Sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke rumah, kami mampir ke Rest Area Tol Cipali. Kebetulan sejak tadi aku menahan diri untuk membuang hajat, ketika sampai aku langsung pergi ke toilet umum. Selesai membuang hajat aku memberikan selembar dua ribu, kepada penjaga toilet di luar. Lega rasanya ketika aku bisa mengeluarkannya hingga tak tersisa. Andaikan beban di hati dan juga pikiranku, bisa keluar layaknya membuang hajat. Sayangnya untuk mengeluarkan hal itu, dibutuhkan waktu yang sangat lama. Kemudian kami menghampiri sebuah warung makan, untuk makan malam. Padahal jam baru saja menunjukan pukul lima sore, dua jam lebih awal dari sebelumnya.
Kulihat awan sudah mulai mendung, lalu kilatan cahaya mulai menyambar-nyambar. Sambil menunggu pesanan, aku menikmati secangkir teh tawar gratis di atas meja. Aku baru sadar bahwa ada lima anggota keluargaku, yang ikut menjemputku. Yang pertama adalah Papah, Mamah, adikku, ponakanku, dan terakhir adalah Nenek tetapi aku sering memanggilnya "Emih". Hari ini terasa berat sekali, seluruh tubuhku terasa hampa, pikiranku mulai kosong, dan pandanganku mulai kosong. Bahkan ketika kedua orang tua sedang berbicara denganku, aku tidak bisa menyimak apa yang mereka katakan. Menu makanan hari ini adalah nasi goreng kesukaanku, entah mengapa ketika aku mencicipinya rasanya terasa hambar.
Biasanya apapun jenis nasi goreng yang aku makan, pasti aku dapat menghabiskannya tanpa tersisa. Kini aku hanya mampu memakan sepuluh sendok saja. Tak terasa hujan pun mulai turun, seketika aku teringat ketika diriku sedang mengikuti MADABINTAL. Waktu itu aku dua kali berteriak untuk meminta pulang, bahkan ketika aku berada di asrama aku mengatakan hal yang sama. Sekarang aku sedang berada diperjalanan ke rumah, lalu setelah ini apa yang harus aku lakukan? Sementara teman-temanku diluar sana, memulai langkahnya untuk meraih impian. Rasanya diriku semakin tertinggal oleh mereka, sungguh lemah dan menyedihkannya diriku.
Tetesan hujan telah meredam kebisingan disekitarku. Ini adalah waktu yang pas untuk menikmati waktuku seorang diri. Dibandingkan diriku harus mendengarkan, percakapan mereka yang membuat pikiranku bertambah pusing. Lagipula mereka juga sama saja, selalu melihat apa yang terlihat, dibandingkan apa yang ada didalam.
Terkadang aku bertanya kepada diriku, apakah keputusan kali ini benar? Namun diriku sendiri tak mengetahuinya. Aku teringat sebelum diriku dijemput oleh keluargaku dikelas. Waktu itu suasana kelas sedang ramai, ketika mendengar gurauan dari Sang Pengajar.
Saat itu, aku sedang menulis surat untuk teman kelasku. Tak ada satupun dari mereka yang tau, kecuali sepupuku Yoga. Sebelum berangkat menuju akademi untuk terakhir kalinya, ia memintaku untuk menyapaikan kesan dan pesan, kepada teman-temanku. Namun karena terlalu menyedihkan sekaligus malu, maka aku hanya bisa sanggup menyampaikannya dengan sepucup surat. Lalu surat itu, langsung aku letakan diatas meja kelas ketika keluarga menjemputku.
Tiba-tiba Papah menepuk tanganku, sebanyak tiga kali lalu ia berkata.
"Jadi bagaimana, apa kamu ingin kembali ke akademi itu?" Tanya Papah.
"Tenang aja Fad sekarang kamu istirahat saja, kalau kamu ingin kembali mamah punya kenalan kok disana." Kata mamahku.
"Maaf bisakah kalian tidak membicarakan hal ini sekarang." Menatap kedua orang tuaku, dengan nada cukup tinggi.
Mereka berdua membuatku kesal, seharusnya ketika seorang anak sedang depresi, jangan terlalu memberikan banyak pertanyaan. Sebaiknya berikan sebuah motivasi, jika tidak bisa lebih baik diam. Seketika mereka berdua terdiam, lalu mengalihkan pembicaraan kepada ponakanku. Sekilas kulihat orang-orang yang berlalu-lalang seperti memandangiku. Mereka semua melihatku dengan terheran-heran, rasanya aku ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Sesampainya dirumah mereka tetap saja, mengatakan hal yang sama. Secara logika itu adalah hal yang mustahil, apalagi berkas administrasi telah dituntaskan. Dan jika seandainya aku kembali, mungkin kehidupanku lebih sulit dari yang sebelumnya.
Lalu aku menolak tawaran mereka dengan keras, setelah itu diriku langsung memasuki kamar sambil berjalan sempoyongan. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk mengurung diri, selama empat hari. Selama diriku berada didalam kamar, aku habiskan waktu untuk meratapi nasib. Terkadang diriku tertawa, menangis, bahkan berteriak sendiri tanpa sadar. Merasa terganggu, adikku melempariku dengan sebotol air mineral, hingga mengenai kepalaku. Kemudian ia berkata.
"Berisik lu, dari pada elu terus-terusan jadi beban mending mati aja!" kata adikku.
"Iya gue bakal mati, tapi gantian elu yang jadi beban keluarga selanjutnya bangsat!" ujarku dengan nada tinggi.
"Apa elu bilang?!"
"Itu telinga apa danging jadi? Sok berlaga tidak mendengar!"
"Yang beban itu elu bukan gue!"
"Emang apa kontribusi elu buat keluarga ini? Nyuci aja gak pernah apa lagi masak! Apagi menghasilkan duit!" Kataku.
Tiba-tiba Mamah mengetuk pintuku dengan keras, lalu ia meminta agar berhenti. Seketika kami pun terdiam, kudengar mamah memasuki kamar adikku. Setelah itu, ia memarahi adikku dengan intonasi tinggi. Dia kecewa dengan apa yang adikku katakan, sebagai seorang adik seharusnya memberi dukungan kepada kakaknya. Namun kenyataannya, ia malah menghinaku dan ia terus memojokkanku. Segitu bencinya ia kepadaku, sampai dia menolak keberadaanku sebagai seorang kakak. Setelah memarahi adikku, mamah mulai membujukku agar diriku keluar dari kamar. Tetapi diriku tetap pada pendirianku, berdiam diri sampai waktu yang menyuruhku untuk keluar.
Bahkan ketika aku ingin membuang hajat, aku masukkan air seni ke dalam botol. Dan ketika aku ingin BAB, aku masukkan tinja itu kedalam plastik hitam tebal. Saat malam hari aku menyelinap keluar, lalu mengambil makanan dan minuman sebagai persediaan dialam kamar. Kemudian aku membuang plastik dan ranjau saat keluargaku tertidur. Dua hari telah berlalu, aku pun bercermin pada lemari kaca. Wajahku terlihat pucat, mataku sedikit menghitam, dan rambutku yang acak-acakan. Sejak kemarin mamah terus saja mengetuk pintu, lalu membujukku agar keluar dari kamar. Terkadang bergantian dengan papahku, untuk membujukku.
Keesokan harinya tubuhku mulai muriang, kondisiku bertambah parah ketika aku mendengar, percakapan orang yang melintas sedang membicarakanku. Mereka berkata bahwa tindakanku adalah suatu perbuatan bodoh. Padahal mereka tidak tau apa-apa tentang diriku dan apa yang aku rasakan. Kebanyakan orang selalu mengomentari apa yang ia lihat, dari pada mencari tau kebenaranya. Spontan aku langsung memukul dinding, hingga tanganku memar. Untuk menghibur diriku, aku memutuskan untuk browsing sayangnya jaringan wifi telah dimatikan. Beruntung diriku masih memiliki sisa kuota, sehingga masih bisa untuk akses internet. Kulihat banyak sekali notifikasi masuk, mulai dari facebook hingga whatsapp. Rupanya itu adalah notifikasi dari keluargaku, mereka ingin agar aku segera keluar dari kamar. Mereka mereka merasa, karena tidak mendengarkan diriku sejak awal. Namun aku tidak memperdulikannya, lalu aku membisukan notifikasi hingga besok.
Kemudian aku membuka hordeng kamar, rupanya hari ini sedang turun hujan dengan lebat. Langit sangat gelap, kulihat kilatan cahaya mulai menyambar-nyambar menerangi gelapnya langit. Lalu aku pun kembali menutup hordeng, tiba-tiba aku merasa ada sosok berada disamping kiriku. Saat aku menoleh aku pun terkejut, rupanya sosok itu adalah seorang wanita cantik, ia menggunakan kebaya merah dengan motif bunga, selendang kuning, berambut panjang, dan menggunakan mahkota terbuat dari emas. Dia memiliki mata berwarna hijau, berkulit putih, dan berhidung mancung. Bentuk mahkota itu mirip sekali, dengan mahkota yang digunakan oleh karakter disney yaitu Cinderela. Sepertinya aku sedang berhalusinasi, lalu sosok itu memberi salam.
"Sampurasun." Membungkukkan sedikit badanya, lalu melebarkan kedua tangan sebahu sambil memegang selendang dari kedua sisi.
Dan akhirnya akupun sadar, bahwa ini bukanlah halusinasi lantas siapakah dia? Mengapa dia bisa berada disini, padahal pintu sudah terkunci dua hari lalu. Untuk memastikannya, aku beranikan diri untuk menyentuhnya. Dan ternyata tanganku menembusnya, kulihat tidak ada bayangan dilantai. Namun kali ini diriku tidak takut sama sekali, lalu aku membiarkannya melakukan apapun sesuka hatinya. Lalu sosok wanita itu berkata.
"Hmm.. sepertinya kedatanganku tidak tepat. Kulihat sejak tadi, aura hitam terus saja keluar dari tubuhmu. Jika dibiarkan itu akan mempengaruhi kesehatanmu. Baiklah sebagai hadiahnya, karena kau sudah menyelamatkan rakyatku aku akan membantumu. Katakan ada masalah apa?" Tannya sosok itu.
"Buat apa gue cerita ke makhluk jahat sepertimu."
Mendengar hal itu, ia menarik nafas lalu menghembuskan secara perlahan. Setelah itu ia tersenyum manis kepadaku. Lalu ia pun berkata.
"Tenang saja, aku bukan makhluk jahat seperti peminta tumbal dan lain sebagainya. Aku hanyalah seorang penguasa, yang ingin membahagiakan rakyatnya." Menyentuh dadanya, dengan tangan kanannya.
"Baiklah sepertinya, aku sedikit mempercayaimu. Jadi ada kamu kemari?"
"Aku tidak bisa memberitahumu dengan kondisi seperti ini. Sekarang begini saja, bagaimana kalau aku menghiburmu?"
"Menghiburku, apa maksudmu? Apa jangan-jangan kau ingin melakukan hal itu?" tannyaku dengan pikiran kotorku.
"Maksudku menghibur seperti memberikan motivasi, bercerita dan lainnya. Memangnya apa yang sedang kamu pikirkan dasar mesum." Menunjukku dengan wajah mesumnya.
Seketika wajahku memerah, lalu aku langsung membalikkan pandangan. Setelah itu aku memberikan seribu alasan, agar ia percaya bahwa aku tidak memikirkan hal kotor. Kemudian aku menceritakan semuanya, dimulai saat aku kelulusan hingga diriku keluar dari akademi. Kulihat ia pun duduk lalu ia meleluk kakinya, setelah itu ia melirik ke arahku sambil mendengarkan ceritaku dengan serius. Selesai bercerita ia pun berkata.
"Jadi begitu yah, setiap manusia pasti memiliki masa kelam. Bahkan makhluk sepertiku, juga memilikinya. Menurutku lebih baik kau nikmati saja prosesnya, lagipula masa depan tidak ada yang tau. Semua itu sudah direncanakan oleh Tuhan YME, jadi jangan bersedih. Berlarut-larut dalam kesedihan dan keputusasaan, itu tidak baik."
"Terus apa yang harus aku lakukan?"
"Jangan bertanya kepadaku, tetapi tanyakan kepada Sang Pencipta. Kau sudah lupa yah? Dialah yang menentukan garis takdir seseorag. Jika kau semudah itu melupakannya, lantas kepada siapa kamu selama ini kamu meminta? Dan apakah ibadah itu hanyalah sebuah ritual?"
Apa yang dikatakanya memanglah benar. Seharusnya ketika memiliki masalah, aku harus mencari dan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bahkan bangsa Jin seperti dirinya berani menasehatiku secara langsung. Aku merasa saat ini, drajatku lebih rendah dihadapanya. Padahal aku adalah manusia, makhluk spesial yang diciptakan oleh Sang Pencipta. Tetapi mengapa aku tidak memikirkan hal itu, sungguh aku menyesalinya sekarang. Lalu sosok itu berkata.
"Yasudah tidak apa-apa, jangan murung seperti itu. Asal kamu bisa mengingat Sang Pencipta itu sudah cukup bagiku. Jadi ingat pesanku, apapun yang terjadi selain bernafas tetaplah berdoa."
"Terimakasih sudah menasehatiku, oh iya aku belum mempernalkan diri. Namaku Juliet."
"Perkenalkan namaku Kirana Pramaswaran, aku Ratu siluman buaya penguasa daerah sini." Berdiri, lalu bersikap seperti sebelumnya.
Kemudian aku pun penasaran tentang wilayah kekuasaannya. Sebenarnya dari mana sampai mana wilayah kekuasaanya? Lalu ia memintaku, untuk menujukkan peta wilayah Indonesia milikku. Setelah itu aku mengambil buku atlas, diantara tumpukan buku di antara dua lemari, setelah itu membukanya. Dia mulai menunjuk ke arah kota Bekasi hingga kota Cirebon, dan disini rupanya adalah ibukota kerajaan. Ternyata wilayahnya, hanya seperempat di wilayah Jawa Barat. Lalu ia sempat memberitahuku nama kerajaannya. Nama kerajaanya adalah Kaliwereng, nama itu terinspirasi dari aliran sungai dan serangga pengganggu, yang menghalangin penglihatannya. Begitulah asal muasal nama dari kerajaan tersebut.
Setelah itu ia pun bercerita, sekilas tentang kehidupan bangsa Jin. Kehidupan bangsa Jin, hampir sama dengan manusia mereka memiliki rumah dan juga beranak pinak. Di alam Jin mereka biasa menkonsumsi makanan yang sama persis dengan manusia. Ada juga beberapa dari mereka, memakan jiwa manusia yang tersesat. Biasanya jiwa itu didapatkan dari hasil tumbal seseorang kepadanya. Padahal Ratu Kirana sudah melarang keras, perbuatan seperti itu namun sayang mereka tidak memperdulikannya. Tak hanya menjadi makanan, disuatu tempat jiwa manusia yang sudah menjadi pengikut setan dijadikan budak. Selama menjadi budak, ia disiksa bahkan dijadikan cemilan hidup. Kegiatan seperti itu, akan terus berlanjut hingga hari kiamat.
Kenyataannya hingga sekarang, pengikut iblis terus saja bertambah. Rasanya kampanye yang ia lakukan siang dan malam, berakhir dengan sia-sia. Entah mengapa aku mulai mempercayai setiap perkataanya. Lagipula ia berbuat seperti itu untuk kebaikan, lalu ia menghampiriku dan dia memperingatiku agar diriku tidak tertipu daya oleh iblis. Kemudian akupun menganggukkan kepala, lalu diriku penasaran bagaimana caranya, iblis mempengaruhi manusia. Ratu pun menjawab.
"Cara iblis memanipulasi pikiran dan hati manusia adalah dengan cara memanfaatkan jiwa yang sedang berputus asa. Kemudian ia memasuki tubuhnya, lalu meracuni akal sehatnya. Setelah itu mengendalikannya melalui hawa nafsu."
"Bagaimana caranya si iblis itu tau, bahwa manusia itu sedang berputus asa dan terbakar oleh hawa nafsu?" Tanyaku.
"Ketika manusia sedang berputus asa, sekujur tubuhnya mengeluarkan aura hitam. Sama seperti apa yang sedang kamu alami sekarang. Tetapi yang bisa melihat hal itu, Sang Pencipta, bangsa Jin, dan manusia pilihan."
"Begitu yah, setelah mendengar cerita ratu diriku merasa bodoh. Aku sungguh menyesal sekarang. Oh iya aku harus memanggilmu apa?"
"Khusus untuk kamu, paggil saja aku Kirana."
"Kirana terimakasih."
"Jangan berterimakasih padaku, berterimakasihlah kepada Tuhan dan juga mereka yang diluar sana. Jika tidak mungkin aku tidak akan datang kemari."
Selesai bercerita ia pun duduk diatas kasurku untuk mengambil nafas. Kemudian ia berdiri lalu menanyakan beberapa buku milikku. Setelah itu Kirana memintaku untuk membukanya, lalu ia membacanya perhalaman. Tak kusangka ia sangat pandai membaca, lalu diriku bertanya dari mana ia belajar. Dia pun menjawab rupanya ia belajar membaca di Sekolah Desa pada tahun 1908. Sedangkan sekolah itu sendiri didirikan pada tahun 1907, sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak pribumi yang tinggal di desa-desa. Dan kegiatan belajar mengajar di sekolah itu hanya berlangsung selama tiga tahun.
Ketika ia mengikuti kegiatan belajar mengajar, dia kurang paham terhadap beberapa materi yang diajarkan disekolah. Sayangnya karena dia makhluk astral, Kirana tidak bisa bertanya kepada gurunya disekolah. Dengan terpaksa ia harus mencari tau sendiri. Awalnya ia kesulitan mengikuti materi disekolah, karena tekat yang kuat akhirnya dia pun bisa. Setelah lulus, ia memutuskan untuk berkelana berkeliling Indonesia, selama sepuluh tahun untuk mencari ilmu. Sekarang dia bisa menjelaskan rumus aljabar secara detail. Kirana sempat berkata, jika seandainya ia terlahir sebagai manusia, maka ia akan mengikuti pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi.
Mendengar hal itu aku pun langsung memujinya, banyak pelajaran yang bisa aku petik dari kisahnya. Semoga di hari esok, kehidupanku menjadi lebih baik. Dan aku berdoa semoga ada keajaiban, yang bisa membuanya mengikuti pendidikan. Kemudian ia mengungkapkan kesedihannya kepada generasi sekarang. Disaat orang lain berjuang untuk bisa bersekolah, mereka bermalas-malasan dan enggan pergi bersekolah. Sungguh disayangkan namanya juga hidup, tidak ada yang tau bagaimana nasibnya kedepan. Bahkan ada orang yang tidak bersekolah, bisa meraih kesuksesan dengan mudah. Setelah mendengar seluruh kisahnya, moodku menjadi lebih baik.
Sepertinya besok sudah saatnya aku keluar dari kamar. Entah mengapa ketika sedang bercerita setiap tiga menit sekali, pandangannya tertuju kepada kalungku, yang berada di atas lemari plastik samping pintu kamarku. Aku pun mulai mencurigainya, ternyata dibalik kebaikannya pasti ada niat jahat yang terselubung.
Namun sepertinya usahanya tidak berjalan mulus, selain menampakan wujudnya. Tak aku sangka dia berhasil menyentuh kalungku, lalu ia langsung menggunakannya. Spontan aku bangun dari tidurku, lalu bergegas untuk merebutnya kembali. Tiba-tiba kejadian tak senonoh pun terjadi, tanpa sengaja aku menyentuh oppai-nya (payudara). Tanya sadar aku meremasnya sebanyak tiga kali. Sensasi kelembutan dan tingkat kepadatanya membuatku terbang ke kayangan. Sunggguh luar biasa.
"Ara-ara segitunya kau ingin menyentuhnya. Dasar mesum" ujarnya sambil menggodaku, dengan tatapan mesum.
"Enggak bukan begitu ini hanya kecelakaan. Jangan salah paham yah! Lagipula seharusnya elu teriak atau apa kek." Memundurkan sebanyak tiga langkah, lalu menunjuknya dengan wajah memerah.
"Ok baiklah, kyaaa..." Suara yang erotis.
"Telat woi, dan berhenti membuat suara aneh!" perintahku.
"Kakak suaramu terdengar jelas loh!" Kata adikku dibalik dinding.
"Berisik jangan salah paham!" sambil menunjuk adikku dibalik dinding.
"Ha.ha.ha rupanya kau lucu sekali ketika sedang digoda" ledek Sang Ratu.
"Hmm.."
"Ngomong-ngomong ini kalung apa? Dan dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Kirana.
Kemudian aku memberitahunya, bahwa kalung ini aku dapatkan disebuah toko aksesoris. Setelah itu ia menanggukkan kepala kemudian dia berjalan mendekatiku. Ketika ia berjalan melintasi lemari cermin, Kirana pun berhenti lalu melirik melihat wujudnya sendiri. Dia pun terkejut, sebab sejatinya Kirana tak pernah melihat wujudnya sendiri. Lalu ia mengusap wajahnya, dan memuji kecantikannya sendiri. Kemudian ia melepaskan kalung milikku, tiba-tiba wujudnya di cermin menghilang. Karena penasaran ia menggunakan kalungku kembali, wujudnya di cermin kembali muncul. Berulang kali ia terus mencobanya, dan akhirnya dia pun sadar bahwa kalungku bukanlah kalung biasa.
Setelah itu dia memperingatkanku, agar diriku tidak memberitahu siapapun tentang kalungku. Khawatir jika ada orang jahat, yang menginginkannya dan disalah gunakan. Kemudia ia memberikan kalungku, lalu ia duduk disampingku. Dia pun berkata.
"Syukurlah jiwamu sekarang sudah baikan."
"Iyah sepertinya, besok sudah waktunya gue untuk keluar dari kamar."
"Yasudah kapan-kapan kita lanjutkan perbincangan kita, sekarang aku harus kembali ke istana. Sekarang beristirahatlah" ujarnya.
"Thanks."
"Semangat anak muda, perjalananmu masih panjang. Baiklah kalau begitu aku permisi, sampai ketemu besok." Menghilang, diantara butiran cahaya.
Keesokan harinya saat pagi hari aku keluar dari kamar. Kulihat kedua orang tuaku berdiri sambil memegang balok kayu, lalu mereka saling berpandangan. Setelah itu aku menanyakan menu sarapan hari ini, kulihat mereka pun sedikit berlinang air mata, setelah itu mereka bersikap seperti biasa seolah tidak terjadi apapun. Selesai mamahku menyiapkan sarapan, kami pun menyantap hidangan bersama-sama di ruang keluarga. Kami bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun.
Bạn cũng có thể thích
bình luận đoạn văn
Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.
Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.
ĐÃ NHẬN ĐƯỢC