Aneska terduduk di depan pintu kamar Regan. Ia menekuk lututnya dengan terisak-isak. Aneska hanya lelah, makanya ia bicara yang tidak-tidak seperti tadi. Ia tak bermaksud untuk melukai Regan. Bahkan, kalimat-kalimat yang telah ia lontarkan pada Regan tadi sama sekali tak pernah ia pikirkan dalam hidupnya selama ia mengenal sosok Regan. Dan entah mengapa kalimat-kalimat itu terlontar begitu saja. Ia tidak tahu. "Re-gan hikss ... maafin gue," isaknya berkali-kali.
"Ya Allah Aneska! Kamu kenapa, nak?!" Zahra datang dengan Syifa di sampingnya. Kedua orang itu kebingungan melihat Aneska yang menangis seperti ini. Rambut kusut dan acak-acakan, kemeja yang gadis itu pakai keluar-masuk tak beraturan, ditambah make up yang dikenakannya luntur kemana-mana.
Zahra dan Syifa terbangun dari tidur mereka karena mendengar teriakan bahkan tangisan yang Aneska keluarkan tadi.
"Di kunci?" gumam Syifa saat ia mencoba membuka pintu kamar adiknya yang terkunci.