Tải xuống ứng dụng
6.19% Hidup di Dunia Fantasi Tidak Semudah yang Aku Kira / Chapter 7: Bab 2.2 : Penyihir yang Terkutuk

Chương 7: Bab 2.2 : Penyihir yang Terkutuk

"Aku sudah membuktikannya bukan ? Bahwa aku itu penyihir ?"

Aku hanya dapat menggangguk untuk menjawab pertanyaan itu, tidak tahu apa yang kukatakan lagi. Ini pertama kalinya dalam hidupku melihat sihir, aku bahkan tidak mengharapkan untuk dapat melihatnya secepat ini. Venicia menunjukkan banyak sekali sihir padaku, seperti bola api tadi, lalu dirinya yang melayang di udara menggunakan levitasi, dan memunculkan sebuah familiarnya yaitu kucing di depan diriku.

"Bi-Bisakah aku belajar sihir juga seperti Kak Venicia ?"

Rasa penasaranku melonjak dengan kuatnya. Aku memang sangat tertarik dengan sihir. Selain bisa digunakan untuk menyerang, bisa digunakan juga untuk menyembuhkan. Jadi aku tidak perlu lagi membeli obat-obatan yang mahal dari kota !

"Kakak.... dia memanggilku kakak...."

A-Ada apa dengannya ? Menggumam begitu ?

"Ekhem.... soal itu..... setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Tidak semua orang bisa menjadi penyihir maupun ahli sihir. Ada sebuah tes yang dilakukan untuk melihat apakah orang tersebut memiliki potensi atau tidak."

Ternyata tidak semua orang bisa menjadi ahli sihir kah..... Aku sedikit kecewa...

"Tetapi..... Kalau kamu ingin mengerti ada potensi sihir atau tidak pada dirimu. Kakak bisa membantunya."

"Benarkah ?!"

"Tentu saja. Ikutlah aku ke suatu tempat, nanti akan kuajarkan bagaimana caranya."

-o-

Kami berdua menuju ke danau yang berada di tengah hutan. Disana, Venicia menyiapkan banyak perlengkapan. Beberapa lambang sihir di tepi danau dan beberapa barang-barang serta tumbuhan aneh disekitarnya. Setelah itu aku disuruh untuk berdiri di tengah lingkaran sihir yang berbentuk bundar. Di pinggiran lingkaran sihir tersebut terdapat beberapa huruf aneh. Ketika aku mencoba melihat dan memahaminya, malah membuat kepalaku pusing.

"Baiklah, persiapannya sudah selesai."

Venicia menutup buku tebal yang semenjak tadi ia baca dan melemparkan bukunya padaku.

"Kamu bisa membaca kan ?"

Membaca ? Tentu saja ! Aku melihat pada huruf yang aneh tersebut, sama sekali berbeda daripada alfabet yang aku pahami. Ini... huruf ini tidak pernah kulihat seumur hidupku !

Tentu saja aku tidak bisa membacanya !!!

Walaupun aku sudah mengerti apa yang mereka katakan. Aku sama sekali tidak mengerti tulisan di dunia ini karena berbeda dengan duniaku dahulu yang memakai huruf alfabet.

"Aku sama sekali tidak bisa membaca !"

Venicia menghela nafasnya, aku dapat melihat kerutan di dahinya.

"Bahkan kamu tidak bisa membaca.... tempat asalmu itu seburuk apa sih....."

A-Apa ?! Minta maaflah kepada tempat asalku ! Berserta semua rakyatnya ! Semua ini bukan salah dari mana aku berasal, tetapi salah orang yang sudah membawaku ke dunia ini !

"Ya sudahlah, berbaliklah ke arah danau. Buka halaman buku yang sudah kutandai dengan tongkat sihir. Setelah itu arahkan tongkat sihirnya kedepan."

Aku mengikuti instruksinya, membuka buku yang ia lempar kepadaku. Buku itu tebal dengan cover berwarna hijau gelap serta memiliki lambang hexagram di tengahnya, dengan tulisan aneh yang mirip seperti heliograph kuno berada dibawah hexagram.

Disana terdapat sebuah tongkat kayu berwarna hitam yang terdapat beberapa ukiran manik manik biru di sekitar tongkat itu. Aku mengayun-ayunkannya ke depan.

"Tutup matamu dan fokuskan semua kekuatan ke tongkat itu."

Sesuai intruksinya tadi, aku menutup kedua mataku. Kukosongkan segala pikiran yang ada di otakku. Keheningan, keheningan dan kegelapan meyelimuti pikiranku. Yang dapat kulakukan hanya menunggu instruksi selanjutnya.

"Ikutilah ucapanku."

Segala konsentrasiku ku arahkan kepada tongkat yang kupegang di tangan kanan. Sementara tangan kiriku memegang bukunya.

"Wahai roh yang menguasai alam."

'Wahai roh yang menguasai alam'

Perlahan aku mengikuti mantra yang ia ucapkan dengan lantangnya.

"Dengan ini aku meminjam kekuatanmu. Sesuai dengan kontrak sihir."

'Dengan ini aku meminjam kekuatanmu. Sesuai dengan kontrak sihir."

Tanganku bergetar, tubuhku serasa ingin terjatuh. Entah karena diriku yang terlalu gugup atau sangat tertarik dengan hal ini.

"Tunjukkanlah kekuatanmu, The Element !"

'Tunjukkanlah kekuatanmu, The Element !"

Aku mengucapkan kata terakhir tersebut dengan lantang. Sepertinya itu mantra yang harus kuucapkan. Aku segera membuka kedua mataku untuk melihat sihir apakah yang telah aku keluarkan.

"Ma.... Mana sihirnya ?!"

KOSONG ! Didepanku tidak ada apapun ! Tidak ada bekas air yang beriak, ataupun munculnya api, atau angin yang berputar di atas danau ! Kosong, hanya ada air danau yang tenang.

"Kenapa tidak keluar ya...."

Venicia yang berada dibelakangku pun ikut berpikir. Apakah ada kesalahan atau memang aku salah mengucapkan kata. Dia memerintahkanku untuk mengucapkan mantra itu kembali. Walaupun sudah kusebutkan sebanyak 5 kali, dengan beberapa intonasi yang berbeda. Tidak ada apa-apa yang keluar !

"Seharusnya sih seperti ini."

Dia mengambil tongkat yang kupegang sembari mengarahkannya ke depan danau seperti yang kulakukan.

"The Element."

Venicia melantunkan sebuah mantra yang singkat. Sangat singkat dari yang kuucapkan. Muncullah sebuah bola api hitam yang meluncur dengan cepatnya di atas air. Bola api itu melesat menuju sebuah pohon yang berada di seberang danau, membakarnya dengan sangat cepat hingga gosong. Yang tersisa hanyalah abu dari pohon itu.

"Sihir ini seharusnya memanggil elemen yang kamu miliki. Sihir level pertama menurutku. Kalau kamu tidak dapat menggunakannya. Berarti tidak ada potensi sihir di dalam dirimu."

"Tidak mungkin.... padahal aku ingin juga menembakkan bola api seperti itu !"

Dia lalu menghapus lambang sihir yang berada di tanah dengan menyebutkan sebuah mantra. Muncullah angin topan kecil di sekitarku, angin topan itu menghapus lambangnya dengan putarannya.

"Daripada mengejar sesuatu yang belum pasti bisa. Lebih baik kamu belajar seni berpedang saja bukan ?" katanya.

Perkataannya mungkin ada benarnya juga. Aku tak memiliki potensi untuk sihir. Daripada terus mengejar-ngejarnya, lebih baik aku menajamkan kembali seni berpedangku. Aku harus menjadi lebih kuat lagi, jika tidak.... itu hanya akan mengakibatkanku terluka parah lagi.

-o-

"RASAKAN !!!"

TRING

Keesokan paginya, aku bangun pagi untuk mengasah kembali kemampuan berpedangku. Di malam hari, aku diajari oleh Venicia untuk berlatih menulis dan membaca. Bahkan ia memperbolehkanku juga menginap di rumahnya.

"Seranganmu masih terlalu lemah !"kata Venicia.

Aku melandaskan serangan pada golem yang sebelumnya dibuat Venicia. Diriku berlatih dengannya, dia mengajariku beberapa hal mengenai sihir dan bagaimana melawannya, seperti saat ini ketika ia mengajakku bertarung melawan golem tanahnya. Venicia merasa bahwa diriku masih terlalu lemah, terutama bagi seseorang yang tak memiliki kemampuan sihir.

"Kerasnya...."

Karena terbuat dari tanah, serangan yang kulontarkan padanya tidak begitu melukainya. Hanya beberapa tebasanku yang berhasil menembus tubuh batunya itu. Selain menggunakan golem tanah, Venicia juga terkadang menggunakan sihir tumbuhan. Dengan akar yang tiba-tiba muncul ditanah ia menjerat kakiku dan golem tersebut menyerangku. Sebuah serangan kombo yang mempersulit diriku.

"Setiap makhluk pasti ada kelemahannya. Carilah kelemahan itu ketika sedang bertempur, dengan cara itulah kamu bisa memenangkan pertempuran." Venicia yang bersiaga jauh di belakang golem itu menasihatiku.

Memangnya golem tanah sekeras ini memiliki kelemahan ?!

"Jangan lengah !"

Sebuah akar muncul dari dalam tanah, aku segera melompat ke arah kanan untuk menghindarinya. Tetapi disana golem tanah sudah bersiap melancarkan pukulannya.

"SIAL !"

Sebuah dentingan keras terdengar, antara bertubrukannya pedang rampingku dengan pukulan golem tanah. Pedang yang kugunakan lepas dari tanganku. Sementara diriku terpental jauh dan terlentang ditanah. Serangan kombo terus menerus seperti ini benar-benar menyusahkanku. Venicia dengan santainya diam dan memperhatikan setiap gerakanku.

"Menyerah ?" katanya.

Bagaimana cara untuk mengalahkan golem yang keras itu ? Satu satunya cara hanya dengan menggunakan ledakan untuk meledakkan tubuhnya. Tetapi aku tidak mempunyai barang yang bisa meledak. Hah.... mana mungkin aku bisa mengalahkan makhluk sihir dengan perlengkapan murahan seperti ini.

Tidak..... tunggu sebentar.

Hanya ada satu cara untuk mengalahkan makhluk sihir. Yaitu....

"Tentu saja tidak !"

Aku melihat pedang yang tadi terlepas dari tanganku jatuh di belakang golem tersebut. Golem tanah itu bergerak dengan lambatnya menuju ke arahku, bersiap untuk melancarkan serangannya.

Aku segera berdiri, lalu berlari menuju golem tersebut. Dia mengarahkan kedua kepalan tangannya itu ke atas. Setelah itu mengayunkannya dengan keras kebawah menuju diriku yang tepat berada di depannya.

Tetapi diriku bisa menghindari serangan itu dengan mundur kebelakang tepat ketika pukulan itu dilancarkannya. Tangannya pun terjebak di tanah.

Aku menggunakan tangan yang masih dibawah itu dengan menggunakannya sebagai pijakan untuk melewati tubuh besarnya.

Begitu aku menaikinya dan berhasil melewati golem tersebut, aku mengambil pedangku yang berada di tanah. Venicia yang semulanya santai, mengarahkan beberapa sihir tumbuhannya. Satu persatu sihir yang sama ia gunakan, akar yang menjerat dari bawah tanah.

Aku sudah hapal setiap serangan yang ia lontarkan satu dengan lainnya. Dengan mudahnya aku meliuk ke kanan dan ke kiri menghindari setiap akar yang mencoba meghentikan pergerakanku menuju ke Venicia.

Dia terlihat panik ketika tidak ada akar yang berhasil menghentikanku. Begitu ia mencoba melafalkan sebuah mantra. Aku mengarahkan pedangku kebelakang, seperti posisi melemparkan tombak. Lalu kulempar pedang yang kupakai ke arahnya.

Pedang tersebut melesat dengan cepat kearahnya. Dia tidak menduga seranganku itu. Aku dapat melihat raut wajah kagetnya ketika pedangku melesat ke arah kepalanya itu.

Namun, hanya berjarak beberapa inci lagi ke arah wajahnya itu... Pedangku berhenti dan terjatuh ke tanah.

"Aku sudah menduganya."

Venicia itu penyihir yang hebat, tidak mungkin ia membiarkan dirinya tanpa perlindungan. Pasti ia memiliki satu atau dua sihir untuk bertahan.

2 pisau yang sebelumnya kulempar dengan cepat ketika pedangku menuju ke arah Venicia kini berada di samping kiri dan kanan kepalanya.

"Kali ini pasti kena !" teriakku.

“Absolute Zone”

Angin kencang bertiup menjauhkan kedua pisau yang hampir mengenainya tersebut. Aku menutupi wajahku dari tanah yang terlempar oleh angin besar tadi. Begitu ia mengucapkan mantra itu, sebuah angin besar menjauhkan semua yang berada di sekitarnya. Begitu juga dengan beberapa pepohonan yang berada di sekitarnya terkoyak karena serangan angin itu.

"Tidak kusangka, aku sampai harus menggunakannya disini."

Venicia berjalan keluar dari debu tanah yang menutupi seluruh arena pertempuran kami. Bajunya benar-benar dalam keadaan yang rusak. Beberapa bagian tergores dan aku dapat melihat dengan jelas.... tidak begitu jelas sih, pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Be-Benar-benar pemandangan yang segar untukku yang sedang kelelahan ini. Walaupun aku mengalihkan pandanganku darinya, mataku tetap tak bisa membohongi niatku.

"Sihir barusan....."

"Itu sihir pertahananku. Sihir itu melindungi perapalnya dari segala serangan yang ada disekitar dengan memanggil roh angin. Kalau kamu berada di area serangannya, maka tubuhmu pasti sudah tercabik-cabik."

Aku duduk bersandar di sebuah pohon yang berada dibelakangku. Merebahkan diri setelah pertempuran yang begitu melelahkan barusan.

"Sihir memang membuat segalanya mudah ya..... enaknya...." kataku.

Venicia pun ikut-ikutan duduk disebelahku sambil mengambil peralatan jahit yang tidak kuduga ia membawanya ketika berlatih. Apa mungkin dia sudah memperkirakannya ?

"Enak.... ya.... Aku malah menganggap sihir ini sebagai sebuah kutukan."

"Kutukan ? Apa maksudnya ?"

Sambil menjahit kembali jubahnya yang terkoyak. Ia menceritakan banyak hal kepadaku.

100 tahun yang lalu , para penyihir hidup berdampingan bersama orang lain di dalam kota. Mereka saling membantu satu sama lain. Penyihir yang terkenal dapat membuat ramuan untuk menyembuhkan penyakit sangat dikagumi oleh warga kota. Menggunakan sihirnya untuk membantu yang lemah dan untuk menolong sesama.

Hingga munculnya sebuah insiden.... Sebuah roh api mengamuk dan membakar seisi kota. Hanya penyihir saja yang dapat menyegel roh itu. Para warga mengungsi ke luar kota, sementara penyihir itu masih berada di dalam kota untuk menyegel roh tersebut.

Setelah terjadinya pertempuran sengit antara penyihir dengan roh api yang mengamuk. Dia menyegel roh api itu kedalam tubuhnya sendiri. Warga yang melihat hal tersebut mengira bahwa ialah yang memanggil roh api tersebut karena hanya penyihir saja yang bisa melakukannya.

Para warga mengusir dan menghina penyihir itu dari kota dan tidak akan pernah mempercayai lagi penyihir. Perang pun dikumandangkan untuk melawan setiap penyihir, perang yang telah merenggut banyak nyawa. Dari penyihir dan juga manusia. Lalu, penyihir terpecah menjadi 2 kubu. Perkumpulan Penyihir Putih yang menggunakan sihir untuk menolong satu sama lain, dan Perkumpulan Penyihir Hitam yang menggunakan sihir mereka untuk membalaskan dendam dan untuk hal-hal buruk.

".... dan kau tahu siapa yang menyegel roh api itu ?"

Aku hanya terdiam mendengarkan cerita memilukan tersebut.

"Akulah yang menyegel roh api itu kedalam tubuh ini. Roh api berwarna merah, berubah menjadi hitam karena dendamku kepada warga. Api hitam ini dengan cepatnya membakar apapun yang dilewatinya. Kekuatan yang kumiliki ini.... seperti kutukan bagiku."

Venicia memandangi cahaya yang melewati pepohonan hutan ini. Dari kedua matanya, nampak perasaan bersalah akan apa yang pernah dilakukannya dahulu.

"Maaf karena sudah membuatmu mendengarkan cerita memilukan ini."

Dia berbalik memandangku dan menunjukkan senyum pahitnya itu. Yang menyembunyikan rasa sakit akan teringatnya kembali kejadian kelamnya.

"Tidak apa, malah menurutku cerita itu benar-benar menarik ! Bisa kau ceritakan lagi bagaimana dirimu menyegel roh itu ? Pastinya sangat keren bukan !"

Dengan segala cara aku mencoba untuk membuatnya kembali cerita seperti biasanya.

"Ce-Cerita sewaktu aku menyegelnya ?"

"Iya ! Apakah muncul sebuah lingkaran sihir besar dari langit dan menyegelnya, ataukah menggunakan sihir tingkat tinggi yang mengecilkannya...”

"Ehhh..... sebenarnya tidak terlalu hebat sih...."

Dia mulai menceritakan kembali kisahnya ketika menyegel roh api yang mengamuk itu. Perlahan, kesedihannya mulai hilang. Aku pun ikut menghiburnya dengan beberapa lawakanku ketika ia bercerita. Setidaknya itu bisa membuatnya bahagia, setidaknya aku bisa mengetahui kisah heroiknya disamping kelamnya masa lalu yang Venicia alami.

-o-

Hari sudah beranjak siang. Sementara aku dan Venicia masih berbaring di tengah hutan bercerita satu sama lain.

Masih ada satu hal yang mengganjal di hatiku. Bukankah cerita itu terjadi 100 tahun yang lalu ? Lalu Venicia itu.....

"Ma-Maaf menanyakan ini Venicia. Tetapi bukannya cerita itu berlangsung 100 tahun lalu..... Jadi umurmu itu...."

"Aha.... aku belum memberitahumu ya. Umur penyihir itu panjang, lebih panjang dari manusia biasa. Mereka bisa berumur lebih dari 100 tahun. Leluhurku sendiri bisa hidup sampai 500 tahun. Bahkan legenda penyihir terkenal, Old Grendwald hidup hingga 515 tahun. Kalau umurku..... Yah.... sekitar 134 tahun kalau tidak salah."

"SE-SERATUS TIGA PULUH EMPAT TAHUN?!!!"

Umur Venicia 134 TAHUN ?! Aku tidak mempercayainya ! Kenapa ia bisa terlihat begitu muda ! Aku mengira umurnya sekitar 28 atau 30 tahunan. Badannya pun sangat ideal untuk wanita berumuran segitu. Namun ternyata.....

"Kukira umurmu sekitar 28 atau 30 tahunan. Padahal badanmu terlihat masih muda begitu. Apakah kamu menggunakan sebuah mantra ?!"

"Terima kasih akan pujianmu itu. Bukan sebuah mantra sih..... tetapi bagaimana menjelaskannya ya. Sihir itu berupa kekuatan yang berasal dari alam sekitar dan roh. Karena keseimbangan antara roh dan alam di dalam tubuh manusia.... maka itu membuat umur kita lebih panjang. Seperti keseimbangan antara fisik dan jiwanya."

Masih banyak hal di dunia ini yang belum kupahami. Penyihir hingga roh...... Mereka semua sangat berbeda dari duniaku. Tetapi ada satu hal yang kupelajari dari ceritanya. Sihir dianggap sebagai ajaran setan dan orang sangat membencinya. Setiap penggunanya akan dicap sebagai anak buah iblis yang harus dilenyapkan. Itulah sebabnya banyak penyihir yang tinggal jauh dari kota dan menetap di daerah yang sulit untuk dijamah.

