Luz Company
London, Britania Raya
10.15
Calvino terlihat memakirkan mobilnya secara asal. Setelah itu langsung turun dari mobil dengan melemparkan kuncinya ke arah para bodyguard untuk memarkirkan mobil keluaran baru tersebut ke tempat yang seharusnya.
"Ayo, sayang! Buruan!"
"Kenapa harus cepat - cepat sih, Kak?"
"Sudahlah, jangan banyak tanya. Ayo!" Membimbing Calista menuju lift yang akan membawanya naik pada lantai di mana ruangan kebesaran CEO berada.
Berulang kali manik coklat melirik pada angka – angka yang terus bergerak naik. Jika beberapa detik yang lalu dibuat tak sabaran, akan tetapi lain halnya dengan yang dia rasakan saat ini.
Degup jantung tak juga berhenti berdetak. Bahkan memompa 1.000 kali lebih cepat dari biasanya. Dan ketika pintu lift terbuka manik coklat pun memejam mencoba meredam degup jantung yang seolah - olah ingin melompat keluar dari pemiliknya.
Entah sudah berapa lama dalam posisi seperti itu yang jelas suara merdu telah membawa kesadarannya kembali. "Sampai kapan mau berada di dalam lift, huh? Ayo, keluar!" Tadi saja buru - buru. Dasar Kak Calvin aneh. Huh, hari ini dia benar – benar aneh. Umpat Calista dalam hati.
Setelah pintu lift kembali terbuka ekor mata Calvino tampak melirik ke sekeliling. Tidak ada siapa pun yang terlihat pada ruangan tersebut kecuali seorang wanita bule.
Seketika itu juga tatapannya tampak memicing hingga keningnya berkerut. "Apa itu yang namanya, Kia? Tapi, kenapa sangat berbeda dengan yang di foto?" Lirihnya hingga suaranya terdengar seperti sedang bergumam.
Calista langsung menolehkan wajahnya ke arah sang kakak. "Apa kau mengatakan sesuatu?"
"Tidak, memangnya apa yang kau dengar? Mungkin saja wanita di sana itu yang sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon."
"Ish, ngacau. Jaraknya saja lumayan jauh. Mana mungkin terdengar sampai ke sini. Dasar aneh."
"Apa itu yang namanya, Kia?"
"Bukan, dia itu Moi Assistant nya, Kia."
Bola mata Calvino tampak memutar seketika. "Lalu, di mana, Kia? Seharusnya dia berdiri di sana menyambut kedatangan mu. Menyambut kedatangan CEO Earl."
"Kia, ada di ruangan meeting. Aku yang memintanya untuk menemani CEO dari Fulton Company selama menunggu kedatanganku. Ya sudah kalau begitu aku langsung ke ruangan meeting. Kak Calvin, tunggu di ruangan Earl saja ya." Menepuk pelan lengan kekar.
"Hm, pergilah!" Mengusap puncak kepala dengan gerakan sambil lalu sebelum melepas kepergian sang adik tercinta.
Calvino tak juga menuju ruangan CEO, akan tetapi dia pun tampak memutari ruangan Assistant Executive CEO. Moi yang melihat kedatangan Calvino langsung berdiri. "Selamat siang, Sir." Sapanya sembari setengah membungkukkan badan.
Tanpa mengucapkan satu patah kata pun tatapan Calvino menajam seolah memintanya untuk kembali bekerja. Sementara itu Calvino tampak mengetuk – ngetukkan jemari ke atas meja Kiara. Sebelah tangannya terulur meraih papan acrylic bertuliskan.
--
Assistant Executive CEO
Kiara Larasati
--
Diusapnya papan acrylic tersebut dan hal itu pun tak lepas dari pengamatan Moi yang mencoba mencuri – curi pandang pada ketampanan sang billionaire yang lebih menyerupai Dewa Yunani.
Tidak mau semakin menambah kegilaan dia pun tampak melangkahkan kaki menuju ruangan meeting. Sialnya, ruangan meeting sangat tertutup sehingga siapa saja yang berada di dalam sana sama sekali tak terlihat dari luar.
Ini gila. Sang billionaire benar - benar sudah gila. Bahkan rela menunggu hingga meeting usai. Sialnya, meeting berlangsung dengan sangat lama hingga membuat kakinya kesemutan, akan tetapi demi bisa berjumpa dengan wanita bernama Kiara Larasati telah membuat Calvino rela berdiri selama berjam - jam.
Dia pun tampak berjalan mondar mandir di depan ruangan meeting seperti orang gila. Berulang kali melirik ke arah pintu yang masih saja menutup rapat.
"Lama sekali. Apa saja yang mereka bahas?" Desah lelahnya, bersamaan dengan itu pintu ruangan terbuka. Calvino tersentak begitu juga dengan Calista dan para petinggi lainnya yang terlibat ke dalam meeting penting.
"Apa yang Kak Calvin lakukan di sini?" Bisik Calista tepat ditelinga sang kakak.
"Tentu saja menunggu mu." Berpadukan dengan ekor mata melirik ke sekeliling. Semua yang ada di sini laki – laki. Kalau begitu di mana Kiara? Pertanyaan – pertanyaan seperti itulah yang terus menerus berputar - putar di dalam benaknya.
"Tunggu diruangan, Earl." Desisnya dengan melemparkan tatapan tajam mematikan. Namun, seketika tatapannya melembut ketika bertatapan dengan rekan bisnisnya.
Saat ini pun Calista dan para petinggi dari Fulton Company tampak meninggalkan ruangan meeting. Sementara itu Calvino masih saja tertegun di depan pintu dengan menatap nanar kepergian mereka.
Tak pernah ku sangka kau tega mempermainkan hidupku dengan sangat kejam seperti ini. Kenapa sangat sulit mengungkap siapa kau sebenarnya? Aku hanya ingin memastikan kau ini benar benar Samara, atau orang yang berbeda. Ya, hanya itu. Please, beri aku petunjuk meskipun hanya 1% saja. Pinta Calvino dengan mengusap kasar wajahnya.
"Permisi, Sir. Bisakah Anda bergeser. Saya harus menutup pintunya."
Suara merdu yang datang secara tiba - tiba telah membawa kesadaran Calvino kembali dan bersamaan dengan itu menolehkan wajahnya dengan segera.
Seketika itu juga tersentak sehingga membulatkan tatapannya. Dihadapkan pada wanita cantik yang kini berdiri dihadapannya telah membuat Calvino tertegun sampai beberapa saat.
"Ini nyata kan? Samara … " menepuk – nepuk pipinya dengan tangan bergetar.
"Oh, Samara … jadi, kau benar – benar, Samara?" Merengkuh pundak ramping dan hampir saja memeluknya, akan tetapi langsung didorong dengan kasar. "Lancang! Anda ini sudah gila ya? Nama saya Kiara Larasati, dan bukan Samara seperti yang Anda sebutkan." Bentaknya berpadukan dengan tatapan nyalang.
Calvino tampak mengusap kasar wajahnya. "Sorry, Nona Kia. Saya tidak bermaksud lancang. Wajah Anda telah mengingatkan saya kepada seseorang."
Ditatapnya Kiara dengan tatapan yang tak biasa. Ini bukan kau, Samara. Meskipun sekilas kalian sangat mirip tapi, ini bukan kau. Aksen bicara dan juga cara menatapku berbeda. Tatapan mu menyirat penuh kelembutan dan Nona Kiara ... tapi, entah kenapa bayangnya selalu datang menyergap. Dia ini bagai magnet yang menarikku dengan sangat kuat. Batin Calvino sedih.
Dapat Kiara tangkap wajah tampan menyirat kegusaran, rasa bersalah, dan juga frustasi. Dan entah apa yang terjadi dengan Kiara saat ini. Yang jelas manik coklat menatapnya dengan tatapan berbeda hingga Kiara pun terseret di dalamnya.
Seolah bisa merasakan yang Calvino rasakan. Dia pun melembutkan tatapan dan juga suaranya. "Tidak masalah, Sir. Saya bisa memahami. Saya permisi."
"Silahkan, Nona Kia. Sekali lagi saya meminta maaf atas kelancangan-"
"Tidak perlu meminta maaf untuk kedua kalinya, Sir. Anda sudah meminta maaf sekali dan sudah saya maafkan. Saya permisi." Setengah membungkukkan badan sebelum berlalu dari hadapan Calvino.
Ingin rasanya Calvino menghentikan dan berbicara banyak hal, akan tetapi dia tidak mau membuat wanita tersebut ketakutan sehingga semakin menjauihinya. Tidak, Calvino tidak mau jika hal tersebut sampai terjadi. Yang jelas Calvino tidak mau kehilangan wanita bernama, Kiara Larasati.
Selain itu Calvino juga memerlukan waktu sendiri untuk menenangkan diri. Bersamaan dengan itu dia pun melangkahkan kaki menuju ruangan kebesaran CEO.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Hai, guys!! Terima kasih ya masih setia menunggu kelanjutan dari cerita Calvino. Dukung selalu dengan memberikan power stone atau komentar, karena itu sangat berarti untuk kelanjutan dari cerita ini. Peluk cium for all my readers. HAPPY READING !!