Tải xuống ứng dụng
29.23% BARA / Chapter 38: Reuni

Chương 38: Reuni

"Wah balik juga ke Madiun, Bos?" sapa Rangga barista kesayangan Bara di kedai kopi miliknya itu.

"Iya nih, bawa nyonya sekalian mau aku kenalin ke kalian." guman Bara sambil menggandeng tangan Septi.

Septi hanya tersenyum kikuk, ia menatap sekeliling, beberapa pegawai Bara menatapnya sambil tersenyum.

"Sayang, ini kenalin ada Rangga, Dito, Yoyo sama yang cewek di sana itu Reni." guman Bara sambil menunjuk pegawainya satu persatu.

"Salam kenal, saya Septi." Septi menjabat satu persatu tangan yang mengulur itu.

"Nikah kapan, Bos?" tanya Dito sambil melirik ke arah Bara.

"Bulan depan." jawab Bara singkat.

Septi hanya melirik Bara sekilas, wajahnya memerah. Seenaknya bilang bulan depan nikah, emang mama papa Septi sudah ACC? Septi hanya tersenyum kecut, lalu mencubit Bara dengan gemas.

"Mau minum apa nih, Bos?" tanya Rangga sambil menyiapkan beberapa cangkir.

"Udah biar aku bikin sendiri, santai aja." Bara lalu membawa Septi duduk di salah satu meja yang kosong. Ia menyerahkan daftar menu itu pada gadis kesayangannya itu.

"Kamu mau kopi apa?" tanya Bara lalu duduk di samping Septi.

"Paling enak yang mana?"

"Aku yang paling enak." guman Bara sambil tersenyum.

Septi sontak mencubit keras-keras perut tunangannya itu. Dasar mesum!

"Abi, aku serius." guman Septi sambil memanyunkan bibirnya.

"Iya deh iya, kalau aku suka paling suka kopi Gayo." jawab Bara sambil menunjuk gambar kopi Gayo di buku menu itu.

"Boleh deh, aku mau itu satu."

"Siap, aku sendiri yang bakal bikin kopinya, spesial." bisiknya lalu berdiri dan meninggalkan Septi seorang diri di meja itu.

Septi hanya tersenyum, ia menatap laki-laki itu dari tempatnya duduk. Seorang laki-laki yang benar-benar sempurna menurutnya. Dan ia beruntung bisa bersanding dengan sosok itu.

***

Kirana terus menatap jalanan Madiun itu, kota yang sarat akan kenangan masa lalunya bersama Bara. Ia benar-benar merindukan kekasihnya itu. Apakabar dia sekarang? Ia tersenyum mengingat kenangan masa lalunya, hingga kemudian dering iPhone miliknya mengejutkan lamunan Kirana.

Ia merogoh tasnya, dan menemukan Dokter Deas meneleponnya. Ada apa? Kirana mengerutkan dahinya, kemudian mengangkat panggilan itu.

"Iya, bagaimana Dokter?" tanya Kirana penasaran, apa yang membuat dokter itu meneleponnya?

Kirana menyimak dengan seksama apa yang dokter itu katakan, matanya melotot tak percaya dengan apa yang ia dengar itu. Matanya memanas, kemudian bulir-bulir bening itu luruh dari pelupuk matanya.

"Dokter serius?" tanya Kirana tidak percaya.

Ia menyimak lagi penjelasan dokter andrologi itu, dadanya benar-benar sesak. Ternyata ini jawaban atas semua pertanyaannya selama ini? Astaga!

"Kirim foto hasil pemeriksaannya ke saya, saya belum bisa ambil ke klinik, Dok. Saya sedang diluar kota."

"Baik terimakasih, Dokter." guman Kirana lalu menutup teleponnya.

Ia benar-benar tidak menyangka bahwa hasil pemeriksaannya seperti itu. Kepala Kirana benar-benar pusing. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Kirana menatap jalanan itu, hingga kemudian ia tidak sengaja melihat kedai itu.

Kedai kopi itu bukankah kedai kopi milik Bara? Kedai kopi yang Bara rintis dari nol, yang dulu hendak Bara gunakan sebagai masker kawin untuk menikahi dirinya?

Air mata Kirana kembali menetes, sepertinya ia harus kesana, untuk sekedar mengurangi rasa pusing yang menderanya. Sekalian nostalgia dengan Bara.

"Pak, saya mau ngopi sebentar di sana," guman Kirana sambil menunjuk kedai kopi itu.

"Baik, Nyonya."

Mobil itu berhenti di depan kedai itu, Kirana bergegas turun dan matanya tertegun menatap sosok itu tengah berdiri di balik meja bar, sedang meracik kopi.

Kirana benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihat matanya itu. Itu benar-benar Bara? Astaga, laki-laki itu Bara yang ia rindukan itu? Kirana bergegas melangkah ke dalam, ketika salah satu Paspamres hendak mengikuti Kirana ia menolak.

"Mas, bisa tunggu saja di mobil?" Kirana benar-benar risih jika Paspamres itu ikut ke dalam.

