Tải xuống ứng dụng
1.12% Angkasa dan Lily / Chapter 4: 4. Tamu Dadakan

Chương 4: 4. Tamu Dadakan

Lily mengganti chanel tv-nya tak beraturan. Bosan. Jika biasanya Lily sangat menyukai kartun diusianya yang remaja ini, entah kenapa sekarang Lily tidak memiliki minat.

Sesekali Lily mengunyah ciki yang Lily tuang jadi satu kedalam toples. Lily tidak perlu khawatir, makan banyak tidak akan membuatnya menjadi gumpalan. Lily itu kurus forever.

Lily sekarang berada dirumahnya sendirian. Ayah dan ibunya pergi bekerja, meninggalkan Lily yang kemarin di opname di rumah sakit. Yah, lagipula penyakit Lily bukan penyakit serius seperti kena corona yang melanda bumi satu abad lalu.

Lily punya satu adik yang menurutnya sangat mengganggu jika berada dirumah, karena itu Lily menyuruhnya main ke rumah sebelah sejak adiknya itu pulang sekolah.

Lily menatap malas pada televisinya, Lily melempari tv-nya dengan segenggam ciki.

Lily akhirnya memilih untuk naik ke kamarnya saat ngantuk mulai melandanya. Lily menghempaskan dirinya ke kasur dan mulai memejamkan matanya.

Ting tong!

Belum ada semenit Lily menutup mata, siapa tamu yang berani mengganggu Lily. Lily memilih mengabaikan saat bunyi bel rumahnya sudah tidak berbunyi.

Ting tong ting tong ting tong!!!

Kali ini bel berbunyi berulang kali. Lily bangun dengan terpaksa untuk melihat tamu yang sangat mengesalkan itu.

Kenapa mereka bertamu siang hari? Saat Lily akan tidur siang? Memencet bel berkali-kali pula. Bertamu kok memaksa. Kalau tuan rumah gak berkenan seharusnya mereka mengerti bukan?

Lily membuka pintunya kasar. Saat itulah Lily melihat teman sebangkunya Yuli yang meringis sambil menenteng sekotak pizza.

"Kirain siapa. Bye!" Seketika Lily menutup pintunya lagi, tapi Yuli menahan pintu dengan kakinya.

"Ly, jangan gitu dong. Buka dulu, gue gak sendirian nih." Lily menyerah kali ini membuka pintunya lebar-lebar untuk melihat siapa yang datang bersama Yuli.

Senyum Lily hilang saat melihat Rena yang datang. Lily kira Angkasa, ternyata bukan. Semenjak kemarin Angkasa sama sekali belum menghubunginya dan saat Lily keluar rumah sakitpun Angkasa tidak datang.

Padahal Angkasalah yang mengantar Lily kesana, tapi Lily malah ditelantarkan. Untunglah Lily tidak miskin-miskin banget untuk pulang naik ojol subuh-subuh.

Apakah Angkasa marah kepadanya karena candaannya malam itu? Nggak mungkin, memang Angkasa saja yang anaknya dingin.

Lily mempersilahkan Yuli dan Rena masuk kedalam rumahnya. Seketika Yuli terperangah melihat isi rumah yang bisa dikatakan seperti kandang sapi.

"Ly, lo kayaknya butuh pembantu." Ujar Yuli menyarankan. "Gak ada duit." Balas Lily langsung mengambil sapu untuk membersihkan ciki yang berserakan.

Dalam sekejab rumah Lily kembali bersih. Yuli yang sudah menganggap rumah Lily seperti rumahnya langsung duduk tanpa dipersilahkan, sedangkan Rena masih berdiri merasa tidak enak.

"Sini Ren, duduk aja." Barulah Rena mengambil tempat disamping Yuli. Menaruh sebungkus plastik berisi buah-buahan. Lily dapat melihatnya bukan karena dia cenayang, tapi memang plastiknya yang bening.

"Eh Makasih lho Ren bawain buah-buahan segala. Daripada ni anak bawain orang sakit kok pizza." Yuli yang merasa tersindirpun hanya bisa cengengesan.

"Ini dari Doni kok. Katanya dia minta maaf soal kemarin. Aku cuma disuruh nganter aja." Yuli tertawa mendengar Rena. Yuli yakin sekarang Lily tidak akan menyentuh buah itu. Lily hanya membulatkan mulutnya. Cukup tahu.

Tidak mungkin Rena secara tiba-tiba menjenguk Lily yang notabene-nya tidak dekat dengan Lily.

"Jadi sekarang lo pilih mana? Pizza atau buah?" Tangan Lily meraih sekotak pizza yang sudah terbuka. Mengambil sepotong dan menggigitnya beringas. Yuli hanya tertawa puas melihatnya.

"Ambil juga Ren, nanti diabisin sama yang bawa lho." Ucap Lily mendekatkan kotak pizza ke depan Rena. Yuli tersenyum kecut.

"Kok kalian jam segini udah pulang sih?" Rena menatap Yuli yang masih asik makan pizza tanpa berniat menjawab Lily.

"Tadi ada kebakaran di laboratorium. Akhirnya dipulangin deh satu sekolah." Ucap Rena cukup jelas walau masih ada sedikit makanan di mulutnya.

"Yah kok gitu, pas gue gak masuk malah pulang awal. Gue kan juga pengen gitu, sekali-kali merasakan hawa panas pas pulang sekolah." Yuli menggeleng. "Sekarang ini gak penting. Ceritain gimana dong kejadiannya kemaren?" Hanya Yuli yang penasaran karena Rena berada di tempat kejadian saat peristiwa berlangsung.

"Ya gitu, gue kan sakit gara-gara baju basah seharian. Ya gue bersandarlah dikit, kemeja. Terus si Doni tiba-tiba marah karna itu doang. Gue dipukul dong." Yuli meletakkan gelas teh yang tadi disuguhkan oleh Lily dengan sedikit keras. "Wah, gak waras tuh orang. Berani masa sama cewek."

"Lo udah mecahin dua. Kalau tambah ini jadi tiga." Lily menunjuk gelas yang tadi dibanting Yuli ke meja.

"Ups. Sorry. Lanjutin dong Ren, gue pengen denger versi lo." Rena yang merasa ditunjuk untuk bercerita segera menaruh pizza dan menandaskan teh nya habis.

"Habis itu Angkasa nolongin Lily. Selesai." Yuli mengernyit. "Eh udah? Gitu aja?" Rena hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Kalau versi gue masih berlanjut. Gimana mau denger gak?" Yuli dan Rena mengangguk serempak.

"Angkasa gendong gue keluar tuh, terus dia bilang kalau gue punya dia. Gue boleh ngandelin dia kapanpun itu. Romantis banget gak sih?" Yuli mengangguk kegirangan. Yuli paling suka mengetahui ke-uwu-an orang lain.

"So sweet banget. Tambah lagi kalau Angkasa ganteng." Lily tersenyum kecut. Yuli hanya tidak tahu saja, Angkasa itu sebenarnya sangat tampan.

Lily mengabaikan Yuli dan memilih melanjutkan ceritanya. "Terus gue dianterin nih ke rumah sakit. Terus pas gue sadar dia buru-buru dateng." Melihat Rena yang tidak mendengarkan dan hanya melamun, Lily melambaikan tangan didepan Rena.

"Ren, jangan ngelamun. Rumah gue banyak penunggunya. Kalau nemplok lo satu bukan salah gue ya." Rena yang tersadarpun hanya meringis. "Terus gimana Ly?"

"Terus ya gitu, gue bercandain dong. Eh dianya malah gak nongol pas gue pulang sampe sekarang."

"Marah tuh dia." Tebak Yuli yang disetujui Rena. "Iya bener. Marah."

Lily hanya mengangkat bahu tidak peduli. Lily tahu, Angkasa tidak bisa lama marah padanya.

"Oh iya yang kebakaran itu kelas siapa?" Lily lebih peduli terhadap kebakaran sekolahnya yang dirinya sendiri tidak mengalaminya bahkan melihatnya.

"Kelasnya Bu Wahyu. Pas lagi praktik katanya. Katanya Bu Wahyu salah ngasih formula jadi ya BOOM!" Lily terkejut saat mendengarkan dengan serius Yuli malah mengagetinya. Lily melempar bantal sofanya ke wajah Yuli.

"Kelas berapa yang diajar Bu Wahyu pas itu?" Yuli dan Rena saling menatap.

"Kelasku Ly." Jawab Rena.

"Ooh, Mipa 2?" Rena mengangguk pelan. "Lah kok lo baik-baik aja sih Ren?"

"Gue lagi ngurusin masalah OSIS diruang guru. Tiba-tiba ada ribut diluar. Ternyata laboratorium udah penuh asab pas gue keluar. Akhirnya semua siswa dipulangin, biar gak muncul keributan." Lily mengangguk paham dengan cerita Rena.

"Doni luka kan? Gue liat dia di bopong masuk ambulance." Ucap Yuli menebak dan Rena mengangguk, meng-iyakan ucapan Lily.

"Mipa 2? Berarti kelas Angkasa juga. Angkasa gimana?" Rena bingung harus menjawabnya atau tidak. Rena hanya tidak ingin Lily lebih dekat dengan Angkasa.

Rena menatap Yuli, meminta bantuan Yuli agar Lily berhenti menanyainya. Yuli yang ditatap malah tidak mengerti arti dari tatapan Rena.

"Gimana keadaan Angkasa, Ren? Kasih tahu aku?!" Lily memegang pundak Rena berusaha membuat Rena membuka mulut.

"Angkasa juga dibawa ambulance sama Doni." Jika jantung Lily lemah, Lily pasti sudah stroke, gagal jantung atau hal lainnya.

Tanpa menunggu Rena menyelesaikan penjelasannya, Lily menyambar dompet dan sweaternya. Bergegas keluar dari rumahnya, menaiki bus depan gangnya.

"Mau kemana kak?" Ujar Aster, adik laki-laki Lily sedikit berteriak ketika melihat kakaknya berlari meninggalkan rumah kosong dengan pintu terbuka.

Niat Aster pulang sebentar untuk ambil film dan beberapa ciki terurungkan karena Ia harus menjaga rumah yang ditinggalkan kakaknya.

Saat Aster masuk, Aster malah mendapati satu teman kakanya yang super pengganggu. Siapa lagi kalau bukan Yuli? Dan yang satu sedikit asing baginya.

"Eh, Aster pulang." Ucap Yuli menyambut adik tampan Lily.

"Kakak gue mau kemana Yul?" Tidak sopan memang. Yuli hanya mengangkat bahunya tidak ingin memberitahu. Aster yang tidak ditanggapi memilih masuk kedalam kamarnya.

Saat Aster masuk kekamarnya. "Ini yang buat gue betah dirumah Lily. Adiknya yang bibit unggul dan mahasiswa ganteng di rumah sebelah." Rena menganggukkan kepala mengerti. Bisa jadi Rena akan menjadi tamu dadakan nomor dua Lily setelah Yuli.

*

Lily berlari dilorong rumah sakit. Beberapa orang memperhatikannya karena Lily hanya memakai piyama celana panjang dan dibalut dengan sweater.

Lily bertemu Doni di lorong bangsal rawat inap itu. Lily tidak memperhatikan apa yang sedang Doni katakan padanya.

Lily sedang terfokus melihat seseorang yang sedang keluar dari ruangannya dengan menggunakan pakaian rumah sakit dan memegangi tiang infusnya.

Bola mata Angkasa dan Lily bertemu. Doni mengikuti arah pandang Lily yang menatap Angkasa. Lily meneteskan air matanya, Lily kira Lily tidak akan pernah melihatnya lagi.

Lily melangkahkan kakinya perlahan menjadi langkah yang cepat. Lily berlari dengan cepat menghampiri Angkasa.

Lily langsung memeluk Angkasa, mengabaikan banyak pasang mata yang menatap mereka. Angkasa yang nampak tidak terkejut akan kehadiran Lily, membalas pelukan Lily.

Angkasa rasa, sakit yang didapatkannya menghilang begitu saja. Menguap entah kemana, ini seperti Lily datang menjadi obatnya yang paling ampuh.

Terkadang sakit tidak butuh obat. Melainkan sebuah pelukan yang diperlukan untuk menyembuhkannya.


Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C4
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập