Tải xuống ứng dụng
4.69% The Return of Baphomet / Chapter 13: Buku Astrologi

Chương 13: Buku Astrologi

Untuk sejenak, Andi tertegun. Ia pun memasang ekspresi terheran pada sahabatnya itu dan balik bertanya, "Kok kamu bisa tahu sih?"

"Hari ini kamu berangkat agak siang, dianter sama ayahmu juga. Aku mikir mungkin ada yang salah sama motor kamu. Karena kamu pake jaket yang ini, mungkin sweeter yang kemarin kamu pakai lagi dicuci. Tapi, luka sama goresan di tangan kamu buat aku nyimpulin satu hal. Kamu jatuh dari motor."

"Dasar Sherlock Holmes gadungan," celetuk Andi dengan nada mengejek.

"Jangan macam-macam sama calon detektif." Seketika tawa keduanya pun pecah. Rafi adalah penggemar berat buku-buku fiksi detektif, maklum saja jika terkadang dia bertingkah seperti mempraktikkan adegan dan teori yang ada di sana. Ya, pagi ini telah diawali dengan humor yang segar. Mungkin nanti takkan ada masalah apapun yang menodai indahnya hari.

"Udah ngumpulin soal latihan OSN?" tanya Andi.

"Udah, kemarin sore habis KBM selesai. Tapi, kalau kamu mau ngumpulin sekarang aku ikut aja. Gabut di sini nggak ngapa-ngapain."

Tanpa menunggu lebih lama lagi, sepasang sahabat itu pun langsung melangkah keluar kelas. Walau arloji telah menunjukkan pukul tujuh kurang lima, Andi dan Rafi sama sekali tak menghiraukannya. Pagi yang sangat baik ini terlalu elok untuk dilewatkan begitu saja. Jadi, mereka memutuskan untuk berjalan dengan santai menuju ruang guru.

"Kamu nggak mau cerita soal tadi?" tanya Rafi saat mereka baru saja menjajaki anak tangga pertama menuju lantai dasar tangga lingkar.

"Nanti, gampanglah kalau itu."

"Tapi aku penasaran, serius."

"Keingintahuan tinggi melahirkan kerja keras dan akhir yang memuaskan, kamu pernah bilang itu ke aku. Biasanya kalau kamu udah penasaran ...."

"Aku nggak akan berhenti cari tahu sampai nemu jawabannya."

"Ya udah, aku nggak keberatan kok kalau kamu interogasi aku. Udah biasa juga kamu kaya gitu, lagipula hari ini aku butuh pengalih perhatian."

"Owh ...," gumam Rafi pada akhirnya, dengan kepala manggut-manggut tanda setuju. Selama mereka menyeberangi lapangan upacara, tak ada pembicaraan lagi di antara keduanya. Rafi sempat memutar tubuhnya searah jarum jam hanya untuk melihat suasana sekitar, barulah setelahnya ia kembali berjalan beriringan dengan Andi. Tak ada yang salah dengan semua orang yang sempat tertangkap oleh pandangan, kecuali Andi tentu saja. "Kamu ngalamin sesuatu yang nggak biasa dan cepat atau lambat kamu harus cerita. Wajib!"

"La? Kok maksa banget? Dahlah." Andi mempercepat langkahnya saat akan melewati teras lab komputer, membuat Rafi kesulitan untuk tetap berada di sampingnya. Namun, tak lama kemudian ia tiba-tiba saja berhenti. Ingin sekali Rafi menghujaninya dengan sejuta pertanyaan. Hanya saja, ia tak memberi kesempatan pada sahabatnya itu untuk membuka mulut. "Nah, itu Bu Ninis lagi sarapan di kantin. Samperin aja langsung, yuk."

Andi pun bergegas menuju tempat yang dimaksud, membiarkan Rafi yang terus berusaha menyamakan langkah dengannya. Jika mengikuti jalan yang ada, seharusnya mereka akan melewati teras ruang guru. Barulah setelah menuruni dua anak tangga, sampailah keduanya di kantin sekolah. Tapi Andi memilih memotong jalan melewati sepetak tanah kosong di antara bangunan lab dan ruang guru, lalu melompat turun dan mengambil posisi duduk di kursi panjang tanpa sandaran, tepat di depan gurunya itu. "Assalamualaikum, pagi, Bu," sapanya dengan wajah secerah mentari pagi.

"Kamu nih kebiasaan, suka ninggalin orang jalan." Rafi yang baru saja sampai berusaha menggeser tempat duduk Andi dengan susah payah. Padahal, masih banyak ruang tersisa di sana. "Eh, Bu Ninis. Pagi, Bu. Maaf mengganggu sarapan Ibu. Biasa, temen saya nih kadang keterlaluan. Hehe," kata Rafi membuat lelucon.

