Keesokan harinya, Juliet dan Aman mengunjungi PT. Granit berada Kawasan Industri Kebo Ireng. Motor mulai memasuki kawasan parkir tidak jauh dari tempat mereka mengikuti seleksi. Semua orang berbaris di depan gedung kantor sambil menyiapkan mental. Cuaca panas serta penuh sesak, membuat Juliet berkeringat sangat banyak. Juliet menepuk pundak Aman dari belakang.
"Man, gue gugup," kata Juliet tidak percaya diri.
"Sama Mas Jul, gue juga gugup. Tapi elu harus ingat, ketika interview elu harus percaya diri dan niat ingin kerja. Kalau gugup, peganglah sesuatu sebagai pelampiasan, bolpoin contohnya,' balas Aman memberikan saran.
"Kalau enggak lolos gimana?" tanya Juliet.
"Tenang, gue punya jalur alternatif kok. Elu, fokus aja apa yang ada di depan."
Lama menunggu, akhirnya mereka berdua mulai memasuki kantor. Suhu panas seketika menghilang, berganti menjadi suasana sejuk. Tinggal lima belas orang lagi, giliran Juliet akan tiba. Seorang peserta di belakang tiba-tiba menepuk pundak Juliet. Orang itu berkulit permata hitam dan rambut yang keriting.
"Hei kau dari mana?" tanya lelaki itu dengan raamah.
"Saya dari Bentang, sendirinya?"
"Saya dari Jayapura, papua timur"
"Jauh sekali, kenapa nyari kerja sampai kesini?"
"Kata paman UMR Jawa barat sangat tinggi, siapa tau setelah bekerja disni. Aku bisa membangun restoran dan beli perahu buat bapak," ujarnya berharap.
"Keren, semoga di terima."
Sekian lama menunggu akhirnya giliran Juliet telah tiba. Dengan rasa gugup, dia berjalan masuk ke dalam ruangan. Dia duduk berhadapan dengan HRD (Human Resources Development). Beliau mengenakan jas hitam sembari memegang balpoin di tangan kirinya. Tatapanya sangat tajam, membuat siapa pun terintimidasi olehnya. Interview pun di mulai, Juliet menjawab seluruh pertanyaan yang dilontarkan oleh Sang HRD dengan jujur. Selesai interview, Sang HRD langsung memberikan keputusan.
"Maaf anda tidak di terima karena belum berpengalaman dalam bekerja."
"Tapi saya harus bekerja disini agar mendapatkan pengalaman.
"Makanya kerja!" bentaknya.
"Makanya saya ke sini karena ingin kerja!"
"Kamu gak saya terima, karena belum berpengalaman!"
"Terus saya harus bagaimana, biar dapat pengalaman?!"
"Makanya kerja!" bentaknya.
Pintu kantor mulai terbuka, Aman pun masuk ke dalam ruangan lalu menarik paksa Juliet keluar. Sebelum meninggalkan ruangan, Aman meminta maaf kepada Sang HRD. Mereka berdua, berjalan meninggalkan gedung dengan penuh kekekcewaan. Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul tengah hari.
Mereka berdua mampir ke sebuah warung angkringan pinggir jalan. Selain warung angkringan, terdapat penjual baso serta pedangang kuliner lainnya. Satu persatu, mereka turun dari motor lalu duduk di sebuah bangku panjang di bawah pohon yang rindang.
"Kita makan siang dulu, elu mau pesan apa?" tanya Aman.
"Ketoprak, minumnya jangan lupa," timbal Juliet memesan.
"Ok, elu tunggu di sini," kata Aman sambil berjalan menuju penjual ketoprak.
Bukannya menunggu, Juliet malah berjalan tidak karuan. Kemudian dia melihat penjual aksesoris dengan beralaskan terpal. Juliet pun berjongkok untuk melihat-lihat. Berbagai aksesoris tersedia di atas terpal. Pemuda itu teringat oleh adinya, dia berencana untuk membelinya jika ada yang membuatnya tertarik. Sang Penjual Aksesoris itu mengenakan baju serba hitam dan ikat kepala batik khas Sunda. Beliau memiliki kumis dan tubuhnya terlihat cukup kekar. Usianya kira-kira 40 tahun lebih.
Juliet memilih tiga aksesoris gantungan kunci. Pertama berbentuk tokoh disney yaitu donal bebek, kedua mickey mouse, terakhir lightning mcqueen.Selain adiknya, dia berencana untuk memberikannya kepada keponakan-keponakannya yang masih kecil.
"Sudah elamar kerja?" sapa Sang Penjual Aksesoris dengan ramah.
"Iya pak, baru saja kami selesai melamar kerja. Sebelum pulang, saya dan teman saya sengaja mampir ke sini," balasnya dengan ramah.
"Gimana lancar?"
"Tidak sesuai harapan," jawabnya dengan bersedih.
"Sabar, rezeki tidak akan kemana, asal kita terus berjuang dan berdoa pasti rezeki akan dapat."
"Ini juga, saya juga iseng melamar kerja. Entah kemana kapal ini berlabuh, setidaknya saya berusaha mencari tau."
"Setiap makhluk hidup memiliki garis takdir yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Kita sebagai hambanya, hanya bisa mencarinya dengan sekuat tenaga. Yang kamu sedang lakukan adalah langkah awal yang sangat bagus. Mungkin beberapa pekan ke depan, kamu pasti akan mengalami masalah. Tapi jangan risau nak, sebab hidup ini adalah perjuangan. Apa yang kamu inginkan, takdir, alasanmu hidup, suatu saat nanti kamu pasti menemukannya," ujar Sang Penjual Aksesoris dengan tutur kata bijaknya.
"Berbicara itu mudah, tetapi melakukannya tidak gampang. Apalagi, orang biasa sepertiku yang tidak mempunyai kelebihan apa-apa."
"Setiap makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kamu hanya belum menemukannya, sungguh hanya itu. Yang terpenting adalah di sini," ujarnya lalu menempelkan ujung jari pada keningnya.
"Di sini?"
"Iya, akal sehat dan hati nurani.
Kemudian, lelaki itu mengambil sebuah kalung emas berbentuk kujang. Kalung tersebut dia genggam, sesekali dia memainkannya dengan cara melempar-lempar. Bentuk kalung yang bagus, membuat Juliet tertarik untuk membelinya. Namun, melihat dari caranya melempar dan menggenggamnya. Juliet yakin, pasti kalung itu tidak dijual.
"Nak, apa kamu tau Prabu Siliwangi?" tanya Sang Penjual Aksesoris.
"Aku tau, Prabu Siliwangi merupakan Raja Kerajaan Pajajaran yang terkenal akan kebijaksanaannya. Kebetulan saya tau dari artikel," jawabnya kepada lelaki itu.
"Kamu benar nak, tapi Prabu Siliwangi tidak sebijak itu. Banyak sekali kekurangan di dalam dirinya, terutama urusan keluarga. Andaikan, Prabu Siliwangi mau menerima dan terbuka dengan keyakinan putranya Raden Kian Santang, mungkin Prabu Siliwangi tidak akan Moksa dan mungkin Kerajaan Pajajaran akan bertahan sedikit lebih lama," ujarnya dengan raut wajah sedikit bersalah.
"Ha.ha.ha! Anda bicara seperti itu seolah-olah anda sendiri Prabu Siliwangi."
"Bisa saja kamu nak, aku hanya membayangkan jika diriku adalah Prabu Siliwangi. Selain kebijaksanaan, Prabu Siliwangi memiliki kesaktian hampir setara dengan Dewa. Sekarang, seluruh kesaktiannya berada di dalam kalung ini," ujarnya sembari menunjuk pada kalung Kujang miliknya.
"Anda memang pandai membuat cerita. Memangnya, mengapa Prabu Siliwangi sampai repot-repot memasukkan kesaktiannya ke dalam kalung?"
"Simpelnya, dia ingin mencari orang yang tepat untuk menggunakan kesaktiannya untuk kebaikan." ujarnya lalu menyodorkan kalung itu kepada Juliet. "Ambilah."
"Untukku?" tanya Juliet memastikan sembari menerima kalung itu di tangannya.
"Iya untukmu. Sekali kamu memakainya, kesaktian Sang Prabu akan mengalir ke dalam tubuhmu. Kamu akan bertemu dengan tiga orang kesatria sekaligus tangan kanan Siliwangi. Mereka akan membantumu berlatih menggunakan kekuatan itu," kata Penjual Aksesoris sambil menunjuk pada kalung sedang Juliet kenakan.
Juliet pun tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Namun, entah mengapa dirinya merasa seperti ada sesuatu masuk ke dalam tubuhnya. Dari kejauhan, Aman berjalan seorang diri sambil menyebut namanya. Betapa terkejutnya Juliet, ketika melihat Penjual Aksesoris beserta daganganya menghilang.
"Astaga!" ucapnya dengan sangat terkejut.
"Elu kenapa?" tanya Aman berjalan mendekat sambil membawa pesanan Juliet serta dirinya.
"Tadi elu lihat pedangang di sini?!" tanya Juliet dengan sangat syok dan ketakutan.
"Pedagang apa? Gue lihat dari tadi elu berlutut gak jelas di sini," jawab Aman.
"Serius gue gak bohong!"
"Jangan parno, ayo kita makan siang," ajak Aman sambil berjalan menuju kursi tempat mereka duduk sebelumnya.
Mereka berdua, mulai menikmati makan siang di bawah pohon yang rindang. Angin berhembus sepoi-sepoi, beberapa pengendara bermotor terlihat melintas. Suasana sunyi ditemani oleh menu makan siang dan air kelapa, membuat makan siang terasa nikmat. Tetapi, Juliet terus teringat sosok lelaki misterius telah dia temui. Dia penasaran, siapa lelaki itu sebenarnya.
Hidup para pencari kerja lebih keras. Dibandingkan kerasnya ibukota.
Setelah makan siang, mereka berdua pergi mengunjungi sebuah kontrakan tak jauh dari kawasan industri. Rencana, mereka ingin menemui seorang kenalan. Lama di perjalanan, akhirnya mereka sampai di kontrakan. Kontrakan tersebut berada sepuluh meter dari warung kopi.
"Yakin di sini?" tanya Juliet.
"Yakin," jawab Aman.
"Memangnya kita mau ketemu siapa?"
"Mei Xuin kenalanku, dia merupakan seorang HRD PT. SIYING."
Pintu kontrakan terbuka, seorang wanita cantik keluar dari kontrakan. Dia berkulit putih, berparas cantik, bermata sipit khas orang Asia. Rambut hitam sebahu, mengenakan kacamata dan senyumannya yang manis membuat parasnya semakin berkilau.
"Kalian sudah datang rupanya, ayo masuk!" ajak gadis itu.
Mereka semua masuk ke dalam kontrakan lalu duduk di ruang tamu hanya beralaskan ubin. Wanita itu, berjalan ke dapur lalu kembali dengan membawa nampan berisi tiga gelas teh tawar.
"Silahkan di minum," kata Mei Xuin.
"Iya kak," ucap kompak mereka berdua sembari mengambil gelas.
Juliet menoleh ke depan, dia melihat barang-barang sudah terbungkus rapih di dalam kardus. Kemudian Mei Xuin, mengambil tiga lembar soal psikotes lalu membagikannya kepada mereka berdua.
"Ayo, kalian berdua cepat isi soalnya. Kalian cukup salin jawabannya ke dalam kertas," perintah Mei Xuin kepada mereka berdua.
Aman dan Juliet, mulai memindahkan kunci jawaban ke dalam kertas berisi soal. Tidak butuh waktu lama, mereka telah mengisi seluruh soal dengan mudah tanpa hambatan.
"Nyari kerja susah, beruntung kamu kenal sama saya," kata Mei Xuin kepada Aman.
"Iya benar Kak," timbalnya lalu tersenyum mengagumi kecantikannya.
"Mbak emang berapa biaya masuknya?" tanya Aman.
"Lima juta setengah, besok atau lusa kalian datang ke sini. Sekalian, kalian bawa surat keterangan sehat dari klinik setempat beserta berkas lainnya. Kalau bisa, besok atau malam ini kirimkan uangnya. Nanti saya kirimkan nomer rekening saya ke Mas Aman."
"Iya kak, pasti kami transper uangnya!" seru Aman bersemangat kepada Mei Xuin.
Gumpalan asap hitam, keluar dari tubuh Mei Xuin. Juliet melirik ke arah Aman sedang terkagum-kagum pada Mei Xuin. Melihat ekspresinya, Juliet pun mengetahui bahwa dirinya seorang bisa melihat gumpalan asap tersebut. Juliet tidak tau, asap apa itu tapi jelas dia merasa tidak nyaman berada di dekatnya. Seolah instingnya memperingatkan bahwa wanita itu bukanlah sosok yang baik.
Setelah itu, mereka berdua pun pamit lalu berjalan keluar dari kontrakan. Aman dengan bersemangat berkata, bahwa dirinya akan segera mengirimkan uang pada nomer rekeningnya. Mereka berdua menaiki motor, perlahan motor itu mulai melaju meninggalkan kontrakan tempat Mei Xuin tinggal.
Di tengah perjalanan, Aman meminjam uang kepada Juliet. Sontak Juliet pun sedikit terkejut, dia berjanji akan mengembalikan setelah gajian. Namun, Juliet bersikeras menolak permintaannya. Sekian lama diperjalanan, akhirnya Juliet sampai di rumah Aman. Pemuda itu turun dari motor lalu Juliet pun pamit kepadanya. Sebelum pergi, Aman meminta agar Juliet mau mengabari soal ketertarikannya pada calo itu.
Juliet pun terdiam, dia mulai melaju perlahan menjauhi rumah Aman. Ketika diperjalanan, Juliet teringat oleh Mei Xuin. Instingnya berkata, bahwa dia harus menolak tawaran dari Mei Xuin. Di sisi lain, dia juga masih bimbang antara kuliah dan kerja. Dua jam telah berlalu, akhirnya Juliet sampai di rumahnya. Dia melihat Sang Ibu sedang duduk bersantai di ruang keluarga. Sebelum masuk ke dalam kamar, Juliet sempatkan untuk mencium tangan ibunya.
Selesai berganti pakaian, Juliet mengambil nasi goreng hangat dari dalam wajan. Dia berjalan menemui ibunya sedang menonton televisi sambil membawa piring. Setelah itu, Juliet duduk tepat di samping Ibunya.
"Juliet bagaimana lamaran kerjanya?
"Tidak sesuai harapan," jawabnya bersedih.
"Sabar Juliet, hidup itu memang tidak selalu berjalan mulus."
"Iyah."
"Kamu berencana untuk kerja, gak mau kuliah?"
"Gak tau bingung."
"Jangan begitu, sebentar lagi penerimaan mahasiswa baru. Saran Ibu mending kuliah saja. Kamu memang tidak mau menyandang gelar Sarjana?"
"Mau."
"Ya sudah kamu pikirkan baik-baik. Ibu dan Ayah akan carikan Universitas Swasta untukmu sebagai cadangan," ujar Sang Ibu.
Dari caranya berbicara, Sang Ibu ingin sekali anak tertua-nya menjadi seorang Sarjana. Rasa bimbangnya membuat Juliet merasa tidak enak kepada kedua orang tuannya. Selesai makan malam, dia berjalan masuk ke dalam kamar. Juliet menghubungi Aman di saat itu juga.
"Jadi gimana Juliet, elu jadi transper uang ke Mei Xuin?" tanya Aman.
"Sorry, kayaknya gue mau kuliah. Mungkin gue kerja setelah lulus," jawabnya kepada Aman dengan penuh keyakinan.
"Ok, kalau begitu. Semoga elu betah masuk Universitas. Kalau gue, tetap transper uang ke Mei Xuin. Soalnya, kapan lagi gue bisa masuk kerja di Pabrik Bonafit."
"Iya man, semoga elu juga betah di tempat kerja. Kalau gajian jangan lupa traktir gue," timbalnya kepada Aman.
"Tenang, soal itu gampang!"
Perbincangan pun telah berakhir, Juliet meletakkan ponselnya kembali di samping bantal. Dia berbaring di atas kasur, perlahan Juliet mulai memejamkan mata lalu dian tertidur. Satu minggu telah berlalu, selesai sarapan Juliet menonton acara berita di televisi. Betapa terkejutnya Juliet, melihat foto Mei Xuin dalam berita utama. Wanita itu merupakan seorang buronan yang telah menipu banyak orang hingga mencapai milyaran rupiah.
Juliet teringat oleh temannya Aman, saat ini dia tidak ingin menghubunginya. Tapi satu hal yang harus dia ingat adalah tekat api yang dia miliki. Tidak berselang pintu kamar terbuka, Dinda adiknya Juliet keluar dari kamar. Gadis itu berjalan sempoyongan dengan raut wajah mengantuk.
"Dinda, kakak belikan gantungan kunci di atas meja dekat televisi. Kamu pilih dan ambil gantungan kunci kesukaanmu," ujarnya menunjuk ada tiga gantungan kunci tergeletak di atas meja depan televisi.
Sepatah kata pun tidak keluar dari mulutnya. Dinda pun berjalan masuk ke dalam kamar mandi sambil membawa selembar handuk, tanpa memperdulikannya.
Satu jam telah berlalu, Dinda pun keluar dari kamar mandi dengan mengenakan selembar handuk. Gadis itu berjalan masuk menuju kamarnya lalu bersiap-siap untuk sekolah. Setelah berkemas dan mengenakan seragam SMA, Dinda keluar dari kamar. Juliet dan adiknya keluar rumah, dia mulai mengantarkan adiknya pergi ke sekolah. Sepanjang perjalanan, tidak ada satu pun dari mereka yang memulai pembicaraan.
Sejak dulu hingga sekarang, hubungan mereka sangat pasif. Dinda yang selalu bermain ke luar, sedangkan kakaknya selalu mengurung diri di rumah. Mereka berdua benar-benar dua bilah mata koin yang berbeda. Sesampainya di depan sekolah, Dinda turun begitu saja. Dia berjalan seorang diri, menuju gerbang sekolah lalu tidak berselang lama datanglah seorang temannya.
"Ciee diantar siapa? Kakakmu?" tanya temannya.
"Dia bukan kakakku. Hanya tukang ojek langganan keluargaku," jawab Dinda kepada temannya.
Hati Juliet, seketika terasa sakit seperti tertusuk oleh jarum panas. Berkali-kali dia mengusap dadanya lalu perlahan dia mulai melaju meninggalkan sekolah. Angin sejuk mulai berhembus, Juliet melaju seorang diri dengan sepedah motor miliknya menuju rumah.
Perbanyaklah mencari informasi, dan janganlah mudah tergiur begitu saja. Sebab semua itu belum tentu benar adanya.
bình luận đoạn văn
Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.
Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.
ĐÃ NHẬN ĐƯỢC