Setelah melewati makhluk menyeramkan yang bernama Muris, kami masuk ke portal hitam yang membawa kami menuju Dwarfograph (Dimensi Pluto). Tak jauh dari warna portalnya, tanah bahkan sekeliling dimensi ini berwarna hitam pekat. Biasanya warna dimensi dapat dilihat melalui warna portalnya.
Sekeliling kami gelap dan kami hanya dibekali oleh 4 pasang obor yang menyala di depan kami. Sambil melihat keadaan sekitar, kami sambil melanjutkan perjalanan mencari orang di dimensi ini. Walau mereka tak dapat sepenuhnya dipercaya, setidaknya kami mendapat pertolongan.
"Teman - teman, kita harus hati - hati!" ucap Leonna yang berada di belakang.
"Ada apa?" tanyaku.
"Tepat di sebelah kita ada jurang. Sepertinya dalam," jelas Leonna.
Benar! Rupanya ada jurang tepat di sebelah kanan kami dan sebelah kiri kami adalah tebing, sehingga jalur yang kami lalui itu sempit dan kecil. Jika lengah sedikit saja, kami bisa jatuh ke dalam jurang. Untung saja tidak mereka tidak mengidap akrofobia (phobia ketinggian). Tetap saja mereka tidak dapat dipercaya, entah mengapa aku merasa hal buruk akan terjadi sebentar lagi.
"Lucky, maju dong!" ucap Leonna.
"Iya, aku tahu! Tapi tasku terlalu berat," ucap Lucky kelelahan.
"Kemarikan beberapa barangmu. Titip saja di tasku," ucapku.
"Kalau begitu, dengan senang hati," ucap Lucky sambil membongkar isi tasnya.
Perlahan - lahan ia mengoper barang - barangnya kepadaku.
"Ini. Lalu yang ini. Hmm? Ini alat apa?" ucap Lucky kebingungan.
"Sepertinya senter, coba dihidupkan," ucap Leonna.
"Tidak terjadi apa apa. Yaudah, simpan dulu deh," ucapnya sambil mengarahkan alat itu kepadaku.
Aku memegang ujung alat itu dan alhasil aku tersetrum listrik. Rupanya alat itu adalah sebuah taser gun dan Lucky lupa mematikan tombol hidup alat itu. Saat itu, Lucky yang masih belum sadar apa - apa, baru menarik taser gun itu 5 detik setelah aku tersengat aliran listriknya. Aku kehilangan setengah kesadaranku, badanku menjadi kaku, dan aku terjatuh dari tebing. Aku melihat mereka sedang meneriakkan namaku dan panik.
Dengan setengah kesadaranku, aku berusaha mengeluarkan sebuah pedang atau pisau yang kuat agar bisa kutancapkan pada dinding jurang yang curam ini. Tetapi, pedang itu tidak kunjung keluar, begitu pula pisaunya. Apa mungkin aku terlalu panik sehingga pedang maupun pisau itu tak keluar? Sudahlah, aku hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Brak! Suara aku terjatuh dan aku pun kehilangan kesadaranku.
Yang kulihat selama aku kehilangan kesadaran adalah kegelapan yang tak berarti, tak ada apapun disini. Lalu muncul seberkas cahaya putih yang semakin lama semakin membesar, cahayanya terang dan membuat mataku silau. Di saat cahaya itu membesar, aku tersadar dan bangun dari pingsanku. Yang pertama kali kulihat adalah atap - atap kamar yang terbuat dari kayu. Di sekelilingnya dipenuhi oleh cahaya - cahaya dari lilin sebagai penerangannya.
Aku tidak bisa bangkit dari ranjang itu karena tubuhku terasa sakit dan kaku. Aku melihat sekeliling dan mencoba memanggil seseorang. Tidak ada jawaban, namun aku mendengar langkah kaki seseorang. Aku mulai panik dan waswas dengan langkah kaki itu. Lalu, pintu mulai terbuka perlahan. Setelah itu, tampak seorang kakek tua membawa nampan yang di atasnya terdapat cangkir dan toples yang isinya sesuatu yang cair nampun mengeluarkan cahaya.
"Sudah sadar? Aku bawakan ekstrak jamur Ocelot (Jamur yang bercorak macan). Silahkan diminum terlebih dahulu," ucapnya sambil meletakkan nampan itu di kasurku.
"Anda siapa?" tanyaku.
"Oh, maaf. Pertama, perkenalkan nama saya adalah Xaro. Saya menemukanmu tak sadarkan diri di dekat kumpulan jamur Umber (Jamur yang ukurannya besar seperti payung). Luka anda tidak terlalu parah karena anda jatuh tepat di atas jamur itu lalu terguling ke tanah," jelas Xaro.
Kakek tua ini tidak terlihat mencurigakan ketika ia berbicara. Untuk sementara ini, aku akan mempercayai orang ini sampai tubuhku pulih kembali.
"Silahkan minum ekstrak jamur Ocelot ini agar luka - luka anda lekas sembuh," ucap Xaro sambil memberikan secangkir minuman.
Aku meminum minuman itu. Rasanya manis dan agak sedikit pahit. Tak lama kemudian, luka gores dan memar di tubuhku mengecil lalu menghilang secara tiba - tiba. Tubuhku juga tidak kaku lagi. Aku tercengang dan takjub melihat keajaiban ini.
"Apakah ini efek dari ekstrak jamurnya?" tanyaku.
"Jamur ini terkenal karena khasiatnya yang luar biasa. Jamur - jamur ini hanya tumbuh di sebelah selatan Dwarfograph (Dimensi Pluto) dan jumlahnya terbatas," jelas Xaro.
"Terima kasih sudah menyelamatkanku," ucapku.
"Tidak apa - apa. Untuk saat ini, anda harus istirahat sebentar, agar tubuh anda pulih maksimal," jelas Xaro.
Xaro membawa nampannya dan menuju keluar ruangan. Ia menutup pintunya dan membiarkanku istirahat. Aku mulai memejamkan mataku hingga akhirnya aku tertidur pulas.
2 jam kemudian, aku terbangun dan tubuhku susah pulih sepenuhnya sehingga aku bebas bergerak. Aku beranjak dari ranjangku, menuju ke luar pintu. Aku mencoba mencari Xaro di ruangan - ruangan yang ada. Rumahnya tak begitu besar dan aku hanya dapat melihat 3 kamar. Aku mencoba masuk ke kamar paling ujung dan menemukan Xaro sedang mmebuat sesuatu, sepertinya jamur - jamuran.
"Sudah pulih?" tanyanya.
"Sudah. Terima kasih!" ucapku.
"Ngomong - ngomong kamu datang dari mana?" tanyanya.
"Aku dari Bumi," jelasku.
"Bumi? Tempat itu jauh sekali. Bagaimana kamu bisa tersesat di dimensi ini?" ucapnya kaget.
"Aku datang bersama 4 temanku lainnya, tapi aku terjatuh dari tebing dan berakhir di sini," jelasku.
"Untuk apa datang ke tempat yang hancur seperti ini? Apakah kamu ingin mencari jamur - jamuran?" tanyanya balik.
"Tidak, kami ada urusan tertentu di sini," ucapku.
"Oh, begitu rupanya. Setelah urusan tersebut selesai, saya sarankan supaya kamu cepat - cepat kembali ke planet asalmu, karena tempat ini lebih berbahaya daripada yang kamu lihat," jelasnya.
"Ada apa? Mengapa tempat ini berbahaya?" tanyaku.
"Jadi, tempat ini sebenarnya tidak hitam pekat seperti ini. Warna tanahnya memang hitam, akan tetapi tidak seperti suasana dan lingkungan sekitarnya. Pada suatu saat, terjadi perbedaan pendapat antara peri yang satu dan peri yang lain, sehingga terdapat 3 kubu peri di dimensi ini, yaitu kubu A, kubu B, dan kubu netral. Ketika kubu A dan kubu B melancarkan serangannya, kubu netral yang tidak tahu apa - apa terlibat menjadi korban. Mereka yang berhasil memusnahkan musuhnya akan bertahan dan peperangan iru dimenangkan oleh kubu A yang menganut ajaran sesat. Sementara kubu B tidak bersisa dan kubu netral hanya tersisa 1 orang di dimensi ini, yaitu aku seorang," jelas Xaro.
"Jadi, anda sendirian di sini? Benar - benar tak ada bantuan dari orang lain?" tanyaku.
"Iya, aku benar - benar sendirian di luar pusat kota Dwarfograph (Dimensi Pluto). Aku memanfaatkan jamur - jamuran menjadi berbagai macam kegunaan, misalnya dijadikan makanan atau diambil ekstraknya," jelas Xaro.
"Mengapa harus jamur? Apakah tidak ada tanaman lainnya?" tanyaku lagi.
"Tidak, semenjak perang tersebut berlangsung. Tanaman - tanaman yang lainnya mengalami kepunahan massal dan tak bersisa. Sedangkan jamur - jamuran berbagai jenis tumbuh subur dan liar di Dwarfograph (Dimensi Pluto)," jelasnya.
"Ngomong - ngomong, anda sedang membuat apa?" tanyaku sambil melirik pot berisi cairan kuning bercahaya di atas api yang menyala.
"Ini adalah olahan makanan dari jamur Yelo, jamur kuning yang rasanya kenyal ketika dimasak. Aku membuat sup dari jamur ini supaya lebih mudah dicerna," jelasnya.
"Aku mengerti sekarang. Terima kasih telah membantuku sampai saat ini," ucapku.
"Tidak apa - apa," ucapnya lembut.
"Tapi, bolehkah saya meminta pertolongan anda sekali lagi? Saya ingin mencari keempat teman - teman saya yang terpisah. Tapi saya tidak mengetahui rute maupun wilayah - wilayah di Dwarfograph (Dimensi Pluto)," ucapku sambil memohon.
"Kalau begitu, persiapkan dirimu. Kita akan berangkat dan bertualang esok hari," ucapnya.
~ End Chapter 8 ~
— Chương tiếp theo sắp ra mắt — Viết đánh giá