VanAlex MEETING ROOM
Arya masuk sambil menyusup melewati beberapa orang. Tempat duduknya tepat di samping Bryan ada di ujung meja. Ia mengumpat dalam hati karena jarak kursi yang jauh. Beberapa orang yang melihatnya datang terlambat mengernyitkan kening, sementara yang lainnya masih fokus pada presentasi general manager. Bryan melihat Arya datang memberinya delikan dan setengah emosi. Jika saja mereka hanya berdua, Bryan pasti sudah memukul kepala Arya.
Arya hanya memberi Bryan cengiran bodoh sambil duduk di kursinya. Bryan masih sibuk memperhatikan penampilan Arya yang agak tidak biasa. Hanya memakai jas tanpa dasi dengan rambut masih basah. Penasaran, Bryan kemudian mendekatkan kursinya pada Arya.
"Darimana aja lo, meeting udah mulai 15 menit yang lalu!" bisiknya emosi
"Urgent!" jawab Arya singkat dan santai. Mata Bryan langsung menatap lalu memicing ke arah Arya. Arya balas menatapnya dengan pandangan polos tanpa dosa.
"Tunggu dulu, kayaknya gue nyium bau seks di pagi hari!" ujar Bryan lagi sambil mendengus dan membaui tubuh Arya.
"Aishh... shut up, kita sedang meeting!" Arya sok menegur sambil mengardik berbisik. Barulah Bryan menegakkan kembali tubuhnya lagi. Dia menggeleng dan Arya tersenyum menang.
Dua jam meeting, akhirnya para investor setuju memberikan proyek pembangunan resort dan hotel pada VanAlex dan menggunakan jasa Rkive, perusahaan Arya sebagai designer. Setelah semua orang pergi, Bryan menarik Arya masuk ke dalam ruangannya. Arya sudah bisa menebak jika dia pasti mau cari tau soal tadi pagi.
"Gue lapar, kita makan sekarang yuk!" ujar Arya sambil memasang wajah memelas.
"Tunggu dulu, lo harus cerita kenapa telat... telat banget tadi pagi!" tanya Bryan sambil menyilangkan kedua lengan di dadanya.
"Gue ada sedikit urusan tiba tiba."
"Tiba tiba? Apa itu"
Arya menghela napas dan memandang Bryan dengan tatapan tak percaya, kenapa Bryan begitu kelewat perdulian seperti ini? Bryan kemudian memicingkan matanya. Bertanya dengan tampangnya yang konyol tapi tampan.
"Gue... bang!" Arya bahkan memberi deskripsi dengan cara mengepalkan tangan ke depan. Bryan menaikkan alisnya mendengar jawabannya.
"Kapan?"
"Habis joging tadi." Bryan mengernyitkan kening.
"Ini cewek yang mana sih!"
"Yang gue bawa semalam dari Delacey." Bryan menghela napas kesal dan membuang muka.
"Damn Arya!"
"So what, gue kan punya kebutuhan!"
"Apa gak cukup semalaman lo..."
"Tadi malam kami gak ngapa ngapain, baru tadi pagi kejadiannya."
"Lain kali lakuin itu pas weekend atau malam, jangan pagi pas mau ada meeting!" Bryan menunjukkan sikap bossy-nya dan Arya hanya mengangguk saja. Ia tau jika ia salah. Harusnya Arya bisa menahan nafsunya.
Tak lama ponsel Bryan berdering dan tak butuh waktu lama Bryan mengangkatnya. Arya memilih duduk di sofa kantor, menunggu waktu untuk bisa makan siang bersama Bryan.
"Hai, Alisha, ah I miss you a lot Sister," sapa Bryan pada kakaknya.
"Hei Baby, kamu lagi sibuk ya?"
"Gak baru selesai meeting. Ada apa, Alisha?"
"Gak, aku cuma kangen kamu. Dirumah rasanya aneh sekarang."
"Hhmm, aneh kenapa?"
"Kasihan Daddy, Tante Rita meninggal dua hari lalu, Bry!"
"Hah, APA!" Bryan terkejut dan memandang Arya. Arya sempat mengernyitkan kening bertanya dengan matanya, apa yang sedang terjadi? Bryan masih mendengarkan Alisha. Tangannya mengurut tekuk lehernya berganatian seperti sedang stres
"So, Daddy gimana sekarang?"
"Ya gitu deh, Bry. Masih berduka, murung terus."
"Ya udah, ntar aku ngomong sama Daddy."
"Thank you, Bryan. I love you."
"I love you too," balas Bryan sambil menutup teleponnya. Bryan kemudian menyandarkan punggung di sudut meja kerjanya. Dia terdiam sampai Arya datang menghampirinya. Bryan kemudian mengangkat pandangannya.
"Tante Rita meninggal."
"APA!".
Arya membelalakkan matanya. Ini berita paling mengejutkan hari ini. Bryan meletakkan ponsel di atas meja sambil masih duduk di pinggirnya.
"Lo gak apa?" tanya Arya dengan mata khawatir.
"Yeah, gue gak apa tapi Daddy gak, Alisha bilang dia sangat terpukul." Arya mengangguk tanpa berkomentar. Matanya masih memandang Bryan yang melihat ke arah lain diruangan. Entah bagaimana perasaan Bryan saat tau soal ini.
"Gue akan cari waktu untuk bicara sama Daddy, dia butuh support kan?" tambahnya lagi.
"Sure, Lo emang harus ngomong sama Om Hans. Dia pasti sangat sangat sedih, Tante Rita sudah menemaninya selama 12 tahun dan dia mengurus Om Hans dengan sangat baik." Arya menambahkan pendapatnya. Bryan mengangguk setuju. Dia memang harus mengakui bahwa Tante Rita benar benar menjaga Ayahnya dengan baik.
'Dia istri yang baik dan Daddy sangat beruntung sempat menjadi suaminya,' ujar batin Bryan.
"Jadi... apa lo akan pulang?" tanya Arya sambil menarik napas panjang.
"I don't know, kalo pun pulang mungkin hanya akan dua atau tiga hari, kita punya banyak pekerjaan disini."
"Lo yakin? tapi gua gak yakin lo bakal sebentar di Indonesia."
"Emang kenapa?" Bryan melihat ke mata Arya
"I dont know... emangnya lo gak pengen ketemu orang lain?" tanya Arya dengan pandangan serius. Bryan tidak menjawab meski dia tau apa yang dimaksud Arya.
"Gak ada orang penting lain yang harus gua temui selain daddy, Alisha dan mungkin keluarga lo." Arya hanya tersenyum tipis dan mengangguk.
"Gue denger dia juga menjaga Om Hans dengan baik, selama Alisha sempat bolak balik rumah sakit, dia juga nemenin Alisha." Bryan hanya diam.
"Come on Bryan, mau sampe kapan lo menghindar terus!" Bryan masih diam dan melipat kedua lengan di dadanya. Melihat Bryan tak mau mengaku, Arya kemudian mendekat dan meletakkan telapak tangan sebelah kanannya pada dada bawah Bryan.
"Lo bahkan mengukir namanya di bawah jantung. Apa itu namanya..." Arya menyeringai menang dan Bryan hanya diam saja. Wajahnya mulai tegang.
"A melody, a love..."
"Udah deh, Arya!" hardik Bryan menepis tangan Arya. Sudah sekian lama Arya tidak pernah menyinggung nama itu lagi. Bryan seolah dihantam kenangan masa lalu yang sedikitpun sebenarnya tidak pernah hilang dari benaknya.
"Dia gak berarti apa apa, cuma cinta monyet," tambah Bryan
"Cinta monyet yang gak pernah selesai," bantah Arya lebih sengit
"I said stop, dia sudah gak berarti apa apa lagi!".
"Selama itu belum selesai selama itu juga lo gak akan tenang, waktu lo ketemu dia nanti, lo bakalan ngejar dia lagi kayak dulu!"
"Gak bakalan!" tegas Bryan mulai emosi.
"Ya udah, gak bakalan!" balas Arya sarkas sambil tersenyum. Mood Bryan langsung jadi jelek gara-gara pembicaraan itu. Arya yang menyadari lalu tersenyum dan tertawa.
"Ini report soal project games "military camp" lo harus periksa sekarang" ujar Arya memberikan laporan pada Bryan. Bryan mengambilnya dan berputar menuju mejanya.
"Ok let's discuss about this." keduanya pun sejenak melupakan omongan sebelumnya dan fokus lagi pada pekerjaan. Ini harus selesai sebelum malam.
Berikan Review dan PS nya ya... jangan lupa baca juga seri The Seven Wolves lainnya...