"Rangga..." lagi, aku menahan tangannya untuk pergi.
"hmm? Apa lagi, sayang.."
"mm.. Bawa aku ke apartemenku... Malam ini, saja.. Aku.. Ingin tidur denganmu disana, aku mohon...", aku mengehala napas dan menggigit bibirku. Rangga masih memperhatikanku.. "setelahnya, aku akan ikut kemanapun kau pergi. Tapi malam ini, aku mau kembali kesana denganmu.. Aku mau makan makanan buatanmu, tapi Masaknya di apartemenku aja, ya?"
Rangga belum menjawab, dia masih memperhatikanku..
"kamu mau kita tidur disana malam ini?"
Aku mengangguk.
"kamu mau memakan masakanku di apartemenmu?"
Aku mengangguk lagi.
Lalu kulihat senyum dibibirnya. Dia mengelus rambutku...
"baiklah. Ayo kita kesana.. Dari sini juga ga jauh, kok!",
"beneran?"
"iya, sayang!"
"makasiiii!!!", aku sangat senang, langsung ku peluk Rangga dan mencium pipinya.
"ko di pipi sih?"
"maunya dimana?"
"disini!", sambil jarinya menempelkan di bibirnya.
"disitu nanti aja ya, Kalau udah sampe di apartemenku.. Hehe"
"iya deh, gapapa.. nanti aku tagih diapartemenmu!!", senyum nakal terlihat dari wajahnya, membuatku malu-malu..
"ehmm.. Sayang.."
"hmm... Apa ga?", jawabku..
"Kok, kamu panggil aku ga, sih?"
"hah? Maksudnya?"
"romantis dikit, dong sayang... Kita kan udah nikah .",
Aku tersenyum malu..
"mmm... Kamu mau dipanggil apa?"
"kira-kira apa?"
"s .ssa... syang?", aku agak terbata-bata mengatakannya.. Rasanya pipiku mau terbakar mengatakan kata itu.. Hihi, jujur aja, belum pernah aku memanggil seseorang dengan sebutan seperti itu sebelumnya.
"nah, gitu dong sayang!!! Kan jadi romantis, hehe", rangga mencium keningku kembali.
"ih, genit!", aku mencubit pinggangnya.
"biarin, kan ama istri sendiri, masa ga boleh!", tangannya memegang daguku, membuatku yang menunduk malu harus menatapnya, "mau siap-siap sekarang? Supaya ga kemaleman..", rangga mengingatkan, kalau kami mau pergi ke apartemenku.
"mau cuci-cuci dulu, terus berangkat!", pintaku.
"mau mandi juga?"
Aku menggeleng, "nanti kemaleman! ga bisa ngapa-ngapain disana!"
"emang mau ngapain?"
"beresin barangku, mau dibawa pindah, kan.. "
Kali ini Rangga tak menjawabku, dia cuma ketawa saja mendengar penjelasanku
"ada yang lucu?", tanyaku
"iya kamu lucu! Kalau cuma mau packing barang, aku bisa suruh.."
"ga mauuuu.. Aku mau packing sendiri!", aku cemberut.
"iya deh, sayang.. Yuk kita cepet siap-siap! Nanti kemaleman!"
"yang.. ", panggilku lagi
"apalagi, cantik?", Rangga mencubit pipiku.
"baju.. Hehe"
Dia pun tertawa.. Memang tak ada bajuku dikamar ini.. cuma baju pengantinku tadi, tapi sudah ada robek karena tangannya.
"sebentar aku hubungi airin!", Rangga meraih celana panjangnya, mengambil handphone dikantong celananya, dan menulis pesan singkat.
"aku bersih bersih dulu, ya.. Ke kamar mandi."
"sebentar, aku kirim pesan dulu ke airin. Nanti aku antar!"
Akupun menunggu Rangga selesai mengetik pesan. Kemudian dia menggendongku kekamar mandi. Kami menuju kamar mandi tanpa sehelaipun benang, sesampainya dikamar mandi, dia membersihkanku, dan dirinya sendiri. Kami banyak mengobrol. Tapi obrolan absurb.. 18+ lah, hihi.. Aku mulai ga begitu canggung lagi dengannya, begitupun Rangga. Inikah yang dirasakan pasangan yang sudah menikah? Sungguh nyaman.. Sungguh menentramkan hati..
Rangga memakaikanku jubah mandi, juga untuk dirinya sendiri sebelum kami keluar dari kamar mandi.
Tok Tok Tok
Rangga bergegas membuka pintu, mengambil tas karton, dan berjalan ke arahku, mengeluarka isi tas yang diberikan oleh Airin.
