Aku melihat wajah dia benar-benar tak bisa berkata-kata.
Air matanya tiba-tiba jatuh begitu saja hingga membuatku merasa bersalah karena sudah membuatnya bersedih diwaktu yang seharusnya tidur ini.
Seperti air mata keharuan yang ada di dalam dirinya.
Mungkin jika aku berada di posisi Arnaf pun, aku akan merasakan hal yang sama bahkan jauh lebih daripada itu.
"Seperti bukan sebuah mimpi saat aku mendengar semuanya. Apa kamu bisa mengatakan semuanya lagi untuk meyakinkan hati aku?" tanya Arnaf kemudian dengan mata berkaca-kaca.
Aku mengangguk.