Sudah tiga hari berlalu, kedua orang tua Adit dan Oliv masih juga belum saling tegur sapa. Tuan Dimas lebih memilih menjauh dari Nyonya Oliv, bahkan saat wanita paruh baya itu mendekati Tuan Dimas, pasti ayah dari Adit dan Oliv menjauh. Adit tengah berada di sebuah taman bersama Putri, karena kebetulan hari ini adalah hari Minggu. Mereka saatnya mereka berdua menghabiskan waktu bersama. Adit sudah menceritakan semua masalah keluarganya pada, Putri. Pastinya Putri selalu merespon cerita Adit dengan sangat baik. Adit menyandarkan kepalanya di bahu sang kekasih.
"Aku takut kedua orang tuaku akan bercerai.." ujar Adit.
Putri menggenggam erat tangan kekasihnya, "berdoa semoga tidak ada perceraian, jika kedua orang tua kamu memilih bercerita. Berarti itu jalan yang terbaik untuk mereka, karena perselingkuhan itu sangat sulit di maafkan. Apalagi aku lihat ayah kakak sangat mencintai ibu kakak. Maka dari itu dia benar-benar kecewa, dan mendiami Nyonya Winda. Ada saatnya mereka akan berbicara kembali, jadi biarkan mereka diam dulu. Setelah itu pasti kedua orang tua kakak bakal menyelesaikan dengan kepal dingin.." jawab Putri.
Adit mengangguk dan memainkan jari Putri, ia memencet pelan jari gadis cantik itu, mencubit, menggigit pelan, bahkan menyentil jari tersebut. Putri hanya terkekeh, karena itu sudah menjadi kebiasaan Adit jika tengah bersamanya. Adit mencium punggung tangan Putri dan mengambil ponsel miliknya, lalu memotret tangannya yang tengah menggenggam tangan, Putri. Pria tampan itu mengganti wallpaper layar depannya dengan foto tersebut, dan senyuman pun terukir di bibir pria itu. Ia memperlihatkan wallpaper layar ponsel-nya pada, Putri.
"Bagus 'kan? Jelaslah, tangan kita berdua gitu loh.." sahut Adit.
"Gemes banget sama pacar," jawab Putri yang mencubit pelan pipi Adit.
Saat mereka tengah asik bersama, tiba-tiba saja ada nomor yang tidak dikenal tengah meneleponnya. Adit menatap Putri, gadis itu langsung mengangguk. Pria tampan tersebut pun menggeser tombol hijau dan menyalakan speaker agar Putri mendengar suara si penelepon.
'Hallo, bisa bertemu di cafe Merah Putih?'
"Maaf, kalau boleh saya tau anda siapa? Dapar nomor saya dari siapa?" tanya Adit.
'Saya Tirta, yang kamu temui di toilet restoran saat itu. Saya mendapat nomor kamu dari sekretaris saya, ternyata kita rekan bisnis..'
"Ah, baiklah. Saya akan ke cafe merah putih, tapi maaf saya membawa kekasih saya. Jadi tidak masalah 'kan?" lanjut Adit.
'Tidak masalah,'
Panggilan pun berakhir, Adit menatap Putri. "Dialah selingkuhan, Mama.." ucap Adit.
Putri terkejut bukan main, "ada apa dia ingin bertemu dengan kamu?" tanya Putri.
"Entahlah, makanya aku ajak kamu sayang. Aku takut nanti emosi dan memukuli wajah pria tersebut.." balas Adit.
"Ya sudah aku akan ikut kamu, dan jadi penenang kamu ya. Tapi katanya kalian rekan kerja, apa Papa kamu tau?" lanjut Putri.
"Entahlah, sepertinya Papa sama dengan ku. Aku saja baru tahu, ternyata kami rekan kerja.." jawab Adit sambil memeluk tubuh Putri dengan erat.
Putri mengusap punggung sang kekasih, setelah itu mereka masuk ke dalam mobil menuju cafe yang di sebut, Tuan Tirta. Adit selama di perjalanan terus menggenggam tangan, Putri. Beberapa menit di perjalanan akhirnya mobil berhenti di tempat parkir Cafe tersebut. Adit dan Putri keluar mobil dan masuk ke dalam Cafe tersebut untuk bertemu dengan, Tuan Tirta.
***
Cafe merah putih.
Adit menatap ke sekeliling Cafe, dan melihat Tuan Tirta yang tengah duduk bersama sang ibu di meja nomor 21. Pria Tampan itu langsung mengepal kedua tangannya, kenapa harus ada ibunya di sana? Putri yang melihat kekasihnya langsung terdiam saat melihat Nyonya Winda ada di sana, gadis itu menggenggam tangan sang kekasih dengan erat. "Sabar ya, kita temui mereka dulu.." ujar Putri.
Adit menghela napasnya dengan pelan, ya berjalan ke arah Tuan Tirta dan Nyonya Winda berada. Wanita paruh baya itu terkejut saat melihat kedatangan putranya bersama seorang gadis yang tidak ia kenal. Saat menanyakan siapa gadis tersebut, Nyonya Winda langsung sadar bahwa ada Tuan Tirta di sampingnya. Pria paruh baya itu tidak tahu bahwa Nyonya Winda itu masih bersuami dan memiliki dua anak. Nyonya Winda mengaku sebagai janda, karena diceraikan oleh suaminya. Tirta tersenyum dan menyuruh hadits serta Putri untuk duduk.
"Dia kekasih kamu?" tanya Tuan Tirta.
"Iya, Pak. Ada urusan apa ya Anda menyuruh saya datang ke sini?" balas Adit sambil bertanya balik pada pria paruh baya tersebut.
"Saya hanya ingin mengenalmu lebih jauh lagi, apakah saya boleh menganggapmu sebagai anak saya sendiri? Kamu seperti pria yang baik, dan saya suka kepribadian kamu.." ucap Tuan Danendra yang langsung to the point pada Adit.
Nyonya Winda terkejut mendengar ucapan kekasihnya. Dia menatap tajam kearah Adit dan langsung menggelengkan kepala, karena ia tidak ingin Adit berhubungan baik dengan Tuan Tirta. Bisa ketahuan statusnya jika sang kekasih, berhubungan baik dengan Adit. Pria Tampan itu menatapnya Winda dengan tatapan datar, kemudian ia menganggukkan kepalanya. "Boleh, Pak.." balas Adit dengan santai.
Putri menatap sang kekasih dan Nyonya Winda secara bergantian. Terlihat Nyonya Winda tengah menahan amarah pada, Adit karena menyetujui ucapan Tuan Tirta. "Syukurlah kamu mau berkenalan dengan saya, kalau begitu mari makan.." tawar Tuan Tirta.
Adit menganggukkan kepalanya dan mengambilkan sendok untuk sang kekasih. Sebelum itu terlebih dahulu ia mengelap sendok tersebut, dan barulah memberikannya pada Putri. "Makasih," sambil tersenyum manis kearah Adit.
"Sama-sama," balas Adit sambil mengacak surai sang kekasih dengan gemas.
Nyonya Winda menatap anaknya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Dia dengan menahan rasa amarahnya pada sang anak. Ingin sekali memarahi Adit saat ini, namun ia sadar bahwa kekasihnya ada di sampingnya. 'Tunggu saja saat kau di rumah,' batin Nyonya Winda.
Tuan Tirta menyuapi Nyonya Winda di depan mata, Adit. Pria itu sudah muak dengan semua, Adit langsung berdiri. "Maaf pak, saya izin pamit dulu. Papa saya menyuruh untuk pulang, karena kami harus bertemu seseorang.." pamit Adit.
"Baiklah, hati-hati ya.." jawab Tuan Tirta.
Adit mengangguk dan langsung menggenggam tangan putri mereka keluar dari Cafe tersebut. Nyonya Winda terkejut saat mendengar ucapan Adit, ia penasaran kemana anak dan suaminya akan pergi dan siapa orang yang ingin mereka temui. Ingin menyusul Adit, namun Tuan Tirta masih bersamanya. Nyonya Winda hanya diam dan mengambil ponsel, untuk menanyakan keberadaan Tuan Dimas. Namun pesan tersebut tidak pernah di balas oleh, sang suami. Nyonya Winda mengelola napasnya dengan kasar, "kenapa sayang?" tanya Tuan Tirta.
"Eh, gapapa.." balas Nyonya Winda.
***
Kedua paruh baya itu berjalan kearah taman dan tanpa sengaja berpas-pasan dengan Tuan Dimas yang tengah bersama temannya. Pria tua itu tengah duduk bersama teman masa kecilnya. Nyonya Winda langsung mengepal kedua tangannya, karena temannya itu adalah wanita yang di cintai Tuan Dimas saat masih remaja. Tuan Dimas menatap kearah sang istri dan menatap Tuan Tirta yang tengah tersenyum kearahnya. Pria paruh baya itu mendekati Tuan Dimas yang tengah bersama wanita yang berstatus sebagai temannya.
"Selamat siang, Pak. Istri anda ya?" tanya Tuan Tirta dengan ramah.
"Ah, bukan. Dia teman saya.." balas Tuan Dimas.
"Oh, maaf ya. Kalau boleh tau istri anda di mana? Tidak baik jika bersama wanita lain di luar tanpa istri.." lanjut Tuan Tirta.
Wanita yang berstatus sebagai teman dari Tuan Dimas menatap kearah Nyonya Winda. Ia menghela napasnya dengan pelan, ternyata yang diucapkan oleh temannya itu memang benar. Nyonya berselingkuh dengan pria yang ada dihadapannya sekarang. Tuan Dimas terkekeh pelan saat mendengar ucapan Tuhan Tirta. Ia langsung menatap Tuan Tirta dengan tatapan santai. "Istri saya? Ah, dia udah gak ada. Udah diambil orang," balas Tuan Dimas dengan menekan setiap perkataannya.
Nyonya Winda menatap suaminya yang tengah menatap, Tuan Tirta. "Ya ampun, maafkan saya sudah menanyakan hal sensitif pada anda, Tuan.." jawab Tuan Tirta.
"Tidak masalah," balas Tuan Dimas.
"Ya sudah saya mau pamit dulu ya, saya ingin duduk di tepi danau bersama kekasih saya dulu.." lanjut Tuan Tirta.
Tuan Dimas menganggukkan kepalanya dan menatap Nyonya Winda dengan tatapan datar. Sebelum Tuan Tirta dan Nyonya Winda menjauh dari Tuan Dimas. Pria tua itu menahan tangan Tuan Tirta, "pilih wanita yang baik, semoga wanita mu adalah wanita yang baik.." pesan Tuan Dimas.
"Baiklah, terimakasih pesannya.." balas Tuan Tirta.
Tuan Dimas mengangguk dan berjalan menjauhi taman. Nyonya Winda mengepal kedua tangannya saat melihat Tuan Dimas memegang tangan temannkecil dari sang suami. Tuan Tirta menatap sang kekasih dan mencubit pelan pipi, Nyonya Winda. "Aku percaya kamu wanita baik.." ujar Tuan Tirta.
Nyonya Winda berusaha tersenyum karena ia tengah kesal melihat suaminya bersama wanita lain. Tuan Tirta membawa kekasihnya untuk duduk di tepi danau dan menikmati udara di taman. Di sisi lain, Tuan Dimas masuk ke dalam mobil. "Udah lupakan dulu, tenang diri kamu. Jika perlu kasih waktu kamu berpikir, pergilah ke kota lain terlebih dahulu. Aku pulang, suamiku sudah menunggu di belakang mobilmu.." jelas teman kecil Tuan Dimas.
"Ucapkan terima kasih kepada suami kamu, terima kasih untuk kamu sudah menemaniku. Mungkin aku akan pergi untuk menenangkan pikiranku, aku akan kembali setelah mendapatkan keputusan.." jawab Tuan Dimas.
"Apapun keputusanmu aku akan selalu mendukungmu. Titip salam untuk Adit dan Oliv ya, sudah lama sekali aku tidak mendapatkan kabar kedua anakmu itu. Ya sudah aku pulang dulu.." lanjut teman kecil dari Tuan Dimas.
Tuan Dimas langsung menghela napasnya dengan pelan. Ia mengambil ponsel untuk mengabari putranya, bahwa dia akan pergi keluar kota untuk sementara waktu. Setelah itu barulah Tuan Dimas menghidupkan mobil, dan menjauh dari taman tersebut. Benar kata teman kecilnya, ia butuh waktu sendiri untuk sementara. Setelah dapatkan keputusan, ya akan kembali dan menyelesaikan masalahnya.
.
To be continued.