk salah satu Polisi berjaga didepan IGD, karena mengingat ada bahaya yang mengancam nyawa Gabriel, bisa saja bahaya itu menghampirinya lagi, Mereka menyetujui permintaanku, akhirnya Aku menuju ke kantor polisi bersama Polisi yang bernama Rando untuk dimintai keterangan.
Aku duduk di ruangan tertutup, seperti di interogasi, sikapku santai, tak sedikitpun ada rasa takut, Aku jujur dan menjelaskan semua kejadiannya, bahkan Aku secara gamblang mengakui bahwa Gabriel dan Aku sepasang kekasih, Petugas yang mengintrogasiku sempat terkejut dengan pengakuanku, termasuk Rando yang berdiri dibelakangnya, namun Aku dengan lantang mengulang jika Aku memang tunangan Gabriel, Aku sudah melamarnya dan merencanakan pernikahan, bahkan kejadian di Apartement Aku ceritakan.
"baiklah pak Ibrahim, informasi dari bapak sudah cukup membantu kami, kami akan menyesuaikan data yang ada di lapangan, tim penyidik akan melakukan penyelidikan di apartement bapak, mungkin bisa diketahui dari cctv ataupun yang lainnya, untuk itu mohon kerjasamanya pak untuk mengizinkan kami memeriksa Apartement bapak" Ucap Petugas yang mengintrogasiku mengakhiri pertanyaannya.
Aku mengangguk dan memberikan kunci apartementku.
* * *
Aku dalam perjalanan kembali ke Rumah Sakit, diantar oleh Rando yang akan menjemput Prapto.
Rando melajukan mobil polisi di ruwetnya jalanan Ibukota.
"Pak Ibrahim hebat" Puji Rando padaku
Aku mengernyitkan dahi, tidak mengerti maksud yang dikatakannya,"hebat kenapa pak?"
"ya--hebat, berani mengakui jika Pak Ibrahim berpacaran dengan seorang laki-laki" Ujar Rando tersenyum.
"saya sudah tidak perduli cibiran orang tentang saya pak, yang paling penting bagi saya adalah keselamatan kekasih saya" Ujarku memandang jalanan yang kian ramai karena tak terasa jam sudah menunjukkan pukul empat sore, jam sibuk bagi para pekerja yang pulang dari kantornya.
"seandainya Saya memiliki keberanian seperti bapak, namun sayangnya saya hanyalah seorang pengecut, bersembunyi dan mengalihkan perasaan saya, saya menentang perasaan yang saya rasakan" Ujar Rando bercerita tanpa aku bertanya sedikitpun.
"Maksud Pak Rando?" Tanyaku mengernyitkan dahi.
"Saya juga pak, Saya memiliki kekasih Pria, tapi saya tidak sehebat bapak dalam mengakuinya ke khalayak ramai, makanya Saya salut sama Pak Ibrahim" ujarnya lagi tersenyum.
Aku ikut tersenyum menepuk bahu Rando, "Pak, kebahagiaan itu kita yang merasakan, orang lain hanya melihat, menerka, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, ikuti kata hati pak, itu yang dikatakan Ayah Saya" ujarku berusaha menenangkan Rando, tidak kusangka Polisi disampingku ini sedang dilema.
* * *
Aku sudah tiba di Rumah Sakit, Operasi Gabriel masih dilakukan oleh Dokter Ronald, sedangkan kedua polisi itu sudah pamit kembali bertugas.
Aku menelpon Lusi, meminta untuk mencari tahu ke HRD tentang biodata Gabrielku, menanyakan nomor telepon kerabat Gabriel yang tertera, beruntung Lusi masih di kantor karena lembur, Aku harus menelpon orang tua Gabrielku, Orang tuanya harus tahu jika anaknya sedang tidak baik baik saja, mungkin dengan kehadiran orang tuanya, Gabriel bisa merasakan pergerakan batin dan cepat sadar.
Aku mondar-mandir didepan ruang IGD, perasaanku berkecamuk, Aku masih tidak bisa memaafkan diri jika terjadi sesuatu dengan Gabrielku.
Tidak ada yang boleh menyakiti Gabrielku, jika ada, maka orang itu akan kumusnahkan dari hadapannya, termasuk Aku, Aku telah menyakiti Gabriel, dan Aku akan musnah dari hadapannya setelah Ia sadar nanti.
Menit berganti jam, Dokter Ronald akhirnya keluar juga dari Ruang IGD tepat pukul 7 malam, "Dokter Ronald, bagaimana Gabriel Dok?" Aku segera menodongnya dengan pertanyaan.
Dokter Ronald melepas maskernya, Ia tersenyum, "Puji tuhan, Operasi berjalan dengan lancar, tapi--untuk saat ini tunangan bapak masih koma, kami harus melakukan perawatan intensif, jadi malam ini juga tunangan Bapak akan kami pindahkan ke ruang ICU"
Dokter Ronald menjawab dengan mengganti Gabriel menjadi tunanganku, Aku sangat bahagia mendengarnya, ternyata Dokter Ronald juga sama sama Open Minded seperti Abi dan Ummi.
"silahkan Dok, lakukan apa saja, demi menyembuhkan Gabriel"
Dokter Ronald tersenyum tulus kepadaku.
DRRTTTTTTT DRTTTTTTT
Handphoneku bergetar saat Dokter Ronald kembali kedalam ruang IGD, kulirik layar Handphoneku bertuliskan nama Lusi.
Aku mengangkat panggilan Lusi, "Hallo lus" ujarku menyapa, "jadi gimana? udah hubungin keluarganya Gabriel?" tanyaku langsung tanpa menunggu lama lagi.
"Mas, maaf, nomor keluarga yang dicantumin Gabriel gak ada yang aktif, Lusi udah dapet dari HRD, Lusi udah telepon, tapi keterangannya no yang anda tuju salah, gitu mulu mas" jawab Lusi diujung sana.
Aku memijit dahiku, pusing, apa yang harus Aku lakukan agar Orang tuanya tau keadaan Gabriel "kamu udah yakin gak salah pencet?"
"enggak mas, Lusi udah pastiin banget" Jawab lusi.
"ya udah kalo gitu Lus, makasih ya" Ujarku ingin mengakhiri panggilan.
"Mas!" nada Lusi menahanku sehingga Aku tidak mengakhiri panggilan segera, "Aku sama Lita boleh jengukin Ko Gabriel ke Rumah Sakit nggak? ini Kita udah mau pulang, kalo boleh, kita kesana"
Aku berdehem mengeluarkan suara beratku.
"eh--tapi kalo nggak boleh, nggak apa-apa kok mas, beneran, jangan marah ya mas" Ujar Lusi lagi terdengar ketakutan dari nada bicaranya.
Begitulah kenyataannya, Aku memang tidak segan memarahi mereka dengan nada tinggi saat mereka melakukan kesalahan, berbeda jauh dengan Gabriel yang sabar dan memanjakan para admin dan staff kami, sehingga Gabriel memang lebih difavoritkan dibanding Aku, tapi Aku tidak menyangka jika Lusi dan Lita malah diam diam memimpikan Aku berpacaran dengan Gabriel, Aku pikir mereka membenciku.
"Iya boleh kok" ujarku berusaha bersikap lembut seperti Gabrielku.
"Litaaa, boleh, aaaakkkh" Ujar Lusi memekik, diikuti suara Lita yang samar.
Aku duduk menghempaskan tubuh di kursi tunggu, berharap Gabrielku cepat sadar, setelah Ia sadar, jika Gabriel masih tidak menginginkanku, maka Aku akan pergi dari hidupnya selamanya.
To Be Continued
_________________________________________
Gengs, kayaknya part Ibra masih banyak nih, gak apa apa ya, Gabrielnya istirahat dulu.