Sesampainya di sana langkahan kakinya mereka terhenti. Emma tersentak apa yang dilihatnya menggunakan mata kepalanya sendiri bersama dengan Peter sambil menutup mulutnya menggunakan tangan kanannya.
"A..apa ini?" Tanyanya.
Emma syok dan celingak-celinguk ke sekelilingnya karena heran.
Dia bertanya-tanya, apa-apaan ini semua.
Dia melihat dua kuburan orang terletak tepat dibawah kaki mereka berdua.
Terdapat dua kuburan yang diatasnya terdapat batu nisan yang bertuliskan "Beristirahat dengan tenang, Grace Hamilton" di sebelah kanan, dan di sebelah kiri bertuliskan "Beristirahat dengan tenang, Tara Hamilton"
"Apa-apaan ini?" Katanya Emma menatapnya.
"Ini yang dari tadi ingin ku beritahu kepadamu"
"Apa maksudnya semua ini?"
"Nanti akan aku jelaskan, aku persilahkan kamu untuk melihat-lihat dulu"
Kemudian Emma memandang kembali ke makam itu.
Sebuah nisan terbuat dari batu yang sepertinya sudah cukup tua. Batu yang sudah berlumut dan mungkin agak rapuh jika disentuh.
Kemudian, Tangannya Emma menyentuh batu nisan yang bertulisan "Grace Hamilton" dan melihat tanggal lahir dan kematiannya bertuliskan "Lahir: Februari 1953. Meninggal: Juli 1970"
Dan lantas pandangan matanya berbelok mengarah ke kuburan sebelah kiri yang bernama "Tara Hamilton. Lahir: Mei 1933. Meninggal: Juli 1970"
"Aku akan hadiahkan ini untuk orang tersayang" Emma mendengar omongan itu ditelinga nya saat melihat kuburan yang bernama Grace.
Kemudian bayang-bayang pikirannya tiba-tiba seperti melihat misteri masa lalu dirumah ini. Sepertinya Emma memiliki indera keenam sehingga ia bisa melihat semuanya di masa lalu.
Sebuah pemuda perempuan yang cantik jelita, berambut panjang se-bahunya berwarna cokelat, iris matanya berwarna hijau terang dan tubuhnya yang jenjang.
Rumah yang masih elegan dengan cat tembok belakang, berwarna putih, dan pintu belakang mengablak sehingga terlihat dari luar ruangan dapurnya. Dan di depan pintunya seorang wanita agak tua, seperti masih berumur 36 tahun sedang mengawasi putrinya itu.
Matanya Emma terbelalak melihat orang-orang itu, sepertinya itu adalah orang yang tinggal dirumah itu sebelumnya. Sepertinya wanita itu adalah Tara Hamilton dan pemuda itu adalah Grace Hamilton.
"Mawar yang cantik 'bukan?" Kata Tara (ibunya) itu sambil berbicara kepada anaknya itu yang sedang memetik bunga mawar yang berada di luar.
Grace (pemuda) hanya mengangguk dengan perkataannya. Dan wanita itu keluar mendekati anaknya.
Ciri-ciri fisiknya sangat mirip dengan pemuda itu. Kemudian mereka berdua keluar dari rumah itu.
Membawa keranjang, menggunakan topi bundar berpita biru.
Memetik sekuntum bunga mawar, yang indah berwarna merah. Kemudian dimasukkan kedalam keranjang.
Pohon mawar yang lebat, bunganya yang harum.
"Mawar yang cantik, nanti akan kuberikan ini kepada ayah!" kata pemuda itu bicara kepada Tara, mungkin Tara itu adalah ibunya.
Tak lama, seseorang pria misterius datang dengan berjalan kaki. Mengenakan seragam kerja yang masih lengkap. Langkahnya seperti orang yang sedang kesal, dan ingin melampiaskan emosinya kepada orang yang berada dirumah itu.
Sepertinya pria itu adalah ayah kandung dari Grace, dan wanita yang bersamanya adalah ibu kandungnya yaitu, Tara.
Kemudian pria membuka pintu depan dan berjalan berjalan menuju ke pintu belakang, mencari wanita itu dan pemuda itu.
Dibukanya pintu belakang itu, dan menunjukkan dirinya.
"Wah, Ayah sudah pulang!, Aku punya sesuatu untuk ayah!"
"Ya, sesuatu yang mungkin kita sukai!"
Wajahnya datar dan sinis menatap keduanya "Aku tak punya waktu untuk permainan ini!" Katanya sambil sedikit emosi.
"Apa yang sudah terjadi padamu?"
Tanpa banyak basa-basi pria itu langsung menggertak "Grace!, Tara! Kemari!"
Mereka berdua hanya saling memandang, dan mengambil langkahnya menuju pintu dan masuk.
Saat sampai di depan pintu belakang, pria itu langsung menarik baju Tara (ibunya dari pemuda itu).
"Apakah kamu sudah hilang akal?!"
"Gubrak" Pria itu hanya terdiam dan membanting pintu tersebut.
Suara-suara aneh mulai terdengar, seperti ada seseorang yang menjerit meminta tolong.
Tubuhnya emma gemetar menyaksikan dan mendengarkan itu semua.
Dia berpikir bahwa berawalan yang indah, akan berakhir dengan keburukan.
Suara menggertak, teriakan dan bunyi pukulan terdengar olehnya. "Plak" dan "dor dor dor" suara senapan yang pelatuknya sedang ditarik olehnya.
"Pergi nak!, Lari! Dan cari pertolongan! Tinggalkan ibu sendiri disini!" Rintihan suara Tara dengan suaranya yang sedang sekarat terdengar dari dalam rumah. Tak lama setelah itu suaranya sudah tidak terdengar lagi.
"Aku tidak bisa melakukannya! Ayah sadar! aku ini anakmu!"
Teriakan suara Grace sepertinya sedang menyadarkan pria itu. Mungkin pria itu sudah tidak bisa berpikir jernih, mungkin dia sudah diambang stress yang membuatnya marah-marah.
"Diam!" Gentaknya si pria itu, dan tak lama berbunyi senapan.
Emma ketakutan dengan hal itu, tubuhnya gemetar, berkeringat dingin dan menutup matanya.
"Tidakkkk" teriaknya karena sangat panik.
Peter terkejut mendengar teriakannya, karena dia berada tepat disampingnya.
"Emma, tenang! Kenapa kamu ini?" Katanya sambil menyadarkan dari pikirannya.
"Aku tak tahan lagi" katanya Emma
"Emma, Emma, Emma, sudahlah" katanya Peter mencoba menenangkannya.
"Peter? Maafkan aku" katanya Emma.
Peter heran "Tenang Emma aku masih disini, Kenapa kamu tadi?"
"Entahlah aku melihat sebuah keluarga kecil sedang disiksa dirumah ku, aku tidak kuat melihat itu semua, aku tak akan kuat menceritakannya kepadamu" katanya sambil memegang kepala sebelah kanan.
Peter hanya tersenyum melihatnya dan mencoba mengubah suasana panik menjadi tenang.
"Ya sudah tak perlu diceritakan kalau kamu sedang takut begini, bagaimana sekarang sudah merasa baik?"
"Hmmm agak lebih baik, kenapa kamu tidak beritahukan kepadaku dan kamu malah menyembunyikannya?"
"Barusan Aku ingin ceritakan hal ini" Sambil berlutut di samping perkuburan itu.
Emma juga ikut berlutut di samping, karena merasa, kalau ia berdiri dia merasa tidak sopan terhadap makam.
"Mereka mati bersamaan?"
"Ya, mereka meninggal bersama"
"Kamu tahu kronologinya?"
Peter agak sedikit bengong untuk menceritakannya
"Tanpa banyak bicara, aku akan mulai bercerita. Ini hanya untuk keingintahuanmu"
"Aku paham Peter, sangat jelas"
"Kalau begitu baiklah, Ayahku, namanya adalah Cloe, dia sosok ayah yang baik, aku seperti teman dengan ayahku sendiri. Ia adalah mantan seorang opsir, ayahku masih muda dan gagah pada masa itu. dan..."
Emma memotong pembicaraannya "Maaf, aku hanya ingin tahu tentang makam ini, bukan tentang keluargamu"
Peter agak sedikit terganggu dengan ucapannya itu "Makanya dengarkan aku dulu!"
"Maaf telah memotong, lanjutkan"
Sepertinya Peter telah berfokus kembali pada cerita itu.
"Ayahku menceritakannya kepadaku saat aku berumur 12 tahun. Sejujurnya, Cerita ini akan sedikit mencekam untuk diceritakan. nah, sekarang kita lanjut. Pada tahun 1970 ada kematian misterius dirumah ini juga. Kamu tahu sendiri kan namanya di atas batu nisan?"
"Aku tahu, Bagaimana mereka bisa mati?"
"Mereka ditemukan bukti bekas cekikan seseorang yang telah membunuhnya, dan yang satu lagi terdapat bekas peluru yang melubangi perutnya"
Emma terkejut apa yang barusan Peter bilang kepadanya. Ia syok, karena perkataannya karena ia melihatnya tadi menggunakan indera keenamnya.
Tetapi, dipikirannya terselip pertanyaan yang akan masuk akal ketika di tanyakan.
"Siapa pembunuhnya?"
"Diduga pembunuhnya adalah ayahnya sendiri. Dia melarikan diri, dan tidak pernah ditemukan hingga saat ini"