Tải xuống ứng dụng
56% The Decision / Chapter 14: Bab 11

Chương 14: Bab 11

Selamat membaca 💙

🌼👑🌼

Di dalam ruangan yang tak bisa dikatakan besar, gadis cantik nan berani itu tengah sibuk menggerakkan pandangannya dari arah kiri ke kanan. Mengulangi kegiatan itu hingga tiga jari tangan kanannya membalik lembaran buku guna ingin tahu lanjutan kata. Sedetikpun tak pernah Aalona berhenti untuk menyelami isi buku yang ia pegang. Lembar demi lembar, kalimat demi kalimat, dari satu kata ke kata yang lainnya, dia paksa otaknya untuk memahami. Hingga satu suara yang memanggil namanya, mampu membuat kedua mata dan pikiran Aalona menghentikan aksinya.

"Kenapa? Apa Bunda memanggilku?" menatap si pengganggu dengan tatapan khawatir. Tangan Aalona refleks melepas buku dan meletakkannya rapi diatas mejanya. "Atau ada sesuatu yang buruk?" sambungnya mulai mendekati Elina yang masih saja berdiri di ambang pintu rumah pribadinya.

Elina mengangguk lalu menggeleng. "Sebelumnya aku minta maaf kalau sudah mengganggu keseriusanmu tadi. Tapi aku harus. Pertanyaanmu yang pertama tadi benar, ratu Alena memanggilmu." sudut bibirnya terangkai untuk membentuk lengkungan lebar. "Untuk pertanyaan keduamu, enggak akan pernah terjadi. Camkan itu, putri..." godanya diakhir kata.

"Amin." satu kata penuh keyakinan Aalona lontarkan. Sepasang kaki itu sudah berdiri di depan kaki Elina. "Jadi, apa harus sekarang aku ke Istana?" kepala gadis di depannya itu mengangguk. "Jadi tunggu apalagi?"

"Ya sudah, ayok!" pekik sahabat perempuannya itu.

Ditutupnyalah pintu berbahan teratai. "Semangat sekali... Memangnya ada apa?"

"Salah sendiri langsung ke matera." ucap Elina santai. "Bukannya pulang ke Istana dulu, sudah tahu Bundamu baru saja pulih."

"Bukannya mengabaikan Bunda, hanya ada hal yang perlu kucari di buku sejentidatmai tadi."

"Apa?" gadis berpakaian apudura yang panjangnya di atas lutut itu mulai penasaran.

"Tentang kesembuhan Bunda. Aku awalnya takut kalau obat yang mengalir di tubuh Bunda cuma sebentar. Tapi ternyata permanen." terangnya singkat.

"Baguslah!" kemudian telapak tangannya mengelus dada karena lega. Merasa masih penasaran, Elina kembali bertanya,"terus kenapa masih dibaca? Apa ada yang nggak bener? Atau aneh?"

"Aku mau tau isi keseluruhan buku itu. Aku juga nggak tau, entah kenapa ada sesuatu yang bisa narik aku buat betah baca buku cinta dan mantra itu. Aku kira setelah masalah Bunda, semuanya kelar. Tapi yang aku rasain sebaliknya."

"Maksudnya?"

"Entahlah, aku masih perlu banyak waktu untuk cari tau tentang itu." jujur gadis yang memakai ureburai sebatas paha plus manaelama, terlihat apik ditubuhnya. Cantik dan menawan mungkin adalah perwakilan dua kata dari mailnera atau bahkan juga manusia yang menatap Aalona. "Aku juga butuh bantuanmu, El."

Yang dimintain tolong mengangguk patuh. "Apapun untuk kerajaan kita." mukanya berubah jadi sedikit lebih serius. "Terus, apa yang harus aku lakuin?"

"Ya nanti. Tunggu urusanku sama Bunda selesai." Aalona terkekeh kecil. "Semangat sekali, El-El." menggeleng sejenak. "Saat ini panggilan Bunda lebih penting dari apapun. Yah meskipun Bunda enggak akan marah...."

"Untung anaknya ratu." desisnya. "Kalau bukan udah aku masukin kolam." curhat Elina dengan memutar bola mata ketika melihat muka datar gadis berambut panjang yang beberapa langkah sudah di depannya.

"Cepat masuk! Banyak yang sudah menunggu!" teriak mailnera yang sudah beranjak tua.

"Bunda!" teriaknya, terkejut karena melihat sang ratu yang menunggu di depan pintu istana. "Maaf, Aalona lama." sesalnya karena tak enak setelah sampai di hadapan sang Bunda. Elina yang juga baru menginjakkan kaki di sana membungkuk singkat, tanda hormat. Alena mengangguk tersenyum, tak lupa mengucapkan terimakasih karena teman Aalona itu sudah memanggilkan putrinya.

"Tak masalah, sayang. Ini rencana Mely. Jadi selama kita ke perbatasan tadi, dia membuat hidangan."

"Wow!" enggak di suruh saja mau melakukan. Benar-benar wanita yang baik. Aku bersyukur memilikimu Bibi Mely. Seluruh penghuni istana pasti sangat menghargaimu. "Hem... Pasti enak-enak!"

"Pastilah!" teriak sahabatnya ----yang dari tadi memperhatikan keduanya--- tak mau kalah. "Buatan Ibuku kan memang lezat." cengiran lebar Elina terpampang nyata diwajah cantik gadis itu. Sedangkan ratu dan putri teratai itu tertawa kecil dibuatnya.

"Ya-ya-ya. Bibi Mely memang berbakat. Beda jauh dengan anaknya. Permisi." jawab Aalona lalu masuk begitu saja. Membiarkan dua mailnera yang tengah berdiri sambil menatap punggungnya. Ratu Alena menggeleng geli. Secepatnya Elina pamit lebih dulu untuk menyusul sahabatnya itu pada sang ratu.

"Kamu juga beda Lona! Beda jauh dengan ratu Alena! Sangat jauh! Bisanya cuma menggoda!" teriaknya setelah menyusul Aalona. Sedangkan yang tadi namanya disebut, langkah kakinya diperlebar agar cepat sampai ke tempat penyajian makanan dan minuman. Mengabaikan balasan Elina begitu saja.

🌼👑🌼

"Tempat ini sayang kalo di anggurin." gumam Alvison yang dari awal kepergian Aalona duduk di batu besar, dekat aliran air terjun. Tatapannya selalu terpusat pada air yang tumpah dari tebing beberapa meter di depan Alvison. Lelaki itu mendesah frustasi. Kepalanya menunduk dan salah satu tangannya terulur ke pergelangan kakinya. Mengecek luka yang berhasil menciptakan ringisan di bibir pemuda berhati lunak itu. "Tapi kalo nggak pergi-pergi, bakal keinget My Aal." desisnya.

Tangan kanannya memegang dada. Merasakan dalam-dalam apa yang sekarang hatinya rasakan. Tak rela Aalona pergi secepat ini, takut kalau hari-hari setelah ini tidak bisa bertemu, dan rasa rindu menyembul dan lebih membanjiri dirinya sekarang. Ya, baru beberapa menit lalu Aalvison sudah merindukan gadis langka itu. Gadis yang hanya ada di dunia khayalan tapi mampu membuatnya tergila-gila pada pandangan pertama.

"Gimana kalau besok-besok. Sebentar aja udah kangen." protes pemuda tampan itu pada dirinya sendiri. "Kalo gini terus, bisa nggak pulang-aaarghhh...!" mengacak-acak rambut bagian depan ke belakang secara kasar. Belum lagi muka kusutnya yang terbentuk saat detik-detik Aalona pergi bersama mailnera lainnya. "Oke! Sebisa mungkin luangin waktu ke sini. Berharap bisa ketemu Aalona lagi." di lemparnya asal batu kecil yang baru ia genggam ke pemandangan di depannya sambil berteriak lantang, "AKU SELALU MERINDUKANMU, MY AAL...!" aku menyukaimu, aku menyayangimu, dan ya, aku mencintaimu. Selalu seperti itu. Yang tumbuh kala mataku menangkap sosok cantik berhati baik, dirimu My Aal. Belum saatnya ia meneriakkan kalimat itu, karena sosok yang ingin ia miliki sedang tak di sini. Lain kali saja, ketika keduanya bertatap muka dan mengeluarkan rasa rundu yang sudah tak tertahan.

Di tempat lain, seluruh mailnera di buat terkesiap dengan teriakan manusia yang masuk ke telinga mereka. Terutama perempuan tujuh belas tahun yang masih mengunyah rodu di kursi makan dari bunga teratai. Semua barang di sana dan seluruh tempat mailnera pasti tak jauh dari bahan dasar lotus, semua jenis warna dari bunga teratai ada di bangsa mailnera itu.

"Alvison..." lirih putri cantik nan tangguh, begitu rodu enak nan lezat meluncur ke tenggorokan.

Ratu Alena menggeleng kecil. "Teriakan manusia itu." sambil terkekeh. Sang ratu tak tahu bahwa yang dirindukan manusia itu adalah anak satu-satunya.

Elina mengangguk. "Ya, kencang sekali... Mengganggu acara kita saja." cibirnya setelah cepat-cepat meneguk aimas.

"Bunda, semuanya...." suara Aalona memanggil keseluruhan isi di ruangan makan itu. Sontak semuanya menoleh padanya yang ada di ujung meja, berhadapan dengan sang ratu. "Aku ingin keluar sebentar." ucapnya lalu menarik napas dalam-dalam. "Apakah boleh, Bunda?" sambungnya meminta ijin.

"Apa ini menyangkut Alvison?" ya, Alena tahu pemuda itu. Ia mengenal lelaki itu. Bahkan yang memberikan air dengan wadah tutup botol plastik adalah Alvison orangnya. Aalona lupa, saat dirinya kembali menjadi mailnera, ia takkan kuat mengangkat benda itu. Terlalu berat, dan satu-satunya orang yang bisa meletakkan tutup botol berisi air di dekat gerbang itu hanya Alvison. Ya, hanya Alvison seorang.

Aalona sudah memperkenalkan laki-laki itu pada sang Bunda. Alena tak menjukkan kemarahan sedikitpun. Justru ia memerintah Aalona untuk menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya. Karena Alvison dengan tulus mau membantu Aalona dalam proses penyembuhan dirinya.

"Boleh, tapi bukan sekarang sayang. Selesaikan acara makan besar kita, kau tak ingin mengecewakan para mailnera di sini bukan?" dengan terpaksa Aalona mengangguk. "Kalau ini sudah selesai kau boleh ke mana saja. Bunda mengijinkan apapun yang kamu lakukan."

Kegembiraan Aalona tak bisa lagi di pendam. "Terimakasih, Bunda." sudut bibirnya pun bertambah lebar, tak bisa lagi membendung rasa senang yang mendadak hadir. Perasaan was-wasnya sirna begitu Alena seolah-olah membiarkan apa yang dirinya lakukan. Aalona senang bukan main di saat dirinya tak lagi di khawatirkan. Ia benar-benar merasa sudah dipercaya oleh sang Bunda untuk mengambil keputusan atau melangkah ke depan. Meskipun rasa rindu akan kekangan dari sang Ayah tercintanya terkadang hinggap. "Nanti usai acara Aalona meminta ijin."

"Ya, tak masalah. Pesan Bunda hanya satu, jaga diri."

"OKE!"

Mailnera yang memperhatikan interaksi keduanya ikut senang. Apapun itu, mereka hanya ingin keselamatan bagi kerajaan dan keluarga kerajaan mereka. Semua keputusan yang keluar dari mulut sang ratu atau putri teratai itu akan mereka terima. Para mailnera percaya, pasti untuk kebaikan kerajaan mereka.

"Apa sahabatku ini menyukai Alvison?"

Diputarlah kepalanya yang memakai manaelama ke arah Elina yang duduk anteng --- bersama wajah polosnya--- persis di samping kiri Aalona. "A-apa?" kegugupan mulai menghampiri.

Elina berdecak. "Harus diulang?"

Aalona menggeleng. "Enggak... Em-maksudku, entahlah. A-aku senang berteman dengannya."

"Aku hanya ingin mengingatkan, sesuatu yang terjadi di depan nantinya, kamu harus menggunakan akal dan perasaan. Ingat, kamu seorang putri. Putri Aalona penerus kerajaan teratai, tempat tinggal kita dan tanah kelahiran seluruh mailnera."

Anggukkan kecil yang bisa Aalona berikan. Jauh di dalam hatinya, perasaan Aalona bergetar. Ada ketakutan dan keraguan yang merayap secara tiba-tiba setelah suara Elina terngiang-ngiang di telinga dan ekspresi sahabatnya itu yang terus terlihat di netra meskipun gadis itu sudah sibuk dengan beberapa makanan.

🌼👑🌼

Gimana? Aku masih dan terus berusaha menulis.

See You

Gbu


SUY NGHĨ CỦA NGƯỜI SÁNG TẠO
kocakaja kocakaja

Jangan ragu kalau mau komentar <3

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C14
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập