Garden Villa,
Li Zheng Yu memijat pelipisnya melihat putri kesayangannya terus cemberut dan tak mau makan meskipun dirinya sudah turun tangan untuk membujuknya.
Makan malam yang hanya dinikmati berdua saja semakin terasa tidak enak dan tidak membuat selera. Li Zheng Yu menarik kursi ke belakang setelah meletakkan peralatan makannya. Lalu melangkahkan kakinya menuju kursi Mei-Yin yang duduk di seberangnya.
"Mei-Yin, biarkan ayah menyuapimu?" Li Zheng Yu duduk di kursi yang berada di sebelah putrinya. Ternyata sifat sang putri sangat mirip dengan mantan istri yang sangat keras kepala.
"Tidak mau." Mei-Yin menutupi mulutnya dengan telapak tangan dan menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau harus makan agar tumbuh besar seperti ayah," bujuk Li Zheng Yu yang sudah kehabisan cara.
Prang….
"Aku tidak lapar!" Mei-Yin mendorong piring yang tengah dipegang oleh Li Zheng Yu hingga terjatuh ke lantai.
Suara benturan itu menimbulkan suara yang cukup keras hingga membuat Ling Zhi ke ruang makan takut terjadi sesuatu. Namun hanya berdiri saja setelah melihat apa yang terjadi.
Li Zheng Yu menahan nafas dengan mata terpejam agar tidak kehilangan kontrol yang akan membuat Mei-Yin semakin marah.
"Jika kau tidak ingin makan lalu apa yang kau inginkan?" tanya Li Zheng Yu sembari menggertakan giginya kuat-kuat.
"Aku ingin ke rumah bibi Xiao Yi," sahut Mei-Yin dengan wajah cemberut.
"Ayah ingin tanya padamu, sebenarnya apa yang membuat kau begitu menyukai bibi Xiao Yi?" tanya Li Zheng Yu dengan nada sedikit meninggi.
Sejak kedatangannya ke Hangzhou, Li Zheng Yu merasa frustasi karena permintaan Mei-Yin yang selalu saja tentang gadis itu. Padahal Xiao Yi sekali tidak menyukai putrinya.
Bukannya menjawab, Mei-Yin justru turun dari kursinya. Lalu melangkahkan kakinya keluar dari ruang makan.
"Mei-Yin, tidak sopan pergi begitu saja saat ada orang dewasa sedang berbicara denganmu," ujar Li Zheng Yu sembari mengusap gusar wajah hingga rambutnya.
Li Zheng Yu akhirnya mengikuti putrinya. Jangan sampai Mei-Yin membuat keributan. Baru saja melangkah di ruang keluarga, Li Zheng Yu melihat putrinya yang sedang membuka sebuah laci dekat meja.
"Mei-Yin, apa yang sebenarnya kau cari?" ujar Li Zheng Yu sembari memijat ruang di antara alisnya.
Tanpa berkata-kata apapun, Mei-Yin menunjukkan sebuah foto sewaktu dirinya berumur dua tahun yang sedang duduk di pangkuan seorang wanita yang sangat cantik.
Li Zheng Yu mengerutkan keningnya karena tidak mengerti apa maksud Mei-Yin.
"Lihatlah, bibi Xiao Yi sangat mirip dengan ibu," ujar Mei-Yin sembari menunjuk seorang wanita yang tengah tersenyum di dalam foto.
"Tidak mirip sama sekali," ujar Li Zheng Yu datar tanpa melihat foto yang tengah dipegang putrinya.
Itu adalah sebuah foto Mei-Yin dan mantan istrinya beberapa tahun lalu. Li Zheng Yu tidak ingin mengingat sesuatu yang telah lampau. Yang lalu biarlah berlalu dan cukup menjadi kenangan dalam hidup meskipun sangat pahit.
"Ayah, coba perhatikan betul-betul. Wajah ibu dan bibi Xiao Yi sangat mirip," ujar Mei-Yin dengan perasaan kesal karena ayahnya tidak mau melihat foto.
"Jika Ayah tidak mau mengantarku ke rumah bibi Xiao Yi, maka aku ingin Ayah meminta ibu untuk kembali," ancam Mei-Yin lalu menundukkan kepalanya, hatinya sedih karena belum sempat mengingat wajah ibunya tapi sudah meninggalkannya.
Li Zheng Yu kemudian berjongkok di hadapan Mei-Yin. Tidak tega melihatnya yang bersedih karena merindukan ibunya.
Mei-Yin hanya tahu ibunya lewat foto yang sedang dipegangnya. Ketika Mei-Yin berumur 2 tahun, ibunya sudah pergi ke luar negeri dan sepertinya tidak berniat untuk kembali.
"Baiklah, sekarang juga kita ke rumah bibi Xiao Yi. Jangan bersedih lagi," bujuk Li Zheng Yu dengan lembut. Tidak ada maksud sama sekali untuk membuatnya bersedih.
Mei-Yin menegakkan kepalanya dengan wajah yang kembali ceria. Seperti sudah mendapatkan berita yang sangat bagus.
Dengan jarak yang hanya beberapa meter Li Zheng Yu mengendarai mobil Porsche Cayman berwarna putih. Kemudian memarkirkan mobil itu di sisi jalan tepat di perumahan The Rose Flower No. 10.
Li Zheng Yu masih berada di dalam mobil bersama Mei-Yin. Mengamati rumah tingkat dua dengan ukuran minimalis yang masih tampak sepi. Rumah itu juga masih gelap seperti tidak berpenghuni.
"Mei-Yin, sepertinya bibi Xiao Yi belum pulang," ujar Li Zheng Yu.
"Kita tunggu saja sampai mereka pulang," tukas Mei-Yin dengan polos tanpa memperdulikan Li Zheng Yu.ysng memasang wajah masam.
"Ini sudah malam, tidak baik jika kita mengganggu orang lain."
Mei-Yin langsung memasang wajah cemberut karena ucapan Li Zheng Yu membuatnya pesimis.
"Baiklah, kita akan menunggu di sini sampai pagi kalau perlu," rutuk Li Zheng Yu sembari mendesah panjang.
Mereka terus menunggu hingga satu jam. Li Zheng Yu sudah duduk gelisah karena tidak betah duduk terlalu lama, membuatnya terasa sangat bosan.
"Mei-Yin, apa kau belum mengantuk?" ujar Li Zheng Yu yang sudah memejamkan matanya sembari menyandarkan kepalanya.
"Jika Ayah ingin tidur silahkan saja, aku akan tetap terjaga sebelum bibi Xiao Yi pulang." Pandangan Mei-Yin terus tertuju rumah yang masih sepi.
"Baiklah, ayah akan tertidur," ujar Li Zheng Yu.