Tải xuống ứng dụng
8.38% Bonoki / Chapter 13: Permintaan

Chương 13: Permintaan

Kuntilanak itu mulai memakan, dua kepala pasukan sempat bertarung dengannya. Gigi taringnya yang mengerikan, melahap dua kepala dengan sangat rakus. Kemudian, aura hitam pada tubuhnya semakin terpancar kuat. Daster yang dia kenakan berubah menjadi merah. Rambut hitam berubah menjadi putih dan kulitnya bersisik hijau terlihat seperti reptile. Sepasang mata hitam, membuat siapa pun melihatnya bergidik ngeri.

"Hi.hi.hi! Datanglah padaku, pasukan kerajaan sialan! Aku akan mencabik-cabik kalian semua!" ancam kuntilanak itu kepada para pasukan terus berdatangan.

"Dasar iblis, serang dia!" perintah siluman buaya putih kepada para bawahannya.

Adu cakar dan bilah pedang tak terhindarkan. Dua cahaya saling beradu, tetesan darah serta teriakan menjadi saksi brutalnya makhluk itu membantai para pasukan. Setiap kali kuntilanak itu melahap pasukan, aura hitam terpancar pada tubuhnya semakin kuat. Kini, makhluk itu melayang di atas langit seorang diri. Seluruh dataran, dipenuhi oleh darah. Puluhan hantu dan makhluk lainnya, bersembunyi berbagai tempat.

Mereka sangat ketakutan, melihat sosok itu meneror seisi Ibukota. Sementara itu, sosok gadis cantik duduk manis di singgahsananya. Gadis tersebut, mengenakan mahkota kecil emas, mengenakan baju ala dayang merah dan samping batik. Di samping singgah sananya, terdapat dua pengawal manusia bertelinga runcing dan siluman buaya putih. Kedua pengawal memegang tombak dan tameng besi.

Seorang gadis bertelinga runcing, masuk ke dalam ruang singgahsana Sang Ratu. Wajahnya tampak panik, seperti melihat sesuatu yang sangat mengerikan. Kemudian, gadis itu berjalan di atas karpet merah lalu berlutut di hadapan Sang Ratu.

"Sampurasun, Gusti Ratu Kirana Pramaswaran," ujar gadis itu sambil berlutut.

"Ada apa, wahai Patih Mila?"

"Ibukota Cendereng diserang."

"Apa? Di serang?! Kerajaan mana berani menyerang wilayahku?! Katakan, berapa musuh yang menyerang?!" tanya Sang Ratu dengan penuh amarah.

"Satu, Gusti."

"Hah? Satu?!"

"Iya, Gusti. Seorang wanita dari ras Kuntilanak, menyerang para warga dan menghancurkan sebagian ibukota. Selain itu, dia memakan banyak sekali warga dan prajurit kita mentah-mentah," jawabnya memberikan laporan.

"Aneh sekali," gumamnya tertunduk serius. "Aku akan kesana, cepat siapkan pasukan!" perintah Kirana.

"Baik, Gusti Ratu."

Sang Ratu bersama orang kepercayaannya, berjalan menuju barak tentara untuk memimpin pasukan. Sementara itu, potongan tubuh tergeletak di atas tanah. Aroma busuk, mulai tercium walau dari kejauhan tempat Juliet bersembunyi. Entah makhluk apa itu sebenarnya. Yang Jelas, makhluk itu telah membunuh banyak makhluk di dunia ini.

Juliet, bersembunyi dibalik semak belukar dengan sangat ketakutan. Betapa mengejutkannya Juliet, ketika makhluk itu melirik ke arahnya. Dalam sekejap, makhluk itu menghilang.

"Lompat!" perintah Zegas.

Spontal Juliet melompat ke depan, tidak disangka makhluk itu berada di belakangnya. Mulutnya mulai terbuka, perlahan butiran cahaya merah dan hitam masuk ke dalam mulutnya. Sinar itu tiba-tiba melesat cepat dan hendak mengenainya. Kalung kujang miliknya, tib-tiba mengeluarkan cahaya emas. Juliet melihat, dua sinar merah dan emas melaju sangat lamabat. Sinar emas membentuk sebuah prisai, sedangkan sinar merah melaju sangat lambat.

Boom!

Terjadi ledakkan membuat Juliet terpental cukup jauh. Makhluk itu melesat cepat bagaikan kilat dan hendak mencincang tubuhnya dengan kuku-kukunya yang tajam. Insting mulai berdengung dalam dirinya. Juliet langsung membungkuk ke belakang, menghindari serangannya. Sontak Zegas, Liva dan Selina sangat terkejut melihat tuan baru mereka menghindar.

Mereka saling berpandangan lalu raut wajah mereka, berubah menjadi sangat senang. Kemudian, Juliet berlari sangat kencang menghidari kejaran makhluk itu. Pemuda itu menangis layaknya bayi seiring dengan langkah kakinya.

"Tolong!" teriak Juliet sambil menangis.

"Tuan, jika begini terus kuntilanak itu bisa membunuh tuan kapan saja!" kata Selina memperingatkan.

Belum sempat menjawab, tidak disangka sebuah batu membuat kakinya tersandung. Dia pun tersungkur di atas tanah sembari merintih kesakitan. Ketika dia melirik ke belakang, kuntilanak itu sudah berada di hadapannya. Tubuh Juliet bergetar hebat, kedua matanya tidak berkedip. Mulut kuntilanak itu terbuka sangat lebar. Terlihat, taring-taringnya yang tajam dan air liur beraroma busuk.

Kedua tangannya, menusuk ke arah wajah Juliet namun entah mengapa pergerakan tangannya sangat lambat. Juliet dengan mudah menghindarinya lalu dia pun bangkit. Perlahan dia mengepalkan tangan kanannya. Tanpa Juliet sadari, kepalan tangannya mengeluarkan cahaya dan petir berwarna jingga. Kemudian, dia memukul wajahnya hingga terpental cukup jauh. Setelah itu Juliet duduk dengan lemas.

"Hah, tadi itu seperti mimpi saja," gumamnya sembari tertunduk lemas.

"Apa yang tuan katakan. Dunia ini bukanlah...," belum sempat melanjutkan perkataannya, Mulut Liva langsung disumpal oleh tangan Zegas dan Selina membuat Liva terkejut.

"Tuan benar, dunia ini hanyalah mimpi!" seru Selina.

"Tidak ada kuntilanak atau hal menyeramkan lainnya. Semua ini hanyalah imajinasi tuan!" sambung Liva.

"Benarkah? Rasanya, apa yang terjadi di sini seperti nyata," timbalnya tidak yakin.

"Benar tuanku. Di dunia ini, anda adalah seorang pahlawan! Jika ini dunia nyata, mana mungkin anda bisa menghindari serangan seperti itu? Dan apa yang tuan rasakan, semua itu murni karena kinerja otak," jawab Zegas berusaha meyakinkan.

Juliet terdiam memikirkan apa yang dikatakan oleh mereka bertiga. Perkataan Zegas memanglah benar. semua telah dirinya alami berikut dengan pertemuan mereka bertiga hanyalah imajinasi belaka. Mimpi super hero telah dia nanti semenjak kecil menjadi kenyataan. Perlahan Juliet bangkit, kedua tangannya mengepal sambil tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang putih. Sorot matanya menatap ke depan dengan penuh percaya diri.

"Iya, dunia ini adalah mimpi!" seru Juliet lalu dia menunjuk ke arah makhluk itu sedang mendekat. "Kuntilanak jelek! Sebentar lagi, kau akan merasakan kekuatanku yang sebenarnya!" sentaknya membuat gema keseluruh arah.

Kalung kujang itu bersinar sangat terang. Seluruh energi di dalam kalung itu mengalir ke dalam tubuhnya. Tubuh Juliet, mengeluarkan sinar senja yang sangat terang. Zegas, Selina dan Liva tidak menyangka bahwa tipuan kecil telah berhasil menipunya.

"Tuanku memang hebat! Sekarang, tuan cukup ikuti perintah kami untuk membinasahkannya," kata Zegas.

"Ok!"

Tubuhnya semakin bersinar, pupil matanya perlahan berubah menjadi seekor harimau. Cahaya jingga terpancar pada tubuhnya telah menembus awan. Kemudian dia berlari sangat cepat mendekati musuhnya. Belum sempat kuntilanak itu menebas, Juliet menarik tangan kanannya. Lengan kanannya membentang ke atas. Perlahan cahaya pada lengannya, membentuk bilah pedang sangat tajam.

Jari-jari dirapatkan, tangan kirinya mencengkram kuat lengan lawannya. Sekali tebas, lengan kanan kuntilanak itu terputus. Kuntilanak itu meraung-raung kesakitan, mulutnya dihantam oleh tinjunya hingga kepala kuntilanak itu hancur. Dalam waktu beberapa detik, kepalanya kembali utuh lalu Juliet melompat ke belakang.

"Tuan, gunakan jurus tangan seribu!" perintah Zegas.

"Bagaimana caranya?"

"Tempelkan telapak tangan, pada pundak sebelah kiri anda lalu konsentrasi dan bayangkan ribuan tinju menghantam tubuhnya," jawab Zegas.

Juliet menyentuh pundak kiri sambil berkonsentrasi. Puluhan lingkaran sihir, muncul di hadapan kuntilanak itu. Puluhan kepalan tangan cahaya, menghantam seluruh tubuhnya dengan brutal. Pukulan yang sangat cepat, membuat kuntilanak itu tidak bisa bergerak. Teringat animasi Naruto, Juliet mengangkat tangan kanannya ke langit. Langit mulai bergemuruh, Kirana beserta bala pasukannya baru saja tiba. Kirana tidak berkedip, ketika melihat seorang manusia yang dia kenal berdiri dengan penuh cahaya.

"Juliet?" ujar Sang Ratu tidak percaya dengan apa yang dirinya lihat.

Sinar senja semakin terpancar pada tubuhnya. Sorot mata harimau, mengeluarkan cahaya kuning keemasan. Kilatan cahaya, mulai terlihat di langit malam membuat seluruh makhluk terdiam.

"Kirin!" teriak Juliet sembari menghentakkan tangannya ke tanah.

Sosok naga petir turun dari langit, naga petir raksasa itu langsung menggigit dan menghanguskan tubuh lawannya hingga gosong. Seluruh makhluk bersorak kepadanya, namun sorak mereka terhenti ketika melihat kuntilanak itu bangkit kembali. Aura hitam penuh dengan kilatan hitam yang sangat mengerikan.

Kemudian, dia melesat cepat dan berhasil mencakar tubuhnya hingga berlumuran darah. Darah mulai menetes, Juliet merasakan panas sekaligus sakit yang luar biasa. Dia memegang bagian yang luka dengan tangan kanannya. Betapa terkejutnya Juliet, melihat kuntilanak itu hendak menebas lehernya. Beruntung, Juliet berhasil menghindar dengan melompat ke belakang.

"Hi.hi.hi!" tawa menggema seiring melayangnya di udara.

"Gawat, makhluk itu sulit diserang jika terus menerus berada di langit," kata Juliet.

"Tuan bisa mengalahkannya, bayangkan saja baji zirah atau apapun dapat membawa tuan melayang di udara," kata Selina.

"Benarkah? Terdengar mustahil," balas Juliet.

"Tuan lupa? Tuan sekarang berada di dunia mimpi," kata Zegas.

"Kalian benar!" timbal Juliet dengan penuh percaya diri.

"Pejamkan mata tuan, konsentrasi dan bayangkan sesuatu membuat tuan melesat cepat," kata Selina memberikan instruksi.

Kedua mata Juliet mulai terpejam, perlahan munculah lingkaran sihir pada tempanya berpijak. Butiran cahaya, keluar dari lingkaran sihir tersebut lalu membentuk sepasang sayap besi, jet terpasang pada kedua kaki, baju besi dan helm besi layaknya pasukan mecha. Mata Juliet mulai terbuka seiring ditembaknya kedua meriam laser pada punggungnya.

Kuntilanak itu, terbang cepat menghindari serangan dari Juliet. Kemudian sepasang jet mulai menyala, dia melesat cepat di angkasa mendekati lawannya. Kedua tangannya, perlahan memunculkan sepasang pedang laser. Adu cakar dan pedang tidak terhindarkan, gerakan Juliet yang sangat cepat membuat lawannya kewalahan.

"Rasakan ini!" teriak Liva sambil membentangkan tangannya ke depan.

Munculah puluhan rantai api berhasil melilit tubuh makhluk itu. Juliet melayang di atas angkasa, menatap lawannya sedang merintih kesakitan terlilit oleh rantai api.

"Sekarang!" ucap kompak mereka bertiga kepada Juliet.

Dua pedang bersinar terang, dua jet dan sepasang sayap membaa Juliet melesat cepat mendekati lawannya. Sekali tebas, kuntilanak itu langsung binasa. Kini teror sudah berakhir, seluruh penduduk Ibukota sangat bahagia. Perlahan Juliet mulai mendarat, Kirana beserta warga dan balatentara berjalan mendekatinya.

"Hidup pahlawan kita!" ucap seorang memberikan sorak kegembiraan. "Hidup!"

"Kukira siapa, ternyata kamu Juliet," ujar Kirana sembari tersenyum kepada Juliet.

"Kirana," balas Juliet.

"Terima kasih sudah menyelamatkan Ibukota kerjaanku. Sebagai Ratu Kerjaan Kaliwereng, secara resmi aku akan anugrahi Juliet dengan pahlawan."

"Suatu kehormatan bagi saya, menyandang gelar pahlawan," balasnya sembari berlutut lalu berdiri kembali.

"Gelar pahlawan akan terus berlaku selama kamu berada di wilayah kerajaanku. Setelah kamu, menyandang gelar pahlawan. Kamu, akan mendapatkan perlindungan dari pihak kerjaan hingga tujuh turunan. Terakhir sebagai tanda terima kasihku, izinkan aku berada di sisimu," ujarnya membuat Juliet sedikit terkejut.

"Di sisiku? Memangnya kenapa?" tanya Juliet tersipu malu.

"Kamu lupa? Aku sangat tertarik denganmu Juliet. Melihatmu, rasanya aku ingin selalu berada di sisimu. Aku berjanji akan merawat dan terus menjagamu hingga menemukan jodoh serta jati dirimu. Bagaimana, apa kamu menerima permintaanku?"

Juliet tersenyum, dia berjalan mendekati Sang Ratu jelita. Betapa mengejutkannya Kirana, ketika Juliet mencium keningnya lalu tersenyum seiring terpancarnya pesona ketampanannya membuat siapapun jatuh hati. Semua bersorak, melihat apa yang dilakukan oleh Juliet.

"Tentu dengan senang hati, tolong rawat dan jagalah aku Kirana," balasnya lalu tersenyum manis kepadanya.

Kirana memalingkan wajahnya, dia tersipu malu melihat tindakan mengejutkan dilakukan oleh Juliet. Tubuh Juliet mulai bercahaya, wujudnya perlahan mulai transparan.

"Sudah waktunya, anda kembali ke Dunia anda," kata Liva.

Seluruh tempat mulai bercahaya, tubuh Juliet terasa ringan seperti kapas. Wujudnya mulai menghilang dibalik butiran cahaya. Suara ketukan pintu telah membangunkan tidurnya. Rupan waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Dia terbangun dari tidurnya lalu berjalan keluar kamar.

"Mimpi yang aneh," gumamnya mengknfa mimpinya semalam sembari berjalan masuk ke dapur.


SUY NGHĨ CỦA NGƯỜI SÁNG TẠO
Tampan_Berani Tampan_Berani

Kita sebagai seorang manusia, belajarlah untuk memegang ucapan sendiri. Pengecualian untuk ucapan seorang ibu, sebab tiga pasal masih berlaku :D

Chương 14: Kegiatan awal

Satu minggu telah berlalu, mimpi itu membuat Juliet berharap untuk mengulangnya kembali. Apalagi, ketika dirinya mengecup seorang Ratu yang cantik jelita. Sayangnya mimpi itu tidak pernah datang kembali. Setelah terbangun dari tidurnya, Juliet pergi ke kamar mandi dengan selembar handuk. Selesai mandi, dia berkemas untuk mengurusi kepergiannya menuju Asrama. Hari ini, dia akan pergi ke Asrama tidak jauh dari Akademi Maritim.

Selesai berkemas, Juliet beserta keluarganya masuk ke dalam mobil Avanza berwarna putih. Tidak hanya Juliet, Yoga beserta keluarganya telah bersiap di dalam mobil. Perlahan kedua mobil melaju meninggalkan rumah. Kedua mobil itu, mulai melintasi jalanan pedesaan lalu melintasi jalan raya. Lima jam lamanya, mereka berada di perjalanan dan akhirnya mereka pun sampai. Asrama Juliet, berada tak jauh dari Akademi berlokasi di Provinsi Mekar Tengah.

Asrama tersebut, merupakan perumahan elit telah disewa oleh pihak Akademi. Satu rumah, terdiri dari dua kamar dan dapur. Setiap kamar, terdapat kasur bertingkat beserta seprai dan bantal. Sesampainya di Asrama, para senior menuntun Calon Taruna ke dalam Asrama. Beruntung, Juliet dan Yoga berada satu tempat yang sama. Selain mereka berdua, empat penghuni asrama mulai berdatangan.

Kemudian, seluruh anggota keluarga masuk ke dalam asrama lalu berbagi kisah dan kasih sebelum matahari tenggelam. Tidak terasa matahari mulai terbenam, waktunya pihak keluarga untuk berpisah. Ayah Juliet datang mendekat, dia mengeluarkan lima lembar seratus ribu.

"Juliet, ini uang untukmu," ujar Sang Ayah sambil memberikan uang.

"Terima kasih, Ayah."

"Belajar yang benar, jangan kecewakan Ayah sudah membiayaimu. Semoga kamu betah Juliet," pesan Sang Ayah membuat Juliet terdiam.

Setelah itu, seluruh anggota keluarga memberikan selembar seratus ribu kepada Juliet. Sang Ibu meneteskan air mata, ketika anak tertuanya diberikan uang. Sebab selama ini, tidak ada satu pun yang peduli selain kedua orang tuanya sendiri. Satu persatu, seluruh anggota keluarga masuk ke dalam mobil. Melihat keluarganya masuk ke dalam mobil, membuat Juliet sangat sedih. Air matanya hampir saja menetes, beruntung dia langsung mengusapnya sebelum dilihat penghuni asrama.

Kemudian, Juliet masuk ke dalam asrama lalu dia berkenalan dengan empat penghuni asrama yaitu Piras, Paijo, Muner, dan terakhir Dodi. Mereka berasal dari berbagai daerah di pulau jawa.

Singkat cerita malam pun tiba, seluruh Calon Taruna keluar dari asrama. Kemudian kami disuruh duduk memanjang berhadapan. Mereka semua disuruh untuk menikmati hidangan makan malam hanya beralaskan daun pisang. Sebelum menikmati hidangan, para senior memilih salah satu taruna secara acak. Para senior memilih Dodi, teman seasrama Juliet memimpin makan malam.

"Siap gerak!"

Mereka semua duduk tegak berhadapan. Kemudian, Dodi berjalan tiga langkah, memberi hormat kepata seorang senior.

"Lapor, calon taruna siap makan malam!"

"Lanjutkan."

"Siap lanjutkan! Sebelum makan alangkah baiknya kita berdoa. Berdoa mulai!"

Selesai berdoa, Dodi kembali ke tempatnya lalu mereka semua mulai menikmati makan malam. Para senior dan seorang pelatih berusia 40 tahun berdiri mengawasi. Canda dan tawa, menghiasi malam itu membuat suasana terasa menyenangkan. Maklum, malam ini merupakan malam pertama para Calon Taruna berada di asrama.

Makan malam telah selesai, selembar daun pisang bersih dari sebutir nasi. Dodi berdiri dari tempat duduknya, dia mulai memimpin upacara penutupan sebelum membubarkan diri. Setelah upacara penutupan, seluruh penghuni asrama kembali ke kamar masing-masing. Keesokan harinya pada pukul empat pagi, Juliet terbangun dari tidurnya. Dia berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Selesai mandi, dia masuk ke dalam kamar lalu mengenakan baju kemeja putih polos dan celana bahan hitam beserta sepatu olahraga. Setelah itu, seluruh Calon Taruna berbaris membentuk satu peleton sebanyak sepuluh orang. Para senior dengan ramah, memberikan arahan layaknya Taman Kanak-Kanak. Satu persatu peleton, mulai berjalan menelusuri jalanan beraspal menjauhi lingkungan Asrama.

Perjalanan dari Asrama menuju Akademi sekitar 5 km. Suhu dingin mulai mereka rasakan, kedua telapak kaki mulai terasa pegal. Belum satu kilometer, Juliet sudah berkeringat hebat.

"Ayo semangat, terobos terus!" ujar Yoga sepupunya menyemangati.

"Thanks," balasnya dengan lemas.

Sesampainya diakademi, mereka semua berdiri di tengah lapangan berumput. Kemudian, mereka berlari mengelilingi Akademi sebanyak tiga kali. Selesai berlari, mereka semua membentangkan kedua tangan lalu mulai melakukan perenggangan dan olahraga ringan. Selesai berolahraga, Calon Taruna beristirahat selama lima menit lalu selanjutnya mereka mulai berlatih baris berbaris hingga matahari terbit.

Matahari telah terbit, mereka semua masuk ke dalam sebuah ruangan. Di dalam ruangan, terdapat meja dan kayu panjang. Berbagai macam lauk pauk dan nasi berada atas ompreng. Ompreng tersebut berada di atas meja dan siap untuk dinikmati. Setelah upacara pembuka, seluruh Calon Taruna mulai menikmati sarapan pagi.

Para senior dan pelatih mengawasi mengawasi seluruh Calon Taruna. Pak Narto, pelatih mengenakan baju loreng angkatan laut pun berkata melipat kedua tangannya. Tubuhnya yang kekar, kulit sawo matang menatap para Calon Taruna dengan mengintimidasi.

"Ingat sendok yang nyamper ke mulut, bukan mulut yang nyamper ke sendok. Kalau mulut yang nyamper ke sendok itu namanya bebek!" ujarnya kepada para Calon Taruna.

Juliet, secaepat mungkin menghabiskan sarapan pagi tanpa tersisa. Selesai makan mereka kembali berbaris. Satu persatu, para Calon Taruna memasukan ompreng ke dalam gentong berisi air lalu dicelumkan hingga bersih dan meletakkannya di atas meja. Setelah itu mereka semua kembali berbaris di depan ruangan. Kemudian. para senior mulai memperkenalkan lingkungan Akademi. Selanjutnya, seluruh Calon Taruna berlatih fisik hingga sore hari. Kegiatan itu terus menerus selama satu bulan lamanya.

Satu bulan telah berlalu, Juliet berada di lingkungan Asrama. Cuaca sangat panas, tubuh Juliet terasa lemas ketika berlatih fisik. Tidak disangka, darah keluar dari hidungnya namun dia terus berlari seorang diri mengejar ketertinggalan. Piras, pemuda berkulit putih, bertubuh tinggi kekar dan berambut cempak sempat melihatnya. Buru-buru dia berlari mendekati Juliet sedang berlari.

"Juliet, elu mimisan! Jangan dipaksakan, mending elu istirahat," kata Piras.

"Kenapa Juliet?" tanya seorang senior.

"Juliet mimisan senior," jawab Piras.

"Ayo, kamu ikut saya. Kamu harus istirahat," ujar Sang Senior berparas tampan menuntun Juliet menuju sebuah pohon yang rindang.

Juliet duduk di bawah pohon sambil meluruskan kedua kaki. Rupanya dia tidak sendiri, melainkan bersama seorang Calon Taruni. Calon Taruni itu, memiliki tubuh ideal dan tinggi sepantar. Kulitnya putih cerah, sepasang mata coklat dan berambut hitam. Parasnya yang manis, membuat Juliet menjulukinya di dalam hati sebagai gadis gula. Gadis itu sadar, bahwa Juliet sedang memperhatikannya lalu dia pun tersenyum manis kepadanya.

"Hai," sapa gadis itu.

"Hallo," balas Juliet.

"Masih kuat?" tanya gadis itu dengan cemas.

"Sepertinya masih, cuman senior itu bilang supaya aku beristirahat. Cuaca panas pesisir Kota Lelang, membuatku hampir meleleh," keluh Juliet.

"Sabar, nanti juga kamu terbiasa. Oh iya kenalin, namaku Nunki Safira," balasnya lalu menjulurkan tangan untuk berkenalan.

"Juliet, salam kenal," balasnya sambil berjabat tangan.

Matahari semakin menjulang tinggi, suhu panas semakin Juliet rasakan. Keringat mengucur dengan deras, raut wajahnya terlihat sangat kelelahan dalam mengikuti latihan. Berbeda dengan Nunki, masih bersemangat menunggu waktu yang tepat untuk kembali berlatih. Juliet teringat tiga hari sebelum keberangkatannya, menuju asrama. Seluruh Calon Taruna, mengikuti beberapa tes ketahanan tubuh.

Seluruh tes fisik telah Juliet ikuti, dia merasakan tubuhnya remuk ketika mengikuti tes fisik. Juliet sempat memperhatikannya mengikuti latihan. Nunki terlihat sangat bersemangat, mengikuti seluruh tes tanpa mengeluh sedikit pun.

"Nunki kamu hebat," puji Juliet membuat Nunki melirik ke arahnya.

"Hebat kenapa?"

"Sewaktu kita mengikuti tes fisik, aku lihat kamu mengikuti tes fisik dengan sangat semangat serta tanpa mengeluh. Padahal cuaca di sini sangat panas, lingkungan semi militer dan serba banyak aturan. Kenapa kamu masuk ke Akademi ini?" tanya Juliet.

"Ayahku seorang Kapten Kapal Pesiar. Semasa kecil, aku diajak Ayahku menuju Inggris menaiki Kapal Pesiar tempat ayahku bekerja. Aku melihat indahnya lautan, seketika aku pun jatuh cinta dengan laut. Ingin rasanya, aku menikmati suasana laut bersama Ayahku. Oleh karena itu, demi mewujudkan impianku maka aku masuk ke dalam Akademi ini," jawab Nunki.

"Gaji pelaut itu kudengar sangat tinggi. Tapi sayangnya, para pelaut jarang sekali kembali ke darat. Apalagi lautan itu penuh sejuta misteri, belum termasuk para perompak di atas kapal. Apa kamu sudah mempertimbangkannya?"

"Soal itu aku sudah memikirkannya matang-matang. Meski suatu saat, aku jarang kembali ke darat, bertemu perompak dan bahkan mahkotaku hilang sekali pun. Selagi aku bisa, melindungi para pemumpang serta menikmati indahnya lautan Nusantara, bagiku tidak masalah walau sempat ada pertentangan dari Ibuku. Ya, pada akhirnya Ibuku setuju dengan keinginanku walau hanya beberapa tahun. Bagaimana denganmu Juliet?"

"Hah, tidak ada alasan spesial. Aku hanya disuruh oleh Ayahku," jawabnya pesimis membuat Nunki terdiam sejenak.

"Mungkin saja, ayahmu ingin memberikan masa depan yang terbaik untukmu Juliet. Semangat!" balasnya menyemangati.

"Thanks," balas Juliet.

Semenjak saat itu, mereka berdua berteman. Setiap kali mereka berpapasan, Nunki selalu menyapanya terlebih dahulu membuat beberapa Calon Taruna salah paham.


SUY NGHĨ CỦA NGƯỜI SÁNG TẠO
Tampan_Berani Tampan_Berani

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C13
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank 200+ Bảng xếp hạng PS
    Stone 0 Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập

    tip bình luận đoạn văn

    Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.

    Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.

    ĐÃ NHẬN ĐƯỢC