Tải xuống ứng dụng
6.45% Bonoki / Chapter 10: Kalung bersinar

Chương 10: Kalung bersinar

Satu minggu telah berlalu, Juliet menikmati menu nasi goreng di ruang keluarga. Di sana, Ayah, Ibu dan Adiknya sedang menikmati sarapan pagi. Mira, ibunya Juliet melirik kepadanya lalu beliau teringat mengenai minat putra tertuanya masuk universitas.

"Juliet, kamu ingin masuk universitas mana?" tanya Sang Ibu.

"Universitas Kembang, Fakultas Bahasa Prancis."

"Di sekolah kamu belajar Bahasa Prancis?" tanya Ayahnya.

"Belum pernah."

"Kenapa milih Bahasa Jepang saja? Kalau lulus, siapa tau bisa mengikuti jejak kakekmu pergi ke Jepang," timbal Ibunya.

"Sudahlah Ibu, biarkan kakak menentukan pilihannya sendiri. Cepatlah jadi mahasiswa, biar gak jadi beban di rumah," maki Dinda, adik kandung Juliet.

"Dinda, kamu kok ngomong begitu sama kakak kamu?!" geramnya atas perkataan putri semata wayangnya.

Tanpa melontarkan sepatah katapun, Dinda berjalan masuk ke dalam kamarnya. Begitu juga dengan Juliet, mulai berkemas menuju lokasi Ujian SBMPTN berada di Kota Padi. Selesai berkemas, Juliet pamit lalu mengeluarkan motor Supra miliknya dari dalam garasi. Perlahan, motor yang dikendarai olehnya melaju meninggalkan rumah. Sepanjang perjalanan Juliet memikirkan adiknya, dia penasaran mengapa Dinda begitu membenci dirinya.

Sejak awal, hubungan mereka memanglah pasif. Jika sampai membenci, sampai sekarang Juliet masih belum mengetahuinya. Dua jam telah berlalu, akhirnya Juliet telah tiba di lokasi Ujian tepatnya Universitas Lumbung Padi. Setelah memarkirkan motornya disekitar kawasan parkir, Juliet turun dari motornya.

Dia berjalan seorang diri, mencari ruangan tepatnya ujian yang akan segera berlangsung. Lama mencari akhirnya Juliet menemukannya. Ruangan tepat Juliet, berada di lantai tiga gedung Fakultas Hukum menghadap langsung ke halaman parkir. Kemudian, dia duduk sesuai nomer sudah tertera di kartu ujian miliknya tepatnya bangku paling belakang. Mumpung waktu masih tersisa lima belas menit, Juliet memilih untuk tidur.

Kepalanya, terkubur oleh kedua tangannya di atas meja dan perlahan kedua matanya mulai terpejam. Seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya dari samping kanan. Juliet seketika bangun, dia melirik ke arah orang sudah menepuk pundaknya.

Rupanya, orang telah menepuk pundaknya adalah Qori. Lelaki itu merupakan teman semasa Sekolah Dasar. Setelan baju kemeja kotak hijau, tubuhnya ideal dan parasnya yang tampan bagaikan selebriti. Sedangkan Juliet, mengenakan kaos dibalik jaket merah dan celana biru dongker setiap berkunjung berbagai tempat. Bukannya senang, Juliet memandang Qori dengan raut wajah sangat datar.

"Gak nyangka kita satu ruangan," kata Qori.

"Iya," jawab Juliet tanpa ekspresi.

"Rencana elu mau masuk universitas mana?" tanya Qori.

"Universitas Kembang, Fakultas Bahasa Prancis."

"Sok, orang mendapatkan predikat pecundang dan anak idiot sewaktu sekolah dasar memang bisa?" hina Qori membuat Juliet tersinggung.

Mendengar hal itu, sekilas ingatan sekolah dasar melintas di dalam pikirannya. Dulu ketika Juliet menginjak bangku kelas satu sekolah dasar. Dia diminta Sang Guru untuk menyanyikan sebuah lagu. Juliet memilih lagu anak-anak berjudul "Burung Pipit". Dengan senang hati, dia pun menyanyikannya dengan senang hati dan riang gembira. Juliet berlari dan mengepakkan sayap, sebagai totalitas dan kecintaannya terhadap burung pipit ketika bernyanyi.

Sebelum, wajahnya mencapai tingkat ketampanan yang sekarang. Juliet memiliki gigi agak tonggos, tubuh kurus kering dan bertubuh kerdil. Ketika Juliet berlari sembari mengempakkan sayapnya, seluruh teman kelas menertawakannya. Selain itu, dia menjawab pertanyaan mengenai lambang negara dengan jawaban burung bangau. Ketika dirinya menginjak kelas dua, Juliet dikenal sebagai Chuuninbyo yaitu sindrom mengkhayal pada seseorang seolah memiliki kekuatan dan lain sebagainya.

Berbicara sendiri, melambaikan tangan dan bertingkah aneh membuatnya mendapat predikat anak idiot. Kabar tersebut terdengar oleh kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya, langsung memarahi orang tua murid telah menghina anaknya dan berkata bahwa Juliet adalah anak yang normal.

Semenjak saat itu, ketika dirinya menginjak bangku kelas tiga hingga kelulusan membuatnya menjadi anak pendiam. Mengingat hal itu membuat Juliet muak, dia pun memilih untuk tidak melayaninya dan lebih memilih untuk tidur. Tidak berselang lama, kedua pengawas ujian masuk ke dalam ruangan. Kedua pengawas, membagikan lembaran soal dan jawaban. Setelah itu, ujian SBMPTN dimulai selama dua jam lamanya.

Selesai ujian, Juliet berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan keluar seorang diri menuju parkiran. Namun saat memasuki kawasan parkiran, tidak disangka dia bertemu dengan dua orang yang dia benci semasa sekolah dasar yaitu Pandu dan Faras. Pandu memiliki postur tubuh tinggi kekar, berkulit sawo matang, rambut cempak dan bermata sipit. Sedangkan Faras, memiliki tinggi sepadan dengan Juliet, berkulit cerah dan bertubuh agak kekar.

"Faras, gak nyangka kita ketemu anak idiot di sini," hina Pandu.

"Jadi ingat semasa sekolah dasar, waktu itu elu nantangin Juliet berkelahi karena tangannya lengket," timbal Faras.

Dulu, sewaktu Juliet menginjak bangku kelas enam mereka berdua sekelas. Pandu dan Juliet, diminta oleh Sang Guru untuk menyalin lembaran soal ujian harian yang akan mereka ikuti. Canda dan gurau mereka lalui, ketika mengayunkan sepeda kembali ke sekolah. Tidak sengaja, kaki kirinya terkena oleh sehingga tangan kiri langsung mengelapnya.

Akibatnya, tangan kiri Juliet terasa lengket lalu menggerakkannya sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Pandu menganggap, bahwa Juliet meledeknya dengan menggerakkan tangan kiri seolah itu mulutnya. Juliet berusaha menjelaskan kesalahpahaman, namun Pandu sama sekali tidak percaya. Pandu yang dikenal sebagai siswa populer, membuat Juliet semakin terpojok.

"Ha.ha.ha! Elu benar, tangan lengket itu cuman alasan aja ras biargue memukul wajahnya. Eh! Idiot ini malah milih adu pinalti," hina Pandu kepada Juliet.

"Sudahlah Pandu, kasian Juliet nanti nangis ngadu sama kakek atau ibunya," sambung Faras.

Amarah sudah diujung tanduk, Juliet memandang mereka berdua dengan sorot matanya yang tajam. Tanpa sadar, kedua tangannya mengepal dan siap untuk memukul. Beberapa peserta ujian mulai memasuki area parkir kampus. Juliet mengelus dada seiring mempertahankan akal sehatnya.

"Kalau dilihat-lihat, mulut kalian ketika berbicara terlihat seperti pantat ayam," kata Juliet membuat mereka sedang menertawakannya terdiam.

"Apa kamu bilang?!" tanya Pandu.

"Elu gak tuli kan? Gue bilang, mulut elu dan elu mirip pantat ayam. Bau dan berisik layaknya buang kotoran," hina Juliet membuat mereka berdua terbakar emosi.

"Anak idiot sialan, ngajak berkelahi?!" tanya Pandu dengan penuh emosi.

"Males, nanti anak populer sialan kayak elu nangis dan ngadu ke mamah," hina Juliet membuat Pandu semakin emosi.

"Bukannya elu yang ngadu ke mama? Pasti idiot, ngomong kayak begitu karena takut sama kita," sambung Faras.

"Takut? Pantangan gue takut sama pantat ayam kayak kalian. Kalau mau kita berkelahi sekarang, carikan tempat yang sepi buat gue menghajar kalian sampai babak belur."

"Boleh, ayo ikut gue kalau berani anak idiot!" tantang Pandu.

Mereka semua, menaiki kendaraan motor masing-masing lalu melaju meninggalkan lingkungan kampus. Kemudian mereka mengunjungi sebuah lahan rumah kosong pinggir jalan pantai utara. Baku hantam tidak terhindarkan, Juliet dengan penuh emosi saling beradu pukulan dengan mereka bedua. Begitu juga dengan Pandu dan Faras bekerja sama menghajar Juliet hingga babak belur.

Tiga jam telah berlalu, pertarungan tidak seimbang dan postur tubuh mereka membuat Juliet terkapar. Wajah mereka babak belur, darah mulai menetes membasahi tanah.

"Cuih!" Pandu meludah mengenai kening Juliet. "Mampus anak idiot!" hinanya sambil berjalan tertatih-tatih menuju motornya bersama Faras.

Juliet perlahan bangkit, dia berjalan menuju ke arah motornya sambil menahan sakit. Air matanya mulai mengalir, dia pun menangis histeris karena kekalahan sekaligus sakit hati karena ucapan mereka. Kemudian dia pun menaiki motor dan melaju kembali ke rumahnya. Tidak terasa, matahari mulai terbenam dan langit perlahan mulai mendung. Suara gemuruh mulai terdengar, kilatan cahaya mulai terlihat di angkasa.

Sebelum memasuki Desa, dia melintasi Desa tetangga yaitu Desa Kenari. Seluruh listrik di Desa Kenari padam. Kemudian dia mulai melintasi pemakaman umum. Suasana menjadi mencengkram, ketika motor Juliet terasa berat seperti ada yang membonceng di belakang. Dia melirik ke arah belakang melalui kaca spion, namun tidak ada siapa pun. Sepanjang perjalanan, dia merintih kesakitan akibat pukulan yang dia terima oleh kedua lawannya.

Sesampainya di rumah, Juliet menuntun motornya masuk ke dalam garasi berada beberapa meter samping rumahnya. Juliet merasa, ada seseorang mengikutinya dari belakang. Mungkin saja, sosok itu adalah ayahnya begitulah yang dipikirkan Juliet. Aroma busuk dan amis darah terhendus dari belakang.

"Maaf Ayah, tolong kunci pintu garasi. Juliet sangat lelah hari ini," ujarnya meminta kepada sosok yang dia sangka Ayahnya.

"Iya, nanti Ayah kunci pintu garasi," timbalnya dengan suara asing baginya.

Merasa ada yang tidak beres, perlahan Juliet menengok ke belakang dan tidak disangka sosok itu adalah pocong. Wajahnya yang buruk rupa, busuk, penuh darah, dan dagingnya yang mengklupas membuat Juliet sangat ketakutan. Seluruh tubuh Juliet gemetar, dia ingin sekali lari namun entah mengapa tubuhnya tidak bisa digerakkan. Kedua matannya tak berkedip, ketika memandang sosok hantu berbentuk bantal guling, berkain kafan putih penuh dengan noda darah dihadapannya.

Kalung kujang yang Juliet kenakan, perlahan mengeluarkan cahaya. Cahaya emas begitu terangnya, membuat sosok pocong itu terbakar. Seketika wujud pocong itu berubah menjadi abu. Tanpa menyia-nyiakan kesempatam, dia pun berlari keluar dari garasi.

"Pocong!" teriak Juliet dengan sangat ketakutan.

Kedua orang tua beserta beberapa tetangga, keluar dari rumah. Mereka berlarian menghampiri Juliet sedang terdiam sangat ketakutan dengan raut wajahnya yang babak belur. Juliet menceritakan semuanya, mengenai kemunculan sosok pocong di dalam garasi kecuali raut wajahnya yang babak belur.

Dia beralasan tidak masuk akal, bahwa dirinya terjatuh dari motor. Setidaknya alasan itu sedikit membungkam pertanyaan kedua orang tuannya. Setelah itu, dia berjalan masuk ke dalam kamar untuk menenangkan diri. Sedangkan para tetangga, kembali ke rumah masing-masing sembari menceritakan kisah pocong dialami oleh Juliet. Kisah pocong itu menyebar cepat hingga ke seluruh desa.


SUY NGHĨ CỦA NGƯỜI SÁNG TẠO
Tampan_Berani Tampan_Berani

Jika dirimu ada masalah, percayalah bahwa Sang Pencipta akan membantumu. Maka janganlah kau melupakannya hingga akhir hayat.

Chương 11: Bersepedah

Keesokan harinya, ketika waktu sudah menjelang tengah hari Juliet berdiri di depan halaman rumahnya. Dia berencana melatih fisiknya sebelum masuk Akademi Maritim. Rencananya, dia berlari mengelilingi desa lalu berlari lurus hingga depan pemakanan umum berada tengah sawah. Juliet pun mulai berlari, meninggalkan rumah menuju area telah dia tentukan.

Sinar matahari bersinar terang, angin berhembus sepoi-sepoi dan suhu panas mulai dia rasakan. Keringat mengucur dengan derasnya, baru beberapa meter Juliet kelelahan. Rasa lelah yang dia rasakan, tidak melunturkan semangatnya untuk berlari.

Ketika dia, memasuki jalan dipenuhi oleh pepohonan terdengar puluhan orang menyemangatinya layaknya suporter sepak bola. Juliet melirik ke sana kemari, namun tidak ada siapa pun selain dirinya. Mendengar hal itu Juliet pun mengabaikannya dan terus berlari. Sesampainya di rumah, Juliet lanjutkan dengan push up, dan sit up. Setelah itu, dia berjalan masuk ke dalam rumah lalu duduk sambil meluruskan kakinya di ruang keluarga.

Latihan fisik telah dia jalani, membuat Juliet sadar akan kemampuannya. Tidak berselang lama, Sang Ayah pun datang. Beliau hanya mengenakan kaos berkerah dan sarung.

"Ayah, Juliet tidak ingin masuk ke Akademi Maritim."

"Memangnya kenapa?" tanya Sang Ayah.

"Fisik dan mental Juliet, tidak kuat untuk mengikuti pendidikan ayah," jawabnya berterus terang.

"Karena fisik dan mentalmu lemah, ayah masukkan ke dalam Akademi itu. Sudahlah, kamu jangan banyak protes. Jalani saja, lagi pula ayah yang biayai semuanya. Kamu cukup ikuti pendidikan sampai selesai," timbalnya sedikit memaksa.

"Juliet tidak mau Ayah, pendidikan itu terlalu berat bagi Juliet," protesnya kepada Sang Ayah.

"Memangnya kamu sudah menentukan pilihanmu?"

"Belum."

"Pilihan saja kamu gak punya. Dengar Juliet! Pokoknya kamu harus masuk Akademi. Bisa atau tidaknya, Ayah percaya kamu pasti bisa!" balasnya memaksa.

Juliet tertunduk lesu, dia pun pamit dan berjalan masuk ke dalam kamar. Pemuda itu terdiam memandang langit, perlahan dia mulai memejamkan mata. Dalam hati dia berharap, semoga apa yang dirinya alami barusan hanyalah sebuah mimpi. Perlahan, jiwanya terbang masuk ke dalam lorong mimpi. Tubuhnya terasa ringan seperti kapas, melayang dan mengalir layaknya batang kayu pada aliran sungai.

Kedua mata Juliet perlahan mulai terbuka. Betapa terkejutnya dia, saat melihat dirinya berada di dunia dipenuhi oleh cahaya putih. Dihadapannya, terlihat sosok wanita bertelinga runcing, berambut pirang kuncir kuda dan mata yang hijau. Di belakang tubuhnya, terdapat sayap peri seperti tokoh disney Tinkerbell. Dia menggunakan baju serba hijau, berpadu dengan baju besi. Tingginya sepadan dan parasnya yang anggun.

"Tuanku, hamba merasakan aura iblis yang sangat berbahaya," ujar gadis itu memperingatkan.

"Iblis, apa maksudmu?" tanyaku.

Belum sempat menjawab, dia kembali terbangun dari tidurnya. Mimpi itu, terus berlangsung selama tiga hari lamanya. Juliet sama sekali tidak mengerti, mengenai mimpi selalu dia alami. Siapa gadis itu? Apa maksud dari ini semua? Pertanyaan itulah terus terulang di dalam pikirannya.

Suara ayam berkokok mulai terdengar, sinar matahari pagi mulai bersinar terang dan suara ketukan pintu nyaring terdengar. Juliet beranjak pergi dari kasurnya, dia berjalan meninggalkan kamar dengan raut wajah mengantuk menuju dapur untuk menikmati menu sarapan pagi. Selesai sarapan pagi, Juliet bersiap untuk bersepeda seorang diri mengelilingi Desa.

Dia mengeluarkan sepeda putih tipe MTB Cross dari dalam garasi. Kemudian dia mulai melaju dengan sepedahnya meninggalkan rumah. Sepanjang perjalanan, dia melihat hamparan pesawahan yang luas. Di depan Juliet meliha seorang pemuda, menggunakan jaket hoodie berwana hitam sedang berjoging. Juliet melintasi pemuda itu tanpa memperdulikannya. Tiba-tiba, pemuda itu memanggilnya lalu dia menghentikan laju sepeda dan menoleh pada pemuda itu.

Rupanya orang yang memanggilku adalah Yoga sepupu dari kerabat Ayahnya. Dia tinggal satu kampung dengan Juliet. Waktu Juliet yang dia habiskan di dalam rumah, membuatnya tidak begitu akrab dengan sepupunya. Wajahnya berseri-seri, keringat bercucuran dan nafas ngos-ngosan berjalan menghampirinya. Postur tubuh Yoga ala biaragawan membuat Juliet pesimis.

"Tumben keluar, biasanya elu di dalam rumah," kata Yoga.

"Gak terlalu sering di dalam ruma. Terkadang, gue butuh hiburan di luar rumah," balas Juliet.

"Keluarga sehat?" tanya Yoga memulai perbincangan.

"Sehat."

"Syukurlah. Ngomong-ngomong, rencana elu mau kuliah dimana?"

"Rencananya pengen masuk Universitas Kembang. Karena gue gak lulus SBMPTN, terpaksa gue mau masuk Akademi Maritim Saung Bambu."

"Wih! bareng sama gue!" timbal Yoga dengan sangat senang.

"Tapi entahlah," balas Juliet dengan sangat pesimis.

"Jangan begitu bro, elu harus yakin dengan apa yang elu pilih.Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, maka jangan menyesali yang sudah terjadi. Lebih baik fokus menatap hari esok yang lebih cerah," ujarnya menyemangati.

Kata penyemangat, membuat Juliet sedikit termotivasi lalu dia pun pamit untuk melanjutkan kegiatan bersepeda menuju tempat yang lebih jauh. Juliet bersemangat, mengayuh sepedanya menuju perkebunan tebu yang sangat jauh dari Desa. Keringat mengucur dengan deras, jantungnya berdegup kencang dan nafasnya ngos-ngosan. Kemudian, dia beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang. Dia meminum seteguk air mineral dari dalam botol yang dia bawa dari rumah.

Setelah beristirahat, Juliet kembali menaiki sepeda lalu melaju kembali ke rumah. Suasana jalan terlihat sepi, hanya dua atau tiga kendaraan yang melintas. Tanpa dia sadari, dua sepeda motor melaju mengikutinya dari belakang. Sinyal pertanda bahaya mulai berbunyi, dia pun melirik ke belakang.

Sontak, empat orang lelaki meengendarai dua sepeda motor melaju menghampirinya. Dua pembonceng mengeluarkan senjata tajam. Salah satu dari mereka, menarik kerah bajunya.

"Serahkan uang dan ponselmu!"

Juliet sangat ketakutan, dia tidak tau apa yang harus dirinya perbuat. Entah mengapa, kedua motor yang mereka kendarai mulai berguncang. Tubuh mereka, mendadak tidak bisa digerakan.

"Kenapa dengan tanganku?! Mengapa tangan dan motorku bergerak sendiri?!" ujar seorang penjahat memegang kemudi.

"Iya! Motor gue kenapa bergerak sendiri?!" tanya seroang rekannya yang juga memegang kemudi dengan sangat panik.

Kedua motor itu melaju perlahan menuju tengah jalan. Dari arah depan, sebuah mobil baik polisi melaju dengan cepat. Keempat penjahat itu sangat panik dan ketakutan. Spontan, polisi memberhentikan laju kendaraannya dan akhirnya mereka menabrak mobil polisi dan terpental masuk ke dalam bak mobil.

Keempat penjahat itu, tergeletak di atas bak mobil tidak sadarkan diri. Juliet yang melihat hal tersebut, menambah kecepatan laju sepedanya dengan ketakutan. Dia berharap, supaya dirinya sampai di rumah. Sesampainya di rumah, dia masuk ke dalam kamar lalu berbaring di atas kasur sembari menenangkan diri atas apa yang terjadi hari ini.

Perlahan kedua matanya mulai terpejam dan akhirnya dia pun tertidur pulas.Tidak berselang lama, suara ketukan pintu mulai terdengar. Juliet sedang tertidur mulai terbangun, buru-buru dia membuka pintu kamar. Rupanya, orang telah mengetuk pintu adalah Ibunya. Beliau meminta Juliet untuk menemaninya pergi ke pasar. Dengan senang hati, Juliet akan menemaninya pergi berbelanja di pasar.

Setelah mereka bersiap, mereka berdua menaiki motor lalu melaju menuju pasar. Suasana pasar cukup ramai, suara para pedagang meneriaki dagangan dan diskon membuat suasana pasar menjadi ramai. Aroma amis, cuaca panas dan penuh sesak menjadi sarapan sehari-hari.

Pandainya Sang Ibu dalam menentukan harga, menjadi hiburan tersendiri bagi Juliet. Mau tidak mau, Juliet harus menjadi tukang pikul hingga Ibunya puas berbelanja. Selesai berbelanja, mereka berdua mampir di Kedai Mie Ayam. Mereka berdua, sangat menikmati Mie Ayam Bakso di kedai langganan mereka berdua.

"Juliet?"

"Iya Ibu?" tanya Juliet sambil mengunyah makanan.

"Malam ini, kamu mau tukar kamar dengan adikmu?" tanya Sang Ibu.

"Memangnya kenapa?" Juliet balik bertanya.

"Adikmu tidak bisa tidur, katanya dia sering diganggu oleh hantu. Kamu mau tukar kamar dengan adikmu selama dua minggu?"

"Males, lagian orang sinting mana yang mau tidur dikamar seperti itu? Adik kurang ngajar seperti dia, memang pantas tidur tempat seperti itu," timbal Juliet sambil mengunyah makanannya.

"Jangan begitu Juliet, baik dan buruknya. Dinda tetaplah adik kamu," balasnya menasehati.

"Tapi bu! Sudah bertahun-tahun dia kurang ngajar kepadaku. Bahkan, dia berkata kepada temannya bahwa Juliet hanyalah tukang ojeg langganan," balas Juliet berkeluh-kesah.

"Adikmu berkata seperti itu, pasti ada alasan. Jika kamu senggang, coba pikirkan mengapa adikmu bertingkah seperti itu. Kamu harus ingat, Dinda adalah adik kandungmu satu-satunya. Ibu tidak ingin, ketika Ibu dan Ayahmu tiada hubungan kalian menjadi hancur," pinta Sang Ibu membuat Juliet terdiam lalu dia kembali berkata,"Setidaknya tiga hari, tolong kamu tidur dikamar adikmu. Ibu janji akan carikan paranormal secepat mungkin."

"Iya bu."

Mau tidak mau, Juliet harus bertukar kamar dengan adiknya. Bagi Juliet, selama Ibunya merasa tenang itu sudah cukup. Selesai makan, mereka berdua menaiki motor lalu melaju kembali pulang ke rumah.


SUY NGHĨ CỦA NGƯỜI SÁNG TẠO
Tampan_Berani Tampan_Berani

Setiap perbuatan pasti ada balasannya.

Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C10
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank 200+ Bảng xếp hạng PS
    Stone 0 Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập

    tip bình luận đoạn văn

    Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.

    Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.

    ĐÃ NHẬN ĐƯỢC