Angkasa menekan bel rumah Lily, sesekali melirik jam tangannya, setengah jam lagi acara keluarganya akan dimulai. Angkasa menekan bel sekali lagi ketika tidak menemukan adanya pergerakan pintu terbuka atau teriakan dari dalam. Rumah ini terlalu sunyi.
Tak lama setelah itu pintu terbuka, tapi bukan Lily yang membukanya melainkan Aster adik laki-lakinya.
"Eh, kak Angkasa." Aster menilai penampilan Angkasa dari bawah hingga atas. Orang tampan memang berbeda, mau mengenakan baju apapun tetap akan terlihat sangat cocok. Tentu saja Aster termasuk dalam salah satu kriteria itu.
Kali ini Angkasa menggunakan celana bahan dan kemeja berwarna putih tanpa berbalut jas, hanya acara keluarga jadi Angkasa fikir tidak perlu terlalu formal.
"Ei rapi banget, mau ngajak ngedate Kak Lily ya?"
"Kamu udah bisa jalan?" Ujar Angkasa mengalihkan pembicaraan.
"Udah lancar dong." Ujar Aster berbangga diri menunjukan deretan gigi putihnya. Rasanya sangat senang membayangkan kembali berlari di lapangan basket.
"Eh aku lupa, masuk dulu Kak." Angkasa melangkah masuk dan duduk di sofa tanpa perlu dipersilahkan. Angkasa memperhatikan sekitar, tidak mendapati Nyonya Desi terlihat di rumah ini padahal malam minggu.
"Mbak gak bilang kalau mau ngedate, dari tadi pagi anteng aja di kamar. Mending kak Angkasa yang panggil langsung. Kalau aku yang panggil gak mempan." Angkasa mengangguk paham dan melangkah naik ke lantai dua menuju kamar Lily.
Aster menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa berbicara sendiri, sepertinya Angkasa tidak irit bicara jika bersama kakaknya. Entahlah.
*
Aster mengambil dua toples berisi camilan ringan untuk dibawa ke kamarnya, niatnya sebagai teman untuk bermain ps. Begitu membuka pintu Aster mendapati Yuli yang masih sibuk bermain ps, tak berselang lama game yang dimainkan Yuli game over dan membuat Yuli menyadari kehadiran Aster.
"Siapa yang dateng?" Yuli meraih toples yang dibawa Aster dan membukanya, tanpa ragu melahap keripik berbumbu balado dengan rakus.
"Kak Angkasa."
"Angkasa? Ngapain?"
"Ngajak kak Lily ngedate mungkin. Kan malam minggu."
"Bisa-bisanya ngedate, aku main kesini aja dicuekin, malah mau keluar sama Angkasa. Gue mau marahin dia dulu." Yuli meletakkan toples itu dan keluar menuju kamar Lily dengan mulut yang masih penuh dengan keripik. Langkah Yuli tertahan ketika mendengar percakapan antara Lily dan Angkasa yang terdengar begitu kamar Aster terbuka. Yuli dan Aster menguping pembicaraan itu.
Rupanya Lily akan bertempur, menemui keluarga besar Angkasa. Ini tidak bisa dibiarkan, mengingat Lily sangat suka berpenampilan sesukanya dan pasti akan memberi kesan pertama yang buruk bagi keluarga Angkasa. Yuli harus bantu Lily berias diri, agar Lily menjadi bintang malam ini.
*
Angkasa mengetuk pintu. "Ly!" Satu menit Angkasa menunggu tidak ada jawaban. Angkasa mengetuk sekali lagi.
Pintu terbuka menyisakan celah yang sempit, Angkasa hanya bisa melihat separuh wajah Lily.
"Ly, kamu ngapain? Ayok berangkat." Lily menggeleng, tangannya berkeringat dingin karena gugup.
"Sa, bisa dibatalin aja gak?"
"Loh kenapa? Kayaknya kemaren kamu yang maksa aku ikut. Waktunya udah mepet loh ini."
"Aku takut, disana pasti isinya keluarga besar kamu kan?"
"Itu tau, kenapa?"
"Tiba-tiba aku ngerasa gak percaya diri. Apalagi keluarga kamu pasti sultan semua." Angkasa terkekeh.
"Mama aku juga orang biasa awalnya. Nyonya Ida juga, semua orang lahir tanpa membawa apa-apa Ly."
"Tapi Sa, aku malu, gak percaya diri."
"Sini aku dandanin, biar percaya diri."
"Emang bisa?"
"Kamu tahu? Make up terbaik setiap wanita adalah sebuah ciuman." Lily menutup pintunya dengan cepat. Sejak pembahasan kemarin, Angkasa terlihat lebih agresif bagi Lily. Lily tidak menyukainya, karena itu membuat jantungnya melemah, Lily belum mendaftarkan diri untuk asuransi jantung.
Angkasa mengetuk pintu kamar Lily.
"Bercanda Ly. Kamu lupa kalau aku model? Udah pasti bisa dandan dong."
Pintu kamar Lily perlahan terbuka lebar, rupanya Lily sama sekali belum bersiap untuk pergi. Tapi tidak apa, Angkasa bisa membuat Lily menjadi Cinderella untuk malam ini.
Saat Angkasa akan melangkah masuk kedalam kamar Lily, tiba-tiba bajunya diseret untuk tetap berada diluar kamar Lily. Dilihatnya Yuli yang tersenyum lebar, bagaikan jin yang muncul karena kendinya di gosok-gosok. Muncul secara tak terduga.
"Biar gue yang dandanin Lily."
"Yuli?! Sejak kapan lo ada dirumah gue? Perasaan gak ada kabar mau main kesini." Ujar Lily terkejut melihat Yuli ada dihadapannya.
"Udah dari tadi sore koo, dikamar Aster." Saking gugupnya Lily mengingat harus menghadiri acara keluarga Angkasa sore ini membuatnya tuli akan sekitar dan tidak menyadari kehadiran Yuli dirumahnya.
"Lo ngapain berduaan dikamar adek gue?" Jujur, otak Lily sudah traveling saat ini. Terlebih ada kecurigaan bahwa Asterlah dalang yang mencium Yuli.
"Ya lo di ajak main malah anteng dikamar aja. Ya gue main ps aja di kamar si Aster lah." Sejak kapan Yuli dekat dengan Aster, setahu Lily, setiap kali Yuli bertemu Aster mereka akan terlibat sedikit perkelahian. Ah, sejak Yuli menyebutkan ciuman, ya, sejak itu mereka terlihat sedikit akur.
Lily menyipitkan matanya menatap Yuli.
"Lo, pokoknya gak boleh berduaan sama Aster, apalagi di kamar." Yuli meneguk ludahnya kesulitan. Beralih mengusir Angkasa dari sana.
"Udah lo sana turun! Tunggu diruang tamu." Daripada terkena semprotan Yuli, Angkasa memilih pergi dari sana, menyerahkan tugasnya untuk mendandani Lily kepada Yuli.
*
Waktu terasa berjalan lambat ketika Lily turun. Gaun merah muda berlengan sesiku yang elegan membungkus tubuh Lily dengan sangat indah, make up natural memperjelas kecantikan Lily saat ini. Anting putih yang panjang terlihat simetris dengan rambut lurusnya.
Suara sepatu heels saat Lily menuruni tangga terdengar seperti suara sepatu kaca cinderela bagi Angkasa. Pandangan Angkasa tidak bisa beralih pada Lily.
"Sa!" Teriak Lily karena kesal Angkasa mengabaikannya.
"Ayo berangkat, katanya udah mau telat." Angkasa berusaha menormalkan detak jantungnya, berdiri mengikuti Lily berjalan kearah pintu keluar.
"Yul, cepetan!" Tak lama Yuli turun dan membawa tasnya.
"Yuli mau kemana?" Tanya Aster berteriak menyusul turun kebawah.
"Gue suruh pulang. Kenapa!" Aster hanya bisa termenung terdiam ketika kakaknya meneriakinya seperti ini.
"Biarin sini aja buat nemenin Aster." Bela Angkasa membuat Aster mengangguk-anggukkan kepala dengan semangat.
"Gak bisa, gue gak bisa biarin mereka berdua sendirian dirumah dengan pemikiran kotor milik Yuli." Yuli meringis, inilah akibatnya jika selalu berbicara secara frontal tanpa sensor.
"Nanti gue sendirian dong kak."
"Lo udah gedhe Aster. Jangan manja!" Nyali Aster menciut, begitu juga Yuli. Tidak ada yang berani membantah Lily.
"Sa, anter Yuli sampe depan aja ya. Biar nanti dia cari ojek sendiri."
"Lo tega sama gue." Ucap Yuli sambil berpura-pura terisak.
"Emang." Jawab Lily enteng.
Angkasa hanya bisa menghela nafas lega, melirik keluar halaman rumah Lily, mendapati mobilnya terparkir di sana. Angkasa tidak bisa membayangkan, bagaimana jika dirinya menjadi salah satu sasaran kemarahannya saat ini karena tidak membawa kendaraan yang cukup untuk menampung Yuli juga.
Jujur kemarahan Lily sama sekali tidak mengurangi kecantikannya.