"Waalaikumsalam, pagi juga. Nggak papa, Ibu juga udah selesai kok makannya." Bu Ninis sedikit menahan senyum melihat kelakuan kedua murid yang diajarnya itu, terkadang ia heran kenapa mereka berdua selalu menjadi pasangan serasi di kelas. Setelah menyeruput sisa minuman dingin rasa lemonnya, ia kembali melanjutkan pembicaraan. "Jadi, ada perlu apa kalian ke sini?"

"Saya mau ngumpulin soal latihan minggu ini, Bu." Andi pun menyerahkan beberapa lembar hvs yang telah dipenuhi oleh coretan hasil pekerjaannya. "Kira-kira, ada yang perlu dikoreksi nggak, Bu?"

"Bentar, saya cek dulu."

Bu Ninis mengeluarkan kacamata berbingkai logam tipis dari saku baju, lalu mengenakannya tepat mendekati cuping hidung beliau. Andi dan Rafi hanya terdiam ketika Bu Ninis meneliti baris demi baris dari pekerjaan Andi. Bel masuk berbunyi tepat jam tujuh, perlahan kantin mulai sepi karena semua orang akan memulai kegiatan jumat bersih sebelum pembelajaran dilakukan. Kini, hanya tersisa mereka bertiga dan salah seorang bu kantin yang sedang membersihkan meja serta piring kotor. Barulah beberapa saat setelahnya, Bu Ninis terlihat meletakkan pekerjaan Andi di atas meja dan melepas kacamatanya untuk kembali di simpan.

"Jadi, gimana pekerjaan saya, Bu?"

"Kamu terjebak di dua soal terakhir. Punya Rafi juga kemarin. Soal cerita memang butuh penalaran lebih buat tahu apa yang dimaksud si pembuat soal. Saran saya, kalian kerjakan lagi dua soal itu. Kerja sama juga boleh, bertiga sama yang anak MIPA 2 itu. Atau mau langsung saya kasih jawabannya aja?"

"Kami coba dulu lah, Bu," saut Rafi mewakili suara Andi. "Kalau misal yang ini masih salah, baru kami minta jawaban ke Ibu."

"Oke deh, beres ya berarti. Ada yang lain?"

"Itu aja mungkin, Bu."

"Bentar dulu." Kali ini, Andi menyampaikan suaranya sendiri. "Saya tahu ibu juga suka astrologi, sama kaya saya. Ada buku yang pas nggak, Bu, buat saya pinjam? Kalau bisa, yang astrologi kuno."

"Saya ada beberapa buku di rumah. Besok-besok saya bawakan ya," kata Bu Ninis sembari bangkit dari kursi dan bersiap menuju kantor guru.

"Oh, siap bu. Terima kasih."

Setelah keduanya mencium tangan Bu Ninis, beliau melangkah pergi menghilang dari pandangan. Andi melirik arloji, sudah jam tujuh lewat sepuluh. Lima menit lagi Jumat Bersih akan berakhir, waktu sesingkat itu akan habis hanya untuk berjalan kembali ke kelas. Andi pun memutuskan untuk duduk sedikit lebih lama lagi di sana, bersama Rafi yang mulai melontarkan pertanyaan lagi padanya.

"Serius, Andi. Kamu jadi misterius banget pagi ini. Satu teka-teki telah terjawab, tapi kamu bikin teka-teki baru. Tolonglah, ini bukan hari ulang tahun aku. Jangan nge-prank aku kaya ginilah."

"Siapa yang nge-prank kamu, Raf?" balas Andi dengan mengerutkan keningnya.

"Nggak percaya aku."

"Ya udah."

Untuk sesaat keduanya hanya terdiam. Tak ada yang perlu diperjelas lagi. Rafi semakin penasaran dengan kelakuan sahabatnya itu. Sedangkan Andi terlihat tak begitu mempedulikannya.

"Awas aja, jangan kaget kalau aku bisa pecahin teka-teki kamu sebelum salat Jumat nanti siang," balas Rafi dengan nada menantang.

"Suka-suka kamu. Paling cuma buku astrologi. Dahlah, ayo kita ke kelas. Nanti keburu ada Pak Gun."


SUY NGHĨ CỦA NGƯỜI SÁNG TẠO
Eirene_Aether_5671 Eirene_Aether_5671

"Keingintahuan tinggi melahirkan kerja keras dan akhir yang memuaskan ...."

Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C13
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập