Kelulusan telah tiba, para siswa SMK berlarian ke tengah lapangan basket dengan penuh riang gembira bagaikan seekor kambing berlari di padang rumput. Begitu juga dengan seorang pemuda yang parasnya satu tingkat di atas rata-rata.
Dia bernama Juliet, siswa bertubuh ramping dan memiliki tinggi standar. Sayangnya, dia tidak populer di lingkungan sekolah bahkan kelasnya sendiri.
Seorang siswa bertubuh tinggi besar, berkulit putih berlarian di lorong sekolah dengan hebohnya. Dia bernama Dasam, teman satu kelas sekaligus tempat berbagi kasih semasa sekolah.
"Oi Mas Jul!" panggilnya sambil berlari melambaikan tangan.
Kemudian ia menggenggam kepala Juliet hingga merintih kesakitan. Senyuman ala iklan pasta gigi dipenuhi cabai. Bibirnya berkomat kamit ala Mbah dukun sembari menyentuh kepala Juliet dengan telapak tangannya.
"Hibis lilis kimi miu kimini?"
(Habis ini kamu mau kemana)
"Ngomong apa sih, kambing?"
"iki biling"
(Aku bilang)
"Ngomong nih sama tangan gue!" balasnya sambil menunjukkan telapak tangannya.
Puas bercanda gurau, Juliet mengajaknya mengunjungi kantin tempat biasa mereka menongkrong. Siapa tahu, dia bisa bertemu dengan temanya yang lain. Sesampainya di kantin, suasana sekitar terlihat sepi hanya menyisakan meja dan kursi.
Kemudian, mereka berdua duduk berhadapan sembari menikmati suasana kantin untuk terakhir kalinya. Motor para siswa, terlihat ramai menuju gerbang sekolah. Beberapa petugas kebersihan, sedang melakukan tugasnya.
"Bang Jul, habis ini mau kemana?" tanya Dasam
"Pulang," jawab Juliet.
"Maksud gue, setelah lulusan elu mau kemana kambing?!" tanya Dasam sekali lagi dengan jengkel.
"Rencana, gue mau kuliah. Kalau elu?"
"Gak usah di tanya juga elu udah tau," jawabnya membuat Juliet merasa tidak enak.
Seketika suasana menjadi hening, ketika melihat wajah Dasam terlihat murung. Juliet terdiam sambil berpikir untuk mencairkan suasana. Juliet pun memegang pundaknya lalu tersenyum sambil menunjukkan giginya seolah tidak terjadi apapun.
"Semangat bro, semoga elu bisa menjadi karyawan tetap. Kalau sudah jadi karyawan tetap, elu bisa sambil kuliah," ujarnya menyemangati Dasam sedang murung.
"Iya thanks. Kalau elu, kenapa gak sambil kerja?" tanya Dasam.
Pertannyaan Dasam, membuat Juliet tenggelam di dalam lautan bimbang. Di dalam lautan bimbang dia sendiri tidak tau ke mana dirinya akan berlabuh. Tidak berlangsung lama, Rizki teman sekelas memanggil mereka berdua.
"Mojok aja elu berdua!" tunduh Rizki.
"Bang Rizki kemari lah!" ajak Juliet.
Akhirnya Rizki berjalan menghampiri mereka lalu duduk di samping Juliet. Tidak berselang lama, seorang siswa bertulang lunak pun datang.
Dia berjalan sedikit membusungkan dadanya, bercelana pensil abu, kaos legbong, rambut panjangnya yang terikat dengan karet, jaket hitam di samping pundaknya, serta kumis tipisnya yang menawan. Lelaki bertulang lunak itu bernama Rizal. Sedangkan Rizki Si sawo matang, memakai baju sekolah pada umumnya.
"Hei tampan, lama kita tak berjumpa," goda Rizal.
"Lebay, cuman sebulan doang!" timbal Juliet sembari bulu kuduknya berdiri.
"Iya sayang," candanya membuat siapa pun menjadi salah paham.
"Idiw, sana mojok sama si Rizki!" sambil menunjuk kepada Rizki.
"Anjay!" timbal Rizki sembari tertawa.
Tak terasa hari mulai senja, mereka semua menongkrong di depan sebuah warung belakang sekolah. Rizki membeli sebotol cola ukuran jumbo. Sedangkan Rizal membeli dua es batu berukuran besar, lalu memecahkannya menjadi potongan kecil.
Kemudian, mereka bertiga meminta Juliet untuk membuka tutupnya. Baru saja Juliet memegang penutup botol, tiba-tiba mereka meremas bagian bawah botol hingga cola menyembur mengenai wajah dan baju yang dia kenakan.
"Ha.ha.ha! Sialan!" seru Juliet sambil mengusap wajahnya.
"Ha.ha.ha!" mereka tertawa gembira.
Juliet pun membalas mereka, hingga terjadi kejar-kejaran diantara mereka. Seluruh baju yang mereka kenakan, basah oleh air soda. Tidak terasa hari mulai gelap, perayaan kecil pun telah usai.
Mereka semua berpisah dan pamit ke rumah masing-masing. Pemuda itu, berinisiatif mengantarkan temannya Rizki menuju rumahnya.
Rumah Rizki, berada di tiga blok dari sini. Sesampainya di rumah Rizki, Juliet masuk ke dalam rumah lalu dia duduk di teras depan.
Sedangkan Rizki, berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman. Tidak berselang lama, dia pun datang kembali membawa sebuah teko dan dua gelas berisi air.
"Gak kerasa eui, kita sudah lulus," kata Rizki.
"Iya."
"Rencana, setelah lulus mau ke mana?" tanya Rizki.
"Gue berencana kuliah, entahlah gue juga masih bingung."
"Jangan kelamaan bingung, cepat pikirin mumpung belum acara kelulusan. Tapi, gue sebagai teman elu cuman bisa ngasih semangat," balasnya sambil menepuk pundaknya.
"Thanks ki."
"Semoga sukses."
"Elu juga ki, semoga sukses," balasnya lalu tersenyum.
Tiga jam Juliet bertamu, banyak hal menarik yang mereka bicarakan terutama mengenang masa sekolah. Hari semakin larut sudah saatnya bagi Juliet untuk pamit.
Lelaki itu pamit kepada Rizki lalu dia mulai menaiki motor supranya dan melaju menuju kosannya. Sesampainya di kosan, dia melihat barang-barang sudah dikemas rapih berada di depan teras.
Seorang pemuda bertubuh ideal, mengenakan seragam sekolah sedang sibuk berkemas. Pemuda itu bernama Badai, teman satu kost.
"Buru-buru amat, bro," sapa Juliet.
"Iya bro, soalnya besok gue ada acara keluarga. Sekalian bikin pasport."
"Pasport?"
"Iya, gue lulus seleksi masuk Universitas Wuhan!" jawabnya dengan sangat senang.
"Selamat bro, padahal besok aja atuh pulangnya," sarannya melihat hari sudah semakin larut.
"Pengennya sih, setelah kelulusan elu mau kemana?" tanya Badai.
"Entahlah gue bingung, tapi rencana gue mau kuliah."
"Wah! Semangat kalau begitu. Jangan mikirin cewek dulu, setidaknya punya satu modal."
"Apa tuh?" tanya Juliet.
"Kepintaran!"
"Ha.ha.ha! Itu mah pasti," timbal Juliet.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Badai pun pamit kepada teman sekamarnya, Juliet. Melihat teman sekamarnya melangkah lebih dulu, membuat Juliet merasa sedih.
Apalagi, dirinya tidak memiliki kepintaran seperti Badai. Semakin memikirkannya, membuat Juliet semakin dilema akan perjalanan hidupnya. Kemudian dia menutup pintu, perlahan dia mulai berbaring di atas kasur kapuk sudah dilapisi oleh seprai.
Dia memandang langit-langit kamar untuk terakhir kalinya. Sebab sebentar lagi, dia akan meninggalkan tempat sudah dianggap rumah. Kemudian dia beranjak dari kasur lalu memantikan lampu.
Setelah itu, dia pun tertidur pulas hingga menjelang pagi. Keesokan harinya Juliet pun terbangun, dia pun masuk ke dalam kamar mandi dengan selembar handuk.
Guyuran air, membuat tubuhnya kembali segar dan sabun membuat tubuhnya menjadi bersih. Selesai mandi, dia berjalan keluar mengenakan kaos putih dan celana pendek hitam menuju warung makan.
Acara berita pagi mulai tersiar, dia menikmati terong balado dan mie goreng sebagai menu sarapan pagi. Sayangnya, tidak ada yang berubah sama sekali. Sejak dulu hingga sekarang, dia selalu berangkat dan menikmati sarapan pagi seorang diri.
Beberapa siswa lain, terlihat berjalan melintas menuju sekolah masing-masing. Selesai sarapan, dia kembali ke kosannya untuk berkemas. Kemeja putih dan dasi putih bergaris biru, telah dia kenakan dibalik kemeja biru dongker.
Sepasang sepatu hitam pantofel dan kaos kaki, juga sudah dia kenakan. Barang-barang sudah ditata rapih serta bagian dalam sudah dia bersihkan.
Perlahan dia menutup pintu kosan, namun sebelum pintu itu benar-benar tertutup rapat dia melihat isi kosan untuk terakhir kali. Dia pun tersenyum, sembari memandang dengan sedih.
"Selamat tinggal, thanks sudah menemani suka dan dukaku selama ini," ujarnya perlahan seiring pintu kosannya tertutup.
Setelah itu, dia berjalan menuruni anak tangga lalu menaiki motor supranya. Perlahan motor itu mulai melaju meninggalkan lingkungan kosan. Juliet melaju di atas aspal sambil menikmati hembusan angin pagi.
Beberapa calon alumni sekolahnnya, terlihat melintas menaiki berbagai macam kendaraan. Paling unik dari semua kendaraan yang dia lihat adalah delman.
Seorang pemuda, terlihat mengendarai delman ditemani oleh dua pasangan duduk di kursi belakang. Sesampainya di sana, seluruh calon alumni saling bertukar foto.
Ada juga, beberapa dari mereka berbincang-bincang untuk terakhir kalinya sebelum momen kelulusan benar-benar berakhir. Acara pembukaan dimulai. Kepala Sekolah, naik ke atas panggung untuk memberi pidato selamat.
Selesai berpidato, acara dilanjutkan dengan upacara dan tarian simboli. Setelah acara berakhir, Band changcuters mulai menaiki panggung, mereka semua mulai berjoget dengan diiringi alunan musik.
"Hiya! Goyangkan pinggulmu Juliet!" seru Rizki.
"Siap!" timbal Juliet. "Dasam, goyangkan gigimu yang bercabai!" ledek Juliet melihat gigi Dasam terdapat cabai pada sela-sela giginya.
"Ha.ha.ha, sialan!
Selain calon alumni, beberapa guru terlihat ikut berjoget dengan para anggota OSIS. Keseruan itu pun berakhir, ketika hari sudah mulai senja lalu satu persatu mereka kembali pulang.
Juliet berfoto dengan teman sekelas dengan mengenakan untuk terakhir kalinya. Dia tau, bahwa setelah ini mereka semua akan memulai hidup baru masing-masing.
Selesai berfoto, Juliet menaiki motor dan melaju kembali ke kosan untuk menemui keluarganya yang sudah menunggu. Sesampainya di kosan, motor termasuk barang pribadinya masuk ke dalam mobil pick up.
Juliet masuk ke dalam mobil Avanza silver bersama keluarganya. Perlahan, mobil itu mulai melaju meninggalkan kosan. Sekilas, dia teringat masa pembullyan dialami selama tiga tahun oleh gerombolan preman di kelasnya.
Selain kenangan buruk, dia juga teringat masa indah bersama teman-temannya. Namun, semua itu telah berakhir seiring melajunya mobil di atas aspal. Dalam lubuk hatinya, dia berkata,"Selamat tinggal," sembari memandang suasana kota untuk terakhir kalinya.
Jangan lupa komen, rating dan masukannya.
Di dalam mobil, Juliet duduk kursi paling belakang. Sepanjang perjalanan, dia menikmati suasana jalan dibalik kaca.
Sang Ayah dan adiknya bernama Dinda tertidur pulas. Sedangkan Ibunya bernama Mira, terdiam memperhatikan jalan bersama seorang supir.
"Setelah lulus kamu mau lanjut kemana?" tanya Mira kepada anak tertuanya.
"Hmm... masih belum tau."
"Kamu harus pikirkan dari sekarang, Ibu gak mau tau, pokoknya kamu harus kuliah," tegasnya sembari melirik ke belakang.
Mendengar hal itu, kepala Juliet seperti terhantam sebuah ombak besar. Berbicara memanglah mudah, tapi menentukan itulah paling sulit. Setidaknya, itulah yang ingin dia katakan.
Satu jam telah berlalu, mobil Avanza berhenti di depan sebuah rumah berada di sekitar Perumahan Pancasari, Kecamatan Klanang. Satu persatu, mereka semua turun dari mobil lalu Juliet pamit berjalan masuk ke dalam kamar sepupunya berada di lantai dua.
Dia berjalan menaiki anak tangga dengan raut wajah mengantuk. Perlahan Juliet mulai membaringkan tubuhnya di atas kasur. Tiba-tiba, suara dobrakan pintu membuatnya terbangun.
Rupanya, orang yang telah mengganggu tidurnya adalah Aldi sepupunya. Aldi memiliki perawakan tinggi kekar, berkulit sawo matang dan rambut coklat mohak.
"Bang baru sampai?" sapa Aldi tanpa rasa berdosa.
"Baru juga sampai, main nyelonong aja elu. Setidaknya ketuk pintu dulu!"
"Ha.ha! Ya maaf."
"Bajumu kucel, habis dari mana?"
"Biasa Bang, kelas baku hantam."
"Baku hantam?"
"Santai nanti diceritain," jawabnya.
Aldi berjalan ke luar kamar lalu pergi ke dapur berada di lantai dasar. Dia membuat secangkir kopi hitam dan segelas susu. Setelah itu, dia berjalan masuk ke dalam kamar dengan sebuah nampan.
Kemudian, dia mulai berganti pakaian lalu selesai berganti pakaian, ia mengambil sebatang rokok di bawah lemari baju. Sebatang rokok mulai dia nyalakan, Aldi pun mulai menikmati sepuntung rokok secara perlahan.
Dia mulai bercerita, mengenai kejadian yang terjadi saat tengah hari. Waktu itu, Aldi beserta rombongannya sedang konvoi dengan menaiki mobil kontener.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka, kemenangan tim liga pelajar, sebab sekolahnya mendapatkan peringkat pertama, sedangkan sekolahku hanya peringkat tiga. Di tengah perjalanan, segerombolan anak dari sekolah Z melempari mereka dengan batu. Salah satu dari provokator, meneriaki mereka dengan suara lantang.
"Sekolah banci! Tukang sogok! Maju loh!" dengan suara lantang.
Aldi Sang Pentolan sekolahnya, menyuruh mereka untuk berlindung di dalam bak truk. Lalu tragedi pun terjadi. Joki sahabat sepupuku, terkena lemparan batu lalu ia terjatuh, spontan Aldi meminta Sang Supir untuk berhenti.
Joki yang terluka, langsung di keroyoki oleh mereka. Sang pentolan pun khawatir, dengan bermodalkan gesper dan kayu, dia nekat maju seorang diri.
Sedangkan pihak lawan mengeluarkan katana dan berbagai macam senjata tajam di dalam tas mereka. Dan akhirnya tawuran pun terjadi. Joki yang sedang terluka di bagian kakinya, ikut melawan.
Dari arah belakang, pihak lawan ingin membacoknya dengan celurit. Dengan nekat Joki langsung menangkisnya, dengan tangan kiri yang di balut oleh seragamnya.
Akhirnya tangan Joki pun langsung mengalami pendarahan. Aldi pun murka, lalu ia menyerang mereka secara membabi buta.
"Bajingan! Beraninya keroyokan!" maki sembari memutar gesper dengan tangan kirinya. Kemudian dia memukul lawan-lawannya dengan sebuah tongkat kayu dengan tangan satunya.
Tidak berselang lama, terlihat polisi dan warga mulai berdatangan. Mereka semua kompak langsung membubarkan diri. Temannya berhasil di bawa ke puskesmas terdekat, berkat bantuan Aldi.