Beberapa lembar Pakaian wanita dan ada pakaian pria. Dalam tas belanja itu.
"bajumu juga ga ada?", tanyaku.
"kan di apartemenku." Rangga menjelaskan.
Kami pun berganti pakaian. Sebelum memakai baju untuknya sendiri, dia memakaikan untukku terlebih dahulu. Baru kemudian memakai bajunya.
Setelah selesai, dia menggendongku kembali. Aku meminta jalan, tapi katanya aku lamban kaya siput! Jadi dia memilih menggendongku.
"ini barang-barang kamu, vina!", airin tersenyum. Dia menunggu kami didekat lift dilantai dasar.
"berikan padaku!", pinta rangga,
"boleh?", airin meminta persetujuanku, dan aku mengangguk. Lalu dia menyerahkan tas berisi kunci apartemenku dan handphone juga kunci mobilku pada Rangga.
"mana papa?"
"udah pulang ke castle nya, hehehe.. ", airin menjawab.
"hmm.. Apa.. Papamu marah?", tanyaku agak takut ke airin.
Dia menggeleng dan tersenyum. "aman, darling... Kamu ga usah khawatir! Konflik keluarga itu biasa! Lagian itu semua hanya tentang masa lalu, tenang ajah! Papa sayang banget sama kamu! Cepetan kasih papa cucu, ya! Hihi.." celoteh airin, sedikit menenangkanku dan membuatku malu.
"keluarga besanku gimana?", kali ini Rangga yang bertanya.
Airin diam..
Aku tahu bagaimana kelakuan kekuargaku. Tapi aku ga mau ambil pusing. Mungkin mereka saat ini sudah melupakan kejadian tadi dan kembali sibuk dengan aktivitas masing-masing, kecuali kakek. Hanya dia yang mengkhawatirkanku.
"ga usah dipikir, Rangga! Biarin aja.. Hehe", aku sambil mencubit pipinya. Karena saat ini aku masih ada digendongannya. Ini kulakukan untuk mencoba menenangkannya, karena wajah Rangga seperti terbebani dengan penjelasan airin.
"ya sudah.. Sana cepet kalau mau berangkat!"
"kamu ga pulang, kak?"
"hissshhhh.. Gue balik lagi karena pesen singkat luuuuu!", kali ini airin memasang muka gemes ke rangga, tangannya pun mengepal. Mungkin kalau aku ga lagi digendong rangga, dia pasti udah meninju suamiku, hihi..
Kamipun saling berpamitan. Dan kami kembali ke apartemenku menggunakan mobilku.
Tak butuh waktu lama, 20 menit kami sudah sampai di apartemenku. Jalanan sudah ga terlalu macet, karena sekarang sudah hampir jam 11 malam.
"yang, aku mau jalan aja!", rengekku saat rangga mau menggendongku di basemen.
"kamu yakin?"
"iya, kan ada kamu, pegangin aku..", kataku mencoba meyakinkannya lagi, akhirnya membuat Rangga mengalah untuk membiarkanku jalan, tentunya sambil dia memegangku.
"vivi!"
DEG
Suara itu... Lagi??? Hah, bagaimana ini.. Jantungku berdegup kencang, kupegang tangan rangga semakin erat. Keringat dingin pun mulai keluar ditubuhku. Rangga menoleh lebih dulu.
"vivi... ", suara itu mencoba untuk membuatku menoleh menatapnya. Tapi, aku takut hatiku belum cukup kuat untuk menghadapinya.
"ada perlu apa dengan istri saya?"
"hah? Apa? Kamu... "
"aku suami vina! Ada perlu apa dengan istri saya?"
"apa itu betul, vi?", suara itu tak menggubris rangga.. Dia meminta persetujuanku. Tapi.. Ah.. Aku ga tau perasaanku, kupegang tangan rangga semakin erat, dan terasa seperti aku kehilangan oksigen, kepalaku pening, sakit sekali...
"yang, kepalaku... Aku memegang kepalaku.."
Dengan sigap Rangga menggendongku, dan berjalan menuju ke pintu masuk apartemen. Tanpa memperdulikan orang dibelakang kami. Rangga menempelkan kartu apartemenku, membuka pintu dan memencet lift.
"lepaskan vivi!!"
"dia istriku, kenapa aku harus melepaskannya?!"
"mana buktinya?"
"aku memang istrinya! Kami menikah hari ini, ini cincin pernikahanku!", kucoba menjelaskan keadaanku, bagaimanapun, aku memang istri Rangga yang sah, dan.. Aku ga mau kehilangan dia demi lelaki brengsek yang sudah mengkhianatiku 10 tahun lalu.
"jadi itu benar?"
TING
pintu lift terbuka
"kami duluan, sebaiknya anda menaiki lift setelah kami!", rangga menegaskan dan memasuki lift.
Pintu lift tertutup, Aku menyenderkan kepalaku didada rangga, kepalaku sudah sangat sakit, sehingga terasa nyaman dengan bersender seperti ini.
Kruuukk kruuuuk
"aaaaah....", kuremas perutku. Setiap kali bunyi. Rasanya begitu perih.. Akhir-akhir ini makanku sudah tak benar. Dan rasanya asam lambungku meningkat
"sabar ya, sayang.. Aku segera memasakkan untukmu sesampai kita didalam apartemen."
"yang... Maafkan aku.. Seharusnya aku ga minta kamu membawaku kembali ke apartemen ini..",
"gapapa, sayang.. Aku justru senang.. Apalagi bisa memberitahukan ke doni kalau kamu adalah istriku, hehe.." Rangga mencium keningku.
TING
Pintu lift terbuka dilantai pent house. Ranggapun segera keluar, menempelkan kunci apartemenku untuk membuka pintu.
"wah, besar sekali apartemenmu!"
"gombal! Lebih besar juga kamar dirumahmu, yang!", aku mengingatkannya.
"rumah kita, sayang...", rangga mengkoreksi.
"hmmm.. banyak pintu, yang! Yang mana kamar?"
"itu, yang di tengah!"
Rangga membuka pintu kamarku, merebahkan ku dikasur, "kamu tunggu dulu disini, aku akan memasakkan sesuatu untukmu!"
"Ha..ha..haaaatchiiiim!! Aaa.. Kepalaku sakit sekali!!!"
"k..kkk...kamu gapapa?", rangga terlihat panik.
"dindaaaaaaaaa!!!!!", aku berteriak sangat kencang, "yang, mana ponselku! Aku harus menghubungi dinda! Kamarku, debu ini.. Ha..ha...hatchiiiiiim! Aargghhhhh!! Kepalaku...", hidungku sudah memerah dan meler.
"mana handphoneku??"
"tenang dulu sayang...", pintanya
"bagaimana aku tenang.. Kamarku.. Kamarku berdebu.. Sedang aku alergi akut sama debu, dinda harusnya bersihkan ini.. Ha..ha..hatchiiiim... Urghhhh...", aku menitikkan air mataku.. Kepalaku sakit setiap kali aku sneezing.
"Sebentar, sayang..", rangga berlari ke wardrobe.. Mengambil selimut baru, bergegas keluar, tak lama kembali lagi. Meletakkan ku diatas sofa yang telah di tataki selimut baru. Dia kemudian berlari ke dapur, mengambil air putih, dan menuju ke arahku.
"apa kamu punya obat?"
"ada, di laci meja riasku.."
"oke, tunggu sebentar, aku ambilkan.", tak lama rangga keluar dari kamar dengan obat ditangannya, pergi ke pantry mencari sesuatu dan menuju kepadaku setengah berlari. Rangga memberikan kaleng biskuit dan obat.
"makan dulu biskuitnya beberapa buah, lalu minum air dan obatnya.", aku mengangguk, tanda mengerti isyaratnya. Dia pun bergeas ke dapur lagi.. Membuka kulkas, mengambil beberapa bahan, dan aku ga bisa liat apa yang dia kerjakan, tapi aku yakin dia menyiapkan sesuatu untuk makan malam.
Aku mamakan 3 buah biskuit, sebelum akhirnya meminum obat.
"sudah mendingan?", rangga bertanya dari arah dapur.
"sudah.. Terima kasih."
"makanannya sudah siap, kamu mau makan di sofa atau dimeja makan?"
"hmm.. Aku mau makan disuapin, hehe..!"kali ini rangga menengok kearahku dari dapur sambil tersenyum.
Dia berjalan membawakanku sepiring salad buah dan sayur. Setengah kecewa, dia ga bikinin aku steak atau bubur.
"buka mulutnya!", akupun memakannya. Aku ga berani protes.. Karena dia sudah bersusah payah membuatnya.
Tapi.. Rasa saladnya...hmmmmm... Enak banget!
"hmmm.. Enak banget yang... Beneran... Kamu pakein apa?"
"apa aja yang ada didapurmu!"
"hah?"
"kulkasmu hanya berisi buah-buahan, selada dan mentimun. Ga ada bahan makanan lain. Bahkan kamu juga ga punya beras. Hehe..", rangga menyuapiku suapan kedua.
Ah, pantas saja dia ga bisa bikin bubur atau steak...hihi.. Ternyata aku ga punya bahannya, betapa malunya aku...
"kenapa senyum senyum?"
"hah, enggak... Makasih ya.. Aku suka masakan kamu, yang.. Enak banget.."
"masakan kamu juga enak, kok sayang!"
"hah? Kapan aku masak buat kamu?"
"kamu punya dua ratus ribu lebih "bumbu" franchise kan? Dan menunya adalah hasil racikan tanganmu.. Benerkan?"
"aah.. Itu.. Hehe,,, tapi bukan western atau oriental kaya masakanmu.. Aku cuma bisa bikin makanan indonesia, hehe.. Karena nenekku cuma bisa masak masakan indonesia.",
"kapan-kapan aku mau dibuatin, ya!", aku hanya mengangguk mendengar permintaan rangga.
Banyak sekali yang kami bicarakan, tapi rata-rata bukan obrolan penting. Obrolan ringan canda gurau aja.. Dan tak terasa, makananku sudah habis. Rangga beranjak ke dapur.
"ga usah dicuci yang.. Biar dinda aja besok pagi cuci!"
"dinda ga akan dateng besok pagi. Dia akan masuk kerja lagi hari senin."
"Apaaaaa?"
"ibunya sakit, sayang.. Jadi dia harus ke tasik."
"lagiiiii????! Arggggghhhh. Yang, aku minta handphonekuuuu..."
"mau buat apa?"
"aku mau hubungin dia lah, potong gaji 40%!!!!"
"husshhh!!! Aku udah kasih izin dia. Biarin aja, sayang.. "
"t..tttapiiii...kamarku jadi....", belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, rangga sudah melumat bibirku sampai aku hampir kehabisan napas.
"sst... Ga usah marah-marah, nanti cepet tua! kamu ga perlu khawatir.. Kamu punya aku sekarang, sayang! tunggu disini sebentar!", kata-katanya setelah melepaskan bibirku.
Dia berjalan memakai celemek, mengambil vacuum cleaner, kemoceng, dan semua alat kebersihan. Rangga cukup cekatan, dia membersihkan seluruh apartemenku sendirian. Aku sudah lama tak pernah membersihkan kediamanku sendiri. Terakhir, pas aku kuliah di England. Namun, sejak bisnisku mulai berkembang, aku sudah tak.ada waktu lagi untuk kegiatan beberes.
45 menit, rangga sudah berhasil membersihkan semuanya..
"tunggu disitu, sebentar, sayang.."
"hmm? Tunggu lagi?", Protesku
"iya, aku mau mandi dulu, badanku berdebu. Tunggu sebentar, ya.."
Aku pun mengangguk. Senyumnya adalah yang terakhir kulihat sebelum Rangga pergi meninggalkanku ke kamar mandi. Aku merasa sangat beruntung bertemu dengannya, walaupun kami disatukan dengan kondisi yang tidak wajar, tapi Rangga, adalah hadiah terindah yang pernah kudapatkan.
Ada rasa takut dalam dadaku, apabila rasa itu pergi dari hatinya.. Tapi aku berusaha percaya dengan apa yang dikatakannya, dia akan menjagaku sampai maut memisahkan kita.
"hoaaaam.." Sepertinya aku mulai mengantuk.. Kusandarkan kepalaku di senderan sofa. Hari ini sangat panjang dan melelahkan. Semua sungguh diluar dugaan.. Apalagi, adegan ranjang tadi, sungguh menguras tenagaku. Sambil menunggu Rangga selesai mandi, aku rasa aku akan tidur sebentar untuk menghilangkan kantuk ini..
kusenderkan kepalaku di senderan sofa. punggungku juga kubuat rileks dengan menyender ke bantalan sofa. aku duduk dengan kaki selonjoran diatas sofa. tapi, kali ini aku tekuk kakiku. karena suhu ruangan terasa agak dingin. ini pertama kalinya aku tiduran di sofa ini.. memang ga nyaman, tapi ini hanya sebentar, pikirku. selesai rangga membersihkann kamarku, aku bisa tidur dengan nyaman dikasurku.
(sementara itu di bandara soekarno hatta, kedatangan internasional)
Seorang wanita dengan pakaian terusan selutut, keluar dari dalam bandara, menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya kembali.
Dia berjalan sambil menarik koper kecilnya.
"welcome back, jakarta! Hmm.. Where are you now, beb.. Aku sudah kembali!",