Savira mengangguk ragu. "Aku—ke atas dulu Ga, Nadila masih di atas soalnya," pamit Savira.
Kedua lelaki itu berperang pandangan. Dengan mata menatap tajam seolah tak ingin kalah memperdebatkan Savira.
Hidup itu penuh dengan persaingan. Ketika tadi siang ayah Raga bisa mendapatkan kedudukanya kembali dengan mendapatkan suara lebih banyak daripada pamannya. Kini Raga harus bertarung sendirian dengan lawan yang sebelumnya pernah dia kalahkan. Dulu.
Dan kini? Dia harus menghadapi lelaki itu lagi.
Rafael membuang napasnya dengan kasar. Dia berkacak pinggang tak terima jika akan kalah dengan Raga.
"Lama gak ketemu ya," ucap Rafael. "Dan kamu masih seperti biasa, menganggu," ledeknya.
Raga tersenyum. "Kamu juga sama, eh enggak. Sekarang lebih kelihatan tua. Apa karena ada beban hidup yang berat?" Raga tak mau kalah.
"Tinggalin Savira mumpung aku masih bisa ngomong baik-baik sama kamu."
"Bilang kasar juga gak apa-apa kok, hidupku lebih keras dari omongan kamu."