Rose langsung menatap Ryujin marah "jujur gue..." Rose mengacak-acak rambutnya lalu, menghembuskan napasnya marah. "Gue gak mau kehilagan, gak, gak, gak..." Ryujin berdiri lalu mengusap punggung Rose "Rose, lo tenang...." Rose langsung menatap Ryujin tajam. "Kalo Jisoo marah sama gue..." suara pintu tetbuka membuat Ryujin dan Rose menatap ke arah tersebut "Jis?" Jisoo langsung meninju pipi Ryujin lalu menatap Rose yang sedang berdiri di balik jeruji besi.
"Kamu gapapa kan?" Rose mengangguk lalu menggenggam tangan Ryujin, "Ryujin yang nyuruh aku berhentiin, aku gak tau harus apa. Aku... aku ngangkat telpon, aku tinju hidungnya tapi dia langsung mati. Aku kira dia pingsan" Jisoo mengangguk, "aku tau..." Jisoo langsung mengusap tangan Rose dan menatap matanya, salah satu petugas langsung membuka selnya, Jisoo langsung membuka pintu selnya dan memeluk Rose erat.
"Kamu gapapa?" Rose mengangguk, Ryujin langsung melihat darahnya di jempol, "aku udah ketemu sama yang bertanggung jawab" Jisoo melirik Ryujin lalu ia menghembuskan napasnya, "gue bener-bener minta maaf" Jisoo langsung menarik tangan Rose, "orangnya gak mati, kok.. tapi koma" Jisoo langsung membawa Rose keluar dari kantor polisi.
.
.
.
.
.
.
Jisoo langsung menuangkan air mineral lalu memberikannya ke Rose yang sedang duduk di meja makan lalu ia duduk di samping Rose dan menggenggam tangannya, "hey.." Rose menatap mata Jisoo dengan takut, "aku di sini..." Jisoo mengusap punggung tangan Rose lembut lalu menatap buku jari Jisoo. "Kamu gapapa? Ini pertama kali kan?" Jisoo mengangguk lalu tersenyum "di kompres sama air anget, pasti sembuh" Rose langsung memeluk Jisoo dan Jisoo langsung mengusap punggung Rose.
Rose menangis dan memeluk erat Jisoo, "maafin aku.. aku-aku.. gak sengaja, R-Ryujin yang teriak duluan" Jisoo mengangguk. "Untung sekitar toko deket restoran ada CCTV aku juga liat kok kejadiannya" Rose massih menangis di pelukkan Jisoo. "Ak-aku takut kamu marah, Jis. Aku takut kamu tinggalin aku" Jisoo mengusap lembut rambut Rose lalu melepaskan pelukannya dan mengahpus air mata Rose.
"Aku tau, kamu baru kali ini ketangkep kan?" Rose mengangguk, "udah sayang.. udah" Rose langsung memeluk Jisoo kembali dengan erat, "aku di sini, gak akan kemana-mana" Jisoo menghembuskan napasnya kasar dan ia diam-diam menghapus air matanya, "aku lega kamu gak bersalah, aku..." Rose menatap mata Jisoo. "Aku seneng, kamu gak bersalah. Rose, aku seneng dan lega" Rose langsung mengangguk lalu menghapus air mata Jisoo.
"Kalo boleh tau, Tzuyu tadi telpon" Rose memainkan kancing kemeja Jisoo, "aku bilang 'Rosenya lagi sibuk ngurusin gue'" Rose tertawa kecil lalu menatap mata Jisoo. "Tapi aku mohon sama kamu.. jangan lari, dari tanggung jawab kamu. Paham?" Rose mengangguk. "Kalo kamu lari, artinya kamu bersalah" Rose menatap mata Jisoo dan Jisoo mendengar suara pintu di ketuk.
"Aku buka pintu dulu" Jisoo langsung berdiri dan menghampiri pintu lalu membukanya, "Chaer? Ngapain?" Jisoo langsung menyuruh Chaeryoung masuk lalu Rose menatap Chaeryoung. "Dua hari lagi... Rose langsung berdiri dan berjalan menuju kamar mereka dan ia mendengar suara bantingan yang keras. "Maaf, Rose... masih marah" Chaeryoung mengangguk "gapapa kok" Chaeryoung mengusap air matanya lalu menghembuskan napasnya.
"Mending lo tidur di sini, udah malem. Rose masih marah sama kejadian itu" Chaeryoung menggeleng, "gapapa, gue sama abangnya" Jisoo mengangguk "nanti gue ngomong sama Rose, dia masih marah, sama situasi yang kaya gini" Chaeryoung langsung pergi tanpa mengatakan sepatah kata apapun lalu Jisoo menutup pintunya.
Jisoo langsung membereskan gelasnya, lalu mengisi ulang air dan makanan Dalgom dan ia juga tidak lupa untuk mengecek litter box, "udah..." Jisoo langsung mematikan lampunya lalu berjalan menuju kamarnya dan kamar Rose. Jisoo langsung menghampiri Rose yang sudah tertidur lalu ia berjalan menuju kasur perlahan karena tidak ingin membangunkan Rose yang sedang tertidur pulas. Jisoo merebahkan tubuhnya lalu ia memeluk Rose dan memejamkan matanya.
,
.
.
.
.
.
"Jis?" Jisoo membuka matanya lalu mendengar suara alarm yang berbunyi lalu ia mematikan alaramnya. Jisoo mengucek matanya lalu menatap Rose yang sudah terbangun lalu ia memberikan hapenya, "morning too" Jisoo duduk menyandarkan punggungnya di headboard lalu ia menatap hapenya. "Aku keterima project" Rose mengangguk, "kalo aku boleh tau, kamu.. pilih project apa?" Jisoo langsung merebahkan kembali tubuhnya.
Lalu meregangkan otot-otot yang kaku, "sistem keamanan" Rose mengangguk, "aku... bantuin?" Jisoo menatap Rose, "kamu gak ngantor hari ini, Tzuyu bilang kamu ada meeting sama dia" Rose menggeleng, "aku... undur sampe aku tenang" Rose memeluk Jisoo. "Chaeryoung gimana?" Jisoo menghembuskan napasnya kasar lalu menatap Rose, "menurut kamu aku harus gimana?" Rose mendangakkan dan menatap wajah Jisoo.
"Menurut aku?" Rose mengangguk, "aku lebih suka kamu hadir sebagai saksi buat Ryujin dan katakan yang sebenernya" Rose menatap Jisoo, "nanti dia gak di penjara" Jisoo memeluk Rose lalu mencium pucuk kepalanya. "Aku takut..." Jisoo menggeleng. "Kadang sistem gak adil, ada yang adil.. that's life, Rose" Rose langsung menindih Jisoo lalu menatap wajahnya, "keknya pernah ngalamin?" Jisoo tersenyum.
Jisoo mencium bibir Rose, lalu ia tersenyum "beneran mau denger?" Rose menatap mata Jisoo lalu mengangguk. "pengen" Jisoo langsung mengusap kedua pundak Rose, "tiga tahun yang lalu, aku hampir di penjara gara-gara ngelempar batu, tapi sebenernya bukan aku" Rose mengangguk. "Polisi yang nangkep aku, gak hikum atau di pecat. Tapi, yang aku denger sekarang, polisi yang waktu itu nangkep aku... udah di pecat dan hilang kontak" Rose mengangguk.
"Yang perlu kamu pelajari dari hidup ini, Rose... hanya satu. Aku gak pernah ngelakuin banyak hal yang pernah kamu lakuin, tapi aku tau kamu itu orang baik. Cuman keadaan yang gak berpihak ke kamu" Rose diam sambil menatap Jisoo. "Aku... pernah kehilangan dua orang yang paling aku sayngin ayah dan Yuna. Dan aku gak mau kehilangan kamu dan ibu aku" Rose mengusap punggung tangan Jisoo lalu menatap matanya.
"Emang... kadang dunia gak adil, kadang kita harus egois. Aku tau nantinya Chaeryoung bakal marah atau enggak, aku gak tau" Rose mengangguk, "yang jelas, aku gak maksa kamu buat berkata bohong di pengadilan nanti oke?" Rose mengangguk, "aku juga di panggil jadi saksi, kok" Jisoo menggenggam tangan Rose erat.
"Aku malah pengen cium kamu sekarang" Jisoo tertawa, "kalo gitu, sekarang" Jisoo langsung mencium Rose dan mengusap punggungnya dan melumatnya, "morning...?" Jisoo menggeleng, "you are my 'breakfast'" Rose langsung mendorong bahu Jisoo. "Projectnya?" Jisoo menghembuskan napasnya kasar. "Aku jadi developer aja ya?" Rose tertawa dan mereka melanjutkan apa yang tertunda.
.
.
.
.
.
.
Jisoo langsung memeluk Rose dan memakan popcornya dan Dalgom tidur di sofa. Mereka berdua sedang menonton film yang baru, Trapped At China Town, "aku.. suka di sini yang jadi Lobak" Jisoo menyuapkan es krimnya lalu mengangguk. Rose menyandarkan kepalanya di pundak Jisoo. "Kamu yakin, kamu mau buat perusahaan cabang?" Rose mengangguk. "Tapi aku bingung, aku harus milih di security dan... IT" Jisoo mengangguk.
"Menurut kamu?" Rose langsung menyendokkan es krimnya "Security sudah banyak, IT juga.." Jisoo menghembuskan napasnya, "perusahaan induk kamu, Investment. Coba bikin non-profit company tapi..." Rose menggeleng, "aku gak mau jadi Al Capone" Jisoo mencium pipi Rose singkat, "yaudah... gimana kalo cafe?" Rose menatap Jisoo, "atau coffee shop" Jisoo langsung mengambil laptopnya. Dan memberikan laptopnya kepada Rose.
TBC