Waktu itu puskesmas sedang keadaan sepi, dan di luar hanya ada security dan tiga perawat wanita. Aldi pun menceritakan semuanya.
Joki pun langsung di tangani oleh petugas. Kejadian itu meninggalkan luka mendalam di dalam lubuk hatinya. Jika Joki kehilangan tangan kirinya, ia akan merasa bersalah seumur hidupnya.
Beberapa saat kemudian polisi pun datang. Polisi itu menanyakan keberadaan anak SMK yang terlibat tawuran. Sang Mantri menyembunyikanya di dalam gudang, sedangkan temanya, berada di ruang pemeriksaan yang tidak diketahui oleh polisi.
Ketika salah satu suster ingin memberitahunya, Sang mantri dan Security memberikan sebuah isyarat. Lalu Sang Suster pun mengurungkan niatnya. Selesai memberikan seribu alasan, akhirnya polisi pun pergi.
Setelah semuanya aman, Aldi pun keluar dari tempat persembunyiannya. Aldi penasaran mengapa Sang Mantri melakukan hal itu kepadanya, lalu ia pun bertanya.
"Kenapa bapak tidak menyerahkan saya?"
"Bapak kasihan saja sama kamu. Dari pada menyerahkan kamu ke polisi, terus keluargamu tahu, apakah kamu tidak malu?"
Aldi pun terdiam, lalu ia di ajak ke pos jaga di depan puskesmas. Disana ada security dan seorang suster. Kemudian datanglah suster satu lagi, sambil membawa lima cangkir teh hangat. Selesai membagikan cangkir tersebut, Aldi pun menceritakan semuanya.
"Jadi begitu ceritanya, kamu sudah melakukan hal yang benar. Menolong keselamatan temanmu atas nama persahabatan. Tetapi kamu harus ingat keselamatan dirimu sendiri, kasihankan orang tuamu nanti. Kalau kamu sampai kenapa-kenapa," ujar Sang Mantri sambil memegang pundak sepupuku.
"Itu benar, jangan sia-sia hidup ini untuk hal yang tidak berguna. Lebih baik belajar dan bahagiakan orang tua," sambung Security.
"Saran bapak mending berhenti aja tawurannya. Dari pada mati konyol, lebih baik memanfaatkan hidup ini untuk n melakukan hal positif. Oke?" Kata Suster memberikan dua jempol kepadanya.
Sepupuku hanya menganggukan kepalannya, lalu ia pamit untuk pulang. Setelah itu ia pamit untuk pulang.
Juliet senang, mendengar sepupunya mendapatkan pencerahan dari pihak puskesmas. Aldi pun telah menyadari kesalahannya, rencananya dia akan berhenti tawuran dan berjanji akan melakukan hal positif.
Selesai berbincang-bincang, Aldi pamit kepada Juliet untuk menemui teman-temannya. Pintu mulai terbuka, Aldi berjalan keluar kamar meninggalkan Juliet seorang diri.
Sedangkan Juliet, berbaring di atas kasur dan mulai tertidur pulas. kembali untuk melanjutkan tidurku. Dua jam telah berlalu, perlahan Juliet mulai terbangun dari tidurnya.
Dia berjalan keluar kamar lalu menuruni anak tangga satu persatu. Aroma nasi goreng mulai terhirup, dia berjalan menuju dapur untuk mengambil satu porsi nasi goreng di dalam piring.
Waktu, sudah menunjukkan pukul lima sore. Juliet serta keluarga, mulai menikmati makan malam lebih awal. Juliet teringat oleh sepupunya, dia pun mulai bertanya kepada Bibi-nya mengenai rencana Aldi setelah lulus.
"Rencananya, Aldi setelah lulus mau masuk Sekolah Memasak," jawabnya.
Dia pun terdiam sambil tersenyum, seolah tidak percaya bahwa preman seperti dirinya akan berencana masuk ke Dunia Memasak. Aldi telah merencanakan arah tujuan hidupnya, sedangkan Juliet sampai sekarang belum menemukan tujuan hidupnya. Namun dia berharap, semoga dirinya secepat mungkin menemukannya.
Air mata seorang ibu, dapat melunturkan hati yang sekeras batu.
bình luận đoạn văn
Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.
Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.
ĐÃ NHẬN ĐƯỢC