"Tapi tugas saya kan ...."

"Sudah, duduk saja di sini, saya akan baik-baik saja." Kirana buru-buru melangkah masuk ke dalam.

Ia hendak menghambur menghampiri sosok itu ketika kemudian sosok itu melangkah ke salah satu meja dimana ada gadis cantik duduk di sana. Senyum gadis itu merekah sempurna, dan Bara tak segan-segan mencium pangkal kepala gadis itu.

Hati Kirana seolah hancur, jadi wanita itu. Kirana tetap melangkah mendekati meja itu. Mumpung akhirnya ia bisa bertemu dengan Bara setelah bertahun-tahun lamanya, ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Bara ...," guman Kirana lirih.

Bara menoleh dan tersentak luar biasa, gadis di sisinya itu tampak terkejut juga. Mungkin ia tahu siapa Kirana. Tentulah siapa yang tidak tahu Kirana, istri dari Yusrizal, menantu presiden negara ini.

"Iya, ada apa?" Bara tampak cuek, tidak lagi ekspresi terkejut dari sosok itu.

"Aku boleh ngomong sebentar?" tanya Kirana sambil mencoba tersenyum.

"Silahkan, silahkan duduk. Oh ya kenalkan ini Septi ... calon istriku."

Sontak Kirana tertegun, calon istri? Gadis ini calon istri Bara? Sontak hati Kirana benar-benar hancur, kenapa disaat ia sudah menemukan jalan keluar untuk lepas dari jerat pernikahan ini, Bara malah sudah punya pengganti dirinya?

"Oh iya, saya Kirana." guman Kirana membalas uluran tangan Septi.

"Ini Kirana menantu pak presiden itu bukan?" tanya Septi antusias.

"Betul, istrinya Yusrizal." guman Bara seolah menyindir Kirana.

"Iya, benar." Kirana tersenyum kikuk. "Bisa kita bicara di tempat lain, Bar?"

Bara menoleh pada Septi, gadis itu hanya mengangguk tanda ia menyetujui. Sontak Bara berdiri lalu melangkah ke sisi lain kedai, di sebelah pojok kedai.

"Ada apa lagi? Aku tidak ingin dipukuli Paspamres mu dikira menganggu mu. Dan aku juga tidak ingin ada foto kita di sampul majalah dan jadi gosip murahan yang memuakkan itu."

"Bara, aku tanya tolong jawab serius!" guman Kirana dengan suara tercekat.

"Tanyalah, apa memangnya yang mau kamu tanyakan?"

"Kamu serius mau menikahi dia?" tanya Kirana, air matanya mulai menitik.

"Tentu, bulan depan kami menikah!" jawab Bara santai.

"Nggak ... nggak boleh!" guman Kirana dengan lelehan air mata.

Sontak Bara menoleh, menatapnya dengan tajam.

"Kalau kamu boleh menikah dengan orang lain, kenapa aku tidak boleh?" tanya Bara dengan sorot mata tajam.

"Kamu nggak boleh menikah dengan dia! Kamu harus menikah denganku!" guman Kirana mengultimatum.

Bara sontak tertawa, ia melirik Kirana seolah mengejek.

"Kau mau poliandri? Kau pikir Yusrizal mau kamu duakan dengan pria kere macam aku?"

"Kamu bukan pria kere, mana ada pria kere baik Ferrari?" bentak Kirana kesal.

"Kau lupa, aku bukan anak presiden, Kir." sindir Bara pedas.

"Aku mau gugat cerai dia." guman Kirana dingin.

Bara tersentak, ia menatap Kirana dengan tatapan konyol, kemudian ia tertawa terbahak-bahak.

"Jangan gila, dia benar-benar sosok sempurna bukan? Ganteng, punya pangkat, anggota TNI yang gagah dan anak presiden pula. Kurang apa? Dia kurang apa?" tanya Bara setengah menyindir.

"Dia infertil!" guman Kirana lirih.

Bara sontak menoleh, suara Kirana benar-benar lirih, namun telinga Bara dapat menangkap dengan jelas ucapan itu. Jadi sosok gagah itu infertil?

"Apa? Coba ulangi?" tanya Bara tidak percaya.

"Dia infertil! Dia mandul! Hasil pemeriksaan kami keluar dan itulah kenapa sampai sekarang aku belum bisa punya anak!"

"Kamu pengen ngajak aku balikan karena suami mu mandul?" senyum Bara begitu tampak mengejek. "Jangan ngimpi!"

Kirana tertegun, Bara menolaknya?

"Aku sudah mantab dengan pilihanku sekarang, dan maaf kamu cuma masalalu ku."

"Tap ... tapi Bara ...,"

"Kisah kita sudah tamat, aku tidak pernah menganggu hidupmu kan? Jadi tolong jangan pernah ganggu hidupku!" Bara bangkit lalu menunjuk ke arah pintu dengan telunjuknya. "Jadi silahkan pergi dari sini, yang terhormat menantu Presiden Republik Indonesia!"


Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C38
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập