Aku meraih tangan Kakek, mencoba mengalihkan perhatiannya. Aku memang kerap berdebat dengan Satria. Namun, melihatnya dapat nyirnyiran dari Kakek, aku juga nggak tega. Apalagi ini terjadi karena kesalahanku yang sudah menunda kehamilan.
"Kek, doain yang terbaik saja buat kita ya," ucapku menengahi. Aku rasa hanya itu perkataan terbaik yang bisa aku lontarkan.
Tangan tua kakek bergerak mengelus kepalaku. "Tentu saja, Nak."
Aku bernapas lega, pembahasan soal anak ditutup juga. Sepertinya Kakek juga sadar kalau itu membuatku nggak nyaman. Kakek di sini sekitar satu jam, lalu dia pamit pulang bersama Andra.
Satria sendiri sudah mandi dan berganti pakaian. Dia yang sedang berdiskusi dengan Ruben, bangkit begitu melihatku bergerak hendak turun dari ranjang.
"Kamu mau kemana, Sayang?" tanyanya segera menghampiriku.
"Aku mau ke kamar mandi."
"Aku antar." Satria mengambil botol infus, lalu mengikutiku masuk ke kamar mandi.
"Celananya buka semuanya saja biar mudah."