Haya sudah bertekad untuk menghapalkan rute menuju kastil Aaron. Sayangnya saat duduk di dalam mobil Aaron, gadis itu langsung tertidur sambil memeluk perutnya yang terasa sakit karena terlalu banyak minum bir.
Melihat Haya tidur meringkuk di kursi penumpang di sebelahnya, Aaron langsung menyelimuti gadis itu dengan jaketnya. Dia tidak ingin Haya kedinginan.
Saat Haya membuka mata, mobil Aaron sudah berhenti di depan kastil yang berada di tengah hutan. Kastil itu dijaga banyak pria berbadan besar. Mungkin 30 orang.
"Kita udah sampai?" tanya Haya kaget. Dia memperhatikan sekitar. Kastil Aaron masih nampak sama. Terlihat megah sekaligus misterius.
"Iya," jawab Aaron sambil tersenyum.
Anak buah Aaron yang menjaga di depan kasil, langsung membukakan pintu mobil untuk Haya. Lalu mereka membungkukan kepala begitu melihat Aaron turun dari mobil.
Pria ini kelihatan sangat dihormati, batin Haya.
Aaron membawa Haya masuk ke dalam kastil. Isi kastil itu masih sama. Ada ukiran emas di setiap sudut dinding dan perabotan bergaya klasik. Lampu-lampu di dalam kastil juga masih redup. Membuat Haya merinding. Ia merasa masuk ke dalam rumah hantu.
Kastil Aaron sangat luas. Mereka harus berjalan melewati ruang tamu. Lalu melewati lorong panjang berisi lukisan-lukisan yang biasa dipamerkan di galeri seni internasional. Haya sampai menerka-nerka berapa harga setiap lukisan di lorong itu.
"Apa kamu ingin lukisan?" Aaron bertanya sambil memperhatikan wajah kagum Haya melihat lukisan-lukisan koleksinya.
"Apa boleh?" Haya terlihat senang.
Aaron tertawa. "Tentu saja. Ambilah manapun yang kamu mau. Kamu boleh ambil semuanya."
"Aku pegang kata-katamu." Haya tidak bisa menyembunyikan rasa gembiranya karena boleh memiliki koleksi lukisan Aaron. Melihat Haya senang, senyum Aaron mengembang.
Setelah berjalan menyusuri lorong, mereka melewati ruang makan. Haya masih ingat dirinya pernah makan malam bersama pria di sebelanya ini. Tepatnya saat Aaron menculik dirinya beberapa waktu lalu.
Terakhir mereka sampai di halaman belakang kastil. Di sana Haya bisa melihat kolam renang besar, pepohonan rimbun dan kursi taman putih cantik lengkap dengan meja.
"Aku rasa kamu harus menanam bunga, Aaron. Halaman belakangmu kelihatan menyeramkan," komentar Haya.
Mereka duduk di kursi taman sambil melihat pemandangan halaman belakang Aaron yang luas. Tak lupa Aaron meminta salah satu anak buahnya membuatkan teh jahe untuk Haya.
Saat meminum teh jahe, perut Haya merasa nyaman. Rasa mualnya perlahan menghilang.
"Kenapa kamu terus memandang wajahku?" Haya menaikan alis. Ia merasa Aaron terus memperhatikan dirinya.
Aaron tersenyum sambil terus memperhatikan Haya dengan intens. "Aku suka melihat wajahmu, Haya."
Jantung Haya berdegub mendengar kata-kata Aaron barusan. Apa pria ini mencoba menggodaku, batin Haya.
"Katamu aku boleh 10 pertanyaan kalau kita sampai di kastilmu," Haya berusaha mengalihkan pembicaraan. Suasana mendadak canggung karena kata-kata Aaron tadi.
"Kastil?"
"Rumahmu terlalu besar buatku, aku merasa ini lebih mirip kastil daripada sebuah rumah."
"Ini bukan rumahku. Ini kediamanku, Haya," Aaron meluruskan.
Haya menyipitkan mata. "Emang ada perbedaan antara kediaman dan rumah? Menurutku sama aja."
"Tentu saja. Kediaman itu hanya sebuah bangunan yang kamu gunakan untuk tidur. Tapi rumah adalah tempat dimana orang yang kamu cintai berada. Jadi tempat ini bukan rumah bagiku. Orang yang kucintai tidak tinggal di sini," Aaron menjelaskan. Mata pria itu begitu serius saat membahas perbedaan kediaman dan rumah.
Entah apa yang terjadi pada Haya hari ini. Dia merasa pipinya memanas. Apa ini afek Haya terlalu banyak minum bir atau efek mendengar kata-kata Aaron?
Aaron bersandar di kursi. "Apa yang ingin kamu tanyakan padaku?"
Lamunan Haya buyar. Dia menarik napas. "Pertama aku ingin bertanya siapa dirimu."
"Kamu pasti sudah tahu kalau aku ketua gangster. Orang-orang biasa memanggilku dengan sebutan Hades." Aaron masih ingat Haya tahu siapa dirinya dari Ibas.
"Apa aku harus memanggilmu dengan sebuatan Hades juga? Kata Ibas itu tidak sopan."
Aaron menggeleng sambil tertawa. "Kamu bisa memanggilku Aaron, Haya. Memanggilku dengan sebutan Hades hanya berlaku untuk masyarakat bawah tanah."
Saat Aaron menyebutkan masyarakat bawah tanah, Haya jadi ingin bertanya tentang itu. "Apa artinya masyarakat bawah tanah?"
"Hmm… itu semacam sebutan untuk orang-orang yang tergabung atau bekerjasama dengan gangster."
Haya paham sekarang. Kalau begitu Aaron adalah pria yang ditakuti oleh orang-orang yangtergabung dan bekerjasama dengan gangster.
Seram sekali, batin Haya.
"Apa kamu gak membunuh Ibas?" Haya memastikan.
"Aku gak membunuhnya. Aku bisa bersumpah untuk ini."
"Gimana dengan membunuh orang? Apa kamu pernah membunuh sebelumnya?" Ini adalah pertanyaan yang ingin Haya tanyakan pada Aaron setelah mendengar cerita Ibas.
Aaron memandang mata Haya lurus-lurus. Tatapan pria itu begitu gelap. Seolah ia pernah melakukan kejahatan besar. "Tentu saja."
"Berapa banyak?" Haya semakin penasaran.
"Kalau aku menyebutkan angkanya, kamu bisa kena serangan jantung," Aaron memperingatkan.
"Baiklah. Kamu gak perlu menyebutkan angkanya." Sekarang Haya mulai takut dengan Aaron.
Tak lama anak buah Aaron muncul. Mereka membawakan sup jamur yang masih panas.
"Makanlah, Haya." Aaron menyuruh Haya mencicipi sup.
Haya ragu, haruskah ia makan. Pria di depannya ini sudah pernah membunuh banyak orang. Membunuh dirinya dengan sebuah sup bukan hal yang sulit untuk Aaron. Tapi perutnya lapar dan bau sup jamur di depannya sangat menggoda.
"Aku gak meletakan racun di dalamnya," kata Aaron seolah ia bisa membaca pikiran Haya. Akhirnya Haya makan. Dia lapar sekali.
"Enak banget," Haya merasa senang. Dia terus menyuapkan sup ke dalam mulutnya. "Aku heran, apa kamu juga punya koki pribadi di sini? Setiap kali ke kediamanmu, aku selalu makan makanan enak."
"Ya. Aku punya koki pribadi." Koki pribadi yang dimaksudnya adalah Riko.
"Apa dia anggota gangster?" tanya Haya.
Aaron mengangguk. Lalu Aaron meminta anak buahnya membawakan Haya semangkuk sup jamur.
"Di rumah—maksudku di kediamanmu ini, apa kamu tinggal sendirian?" Haya tidak melihat siapapun selain anak buah Aaron di kastil.
"Ya."
Alis Haya terangkat. "Kamu gak punya keluarga di sini?"
Aaron menggeleng.
Haya jadi kasihan dengan Aaron. Pria itu pasti kesepian tinggal di kastil besar dan hanya ditemani para anak buah.
"Apa kamu tahu 13 gangster besar?" Haya bertanya. Dia merasa Aaron tahu tentang 13 gangster.
"Aku gak bisa menjawabnya."
"Kenapa?"
"Kamu udah tanya 10 pertanyaan," jawab Aaron. Rupanya Aaron menghitung pertanyaan-pertanyaan Haya. "Kalau kamu mau bertanya padaku hal lain, kamu bisa tanyakan itu dilain waktu."
"…."
Sial, artinya aku harus bertemu Aaron lagi, batin Haya.
….
"Kayaknya kamu benar deh kalau Bos tertarik dengan polisi itu," komentar Mike dari balik jendela dapur. Di sebelahnya ada Riko dan Arif. Mereka bertiga sudah memperhatikan Aaron dan Haya dari tadi.
"Sudah kubilang, Mike. Bos emang tertarik dengannya," kata Riko.
"Bos kita bukan tipe orang yang mudah tertarik dengan wanita apalagi polisi. Apa yang membuat Bos tertarik dengan wanita itu sampai mengajaknya ke sini?" Mike bertanya pada kedua rekannya.
Rasa penasaran Mike tidaklah salah. Seumur hidup ia belum pernah melihat Aaron membawa wanita ke kediamannya. Aaron adalah pria yang tertutup. Dia tidak pernah memiliki teman apalagi kekasih.
Meskipun memiliki kekuasaan, kekayaan dan ditakuti oleh masyarakat bawah tanah, Aaron juga tidak pernah memanfaatkan hal itu untuk mendapatkan wanita. Justru Aaron sering terlihat jijik pada wanita-wanita yang berusaha mendekatinya.
"Aku juga gak tahu pasti sih," celetuk Riko.
Sementara itu Arif terlihat kesal melihat Aaron membawa Haya ke kediamannya. Dia semakin tidak menyukai Haya.
Aaron :)