"Namun, itu tak mengapa. Masa lalu hanyalah menjadi masa lalu, tidak ada yang dapat kulakukan untuk mengubahnya. Aku hanya harus menikmati sisa hidup yang kumiliki ini...." kata Venicia dengan menunjukkan kembali senyumannya yang ceria itu.


Chương 8: Bab 2.3 : Disinilah Petualanganku Dimulai !

"Kamu mau kembali lagi ke kota ?"

Aku mengemasi barang-barang yang akan aku bawa kembali ke kota. Setelah begitu lama tinggal di rumahnya, aku perlu ke kota untuk memperbaiki perlengkapanku berupa pedang dan armour yang telah rusak.

"Begitulah. Aku harus memperbaiki armor dan pedang yang kugunakan ini. Pedangku retak sewaktu berlatih kemarin."

"Ma-Maafkan aku...."

Venicia memandangku dengan perasaan bersalah. Aku pun hanya tersenyum padanya dan mengambil tas punggung yang kutaruh di dekat pintu.

"Kamu akan kembali lagi kan ?"

Hmmm.... Kalau itu sih aku tidak begitu tahu. Selain mencari pandai besi yang bisa memperbaiki pedangku ini. Tanpa pedang pun.... aku tidak bisa berburu di hutan, jadinya aku harus mencari pekerjaan lainnya di kota.

"Mungkin..... aku akan kembali lagi...."

Kalau aku tidak mendapat pekerjaan di kota.... aku akan kembali lagi kesini. Menghabiskan waktuku membantu Venicia untuk mencari tumbuhan obat atau meracik beberapa obat-obatan.

"Janji kan ?"

"Tenang saja..... aku hanya mencari pekerjaan. Tidak pergi jauh kok."

Dia khawatir sekali sih. Padahal diriku tidak akan pergi sangat jauh darinya. Ini seperti kasih sayang seorang kakak pada adiknya yang akan merantau jauh dari rumahnya.

"Kalau begitu, aku pergi dulu ya !"

"Hati-hati dijalan !"

Kulangkahkan kakiku menjauh dari rumah gubugnya yang tua. Ia tinggal di sini sendirian, pada tengah hutan selama ini. Meski sedih untuk meninggalkannya, aku memang perlu untuk pergi dan tidaklah selalu bergantung padanya. Venicia melambai-lambaikan tangannya padaku. Aku membalasnya dengan mengangkat tanganku dan membuat tanda 'oke' kepadanya.

Sekarang..... Aku harus pergi kembali ke kota untuk memperbaiki perlengkapanku dan mencari pekerjaan. Semoga saja aku bisa menemukan pekerjaan dengan cepat.

-o-

Suasana kota masih ramai seperti biasanya. Sudah beberapa hari aku tidak kembali lagi ke benteng. Dengan membawa kartu pengenal, aku bisa memasuki benteng, walaupun sebelumnya harus melewati pengecekan barang bawaan. Untungnya aku tidak membawa barang-barang yang tidak dilarang dan dibiarkan masuk.

"Pertama.... pergi ke pandai besi dulu."

Aku berjalan menuju ke bagian lain di kota. Di dalam benteng ini terdiri dari beberapa bagian. Yaitu ada bagian perdagangan yang didominasi untuk berjualan barang dan terdapat pula beberapa bar serta penginapan, bagian pabrik yang berisikan tempat-tempat yang digunakan untuk membuat barang untuk kerajaan. Contohnya adalah pandai besi, dan tempat pembuatan makanan. Setelah itu ada pula pusat kota, dimana terdapat sebuah taman di tengah kota dan berisikan rumah-rumah tinggi milik para bangsawan kerajaan. Yang terakhir adalah bagian kerajaan, dimana disana terdapat kastil yang tidak terlalu besar tempat raja serta mentrinya mengatur kota ini.

Tujuanku yang pertama adalah mencari pandai besi di bagian pabrik. Aku membeli pedang ini dari salah satu pedagang disana. Jadi lebih baik kalau aku kembali saja ke pedagang yang pernah menjualku peralatan ini. Pastinya dia lebih tahu cara