Tải xuống ứng dụng
27.69% BARA / Chapter 36: Sepenggal Kisah Kirana

Chương 36: Sepenggal Kisah Kirana

Mobil mewah itu tiba dirumah mereka. Kirana bergegas turun setelah Paspamres itu membukakan pintu mobil untuknya. Ya beginilah hidup jadi menantu presiden. Kemana-mana ia selalu diikuti beberapa pasukan pengawal yang khusus di tugaskan untuk menjaganya. Dan itu sangat membuat Kirana tidak nyaman.

"Bawa masuk dulu semua, nanti sore baru ke Istana. Saya ingin istirahat dulu." guman Yusrizal pada beberapa pengawalnya.

"Siap, laksanakan!"

Yusrizal hanya mengangguk lalu menyusul langkah istrinya. Ia sudah sangat merindukan sosok itu, tubuh itu. Dan benar saja, Kirana sedang menggerai rambut panjangnya itu.

Ia bergegas memeluk tubuh itu dari belakang, diciumnya leher wanita cantik itu.

"Aku kangen." bisiknya mesra.

"Kangen apa pengen?" tanya Kirana sambil tersenyum kecut.

"Dua-duanya, aku mau sekarang, boleh?" bisiknya tepat di telinga Kirana.

"Nanti sore kan mau ketemu bapak sama ibu, yakin mau sekarang?" Kirana tersenyum kecut, wajar sih Yusrizal senafsu itu. Sudah berbulan-bulan mereka berpisah.

"Nggak masalah, aku mau istriku sekarang!" ia memutar tubuh Kirana, meraih bibir merona itu dengan penuh nafsu. Tangannya melepas seragam hijau itu dengan perlahan-lahan hingga tubuh Kirana polos tanpa sehelai benang pun.

Kirana melenguh pelan, ia rindu sentuhan-sentuhan itu. Namun ada sentuhan yang lebih ia rindukan. Sentuhan pertama laki-laki yang membawanya dalam kenikmatan yang belum pernah ia rasakan itu. Sentuhan laki-laki yang mengoyak selaput tipis berharganya. Ia rindu sentuhan itu, sosok itu, namun ia harus puas dan berlapang dada bahwa bukan sosok itu yang kini merengkuh tubuhnya, membawa dirinya dalam puncak kenikmatan dunia, bukan sosok itu.

Melainkan sosok gagah dengan seragam loreng, putra bungsu presiden negaranya. Sosok yang dulu sempat marah dan gusar karena mendapati dirinya sudah tidak gadis lagi.

Bagaimana tidak marah? Kirana sudah ternoda, tidak ada bercak darah, tidak ada adegan miliknya susah masuk kedalam, tidak ada! Karena jauh-jauh hari, bahkan ketika Kirana masih duduk di bangku SMA, selaput tipis itu sudah lebih dulu Kirana berikan pada laki-laki lain.

"Kau sudah pernah melakukan?" tanya Yusrizal dengan sorot mata penuh kecewa, peluhnya masih membanjiri tubuhnya.

Kirana hanya terisak sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia memang sudah tidak suci lagi. Dan saat itu Yusrizal langsung bangkit dan memakai bajunya kembali. Ia kemudian pergi keluar, meninggalkan Kirana yang masih terisak di atas ranjang mereka itu sendirian.

Namun itu dulu, lambat laun Yusrizal bisa menerima semuanya. Termasuk menerima bahwa wanita yang ia nikahi sudah tidak gadis lagi.

Seperti saat ini, ia benar-benar sudah tidak tahan ingin melampiaskan semua gejolak yang ia pendam selama bertugas. Ia terus mengulum bibir itu dengan penuh nafsu, tangannya sudah menjelajah kemana-mana. Memainkan area-area sensitif Kirana hingga membuat wanita itu menggelinjang hebat dengan nafas terengah-engah.

"Sayang, buruan!" pinta Kirana dengan nafas terengah-engah.

Yusrizal tersenyum, ia mendorong tubuh istrinya hingga jatuh terlentang di atas ranjang mereka. Ia bergegas melepas semua seragamnya, lalu mulai memposisikan diri guna meluapkan semua gejolak yang selama ia pendam itu.

"Aahhhh ...," Kirana mendesis hebat ketika benda itu mulai masuk dan mengaduk-aduk kemaluannya.

Yusrizal hanya tersenyum penuh arti, sambil terus menggoyang pinggulnya. Ia sudah sangat rindu tubuh ini, kenikmatan ini.

Kirana memejamkan matanya erat-erat, Yusrizal tidak tahu, bahwa bukan dirinya yang ada dalam benak istrinya ketika ia sedang menggaulinya seperti ini. Bukan dia, melainkan orang lain ... sosok yang Kirana rindukan, sosok yang Kirana masih harapkan.

***

Flashback ...

"Pah, Kirana sudah punya calon." tolaknya ketika sang papa mengabarinya bahwa akan ada rombongan presiden akan datang kerumah mereka, melamar Kirana untuk dinikahkan dengan Yusrizal.

"Lebih kaya dari Yusrizal? Bapaknya presiden juga?" tantang bapaknya sambil tersenyum sinis.

"Pah, presiden dimana-mana cuma satu, mana bisa dua?" Kirana benar-benar kesal luar biasa.

"Yaudah, berarti Yusrizal lah yang lebih potensial."

"Tapi pah ...,"

"Tolong jangan membantah! Ini semua demi masa depan kamu, paham?"

"Kirana nggak cinta sama Yusrizal." Kirana terisak, kenal saja tidak, main dinikahkan saja!

"Kau hidup makan nasi, dibeli pakai uang! Bukan makan cinta, sudah papa tidak mau dibantah!"

Kirana menatap nanar kepergian papanya dari dalam kamarnya itu. Tangisnya sontak pecah, ia sudah punya calon, bahkan Bara mau melamarnya bukan? Kenapa malah sekarang ia mau dinikahkan sama laki-laki lain?

Sebodoh amat dia mau anak presiden, Kirana tidak kenal! Ia tidak cinta! Bagaimana ia bisa menjalani kehidupannya nanti?

Kirana menyeka air matanya, pikirannya buntu! Apa yang harus ia lakukan sekarang? Diam menerima perjodohan ini? Atau ada hal yang bisa ia lakukan untuk menghindari perjodohan ini?

***

Kirana menyerah, akhirnya pagi ini ia sudah berbalut kebaya putih gading dengan riasan khas Sunda itu. Kebaya yang begitu mewah hasil karya desainer ternama itu membalut indah tubuhnya.

Sebentar lagi ijab qobul dimulai. Dan itu berarti ia akan sah menjadi istri Yusrizal. Bukan istri dari Bara Abimana Soeprapto, lelaki yang begitu ia cintai. Air mata Kirana menitik. Mau kabur pun sia-sia karena pengamanan sudah begitu ketat dilakukan sejak acara pertunangan mereka.

Kirana menghela nafas panjang, ia harus berusaha membuka hati untuk laki-laki itu, melupakan cintanya pada Bara. Karena takdir hidupnya sudah tergambar jelas di depan mata!

***

"Mas ...," panggil Kirana lirih, ia memiringkan badannya, menatap Yusrizal yang tengah terlentang dengan keringat yang membanjiri tubuhnya itu.

"Kenapa?" tanya Yusrizal sambil menatap istrinya.

"Aku pengen pulang ke Madiun, boleh?" ia sudah rindu dengan rumah neneknya, dan tentu saja segala nostalgianya bersama laki-laki itu.

"Kapan kamu mau kesana?" Yusrizal menatap serius wanita yang tengah bergelayut manja di bahunya itu.

"Secepatnya, gimana?"

"Boleh, tapi Mas nggak bisa ikut nggak apa-apa?" Yusrizal mencubit gemas hidung Kirana.

"Lho, kenapa?" tanya Kirana sedikit kecewa, jangan bilang kalau ....

"Setelah ini Mas harus segera kembali berangkat ke Ambon."

Kirana sontak menghela nafas panjang, sudah ia tebak, pasti tugas lagi bukan? Susah ya kalau harus berbagi suami dengan negara?

"Yaudah, aku pulang sendiri nggak apa-apa kok." Kirana mengalah, bukankah itu lebih bagus?

"Maafin Mas ya sayang." Yusrizal meraih tubuh itu dalam pelukannya. Di dekapnya erat penuh kasih.

"Sudahlah, Kiran mengerti. Kapan Mas berangkat?" Kirana membenamkan wajahnya dalam pelukan Yusrizal.

"Lusa Mas berangkat."

"Apa? Lusa?" Kirana terkejut, ia sontak melepaskan pelukannya, dan menatap suaminya itu tidak percaya.

Yusrizal hanya terkekeh, lalu kembali meraih tubuh itu dan memeluknya erat-erat.

"Iya, Mas lusa berangkat. Sekitar dua bulan nanti di sana. Nggak apa-apa kan?"

Kirana hanya mengangguk pelan, mau apalagi memang? Menolak? Mengamuk? Hah sia-sia!

"Jadi boleh nambah kan?" Yusrizal melepaskan pelukannya, menatap manik mata Kirana dalam-dalam.

Kirana hanya tersenyum, ia menganggukkan kepalanya pelan dan membiarkan Yusrizal mendapatkan apa yang ia inginkan.


Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C36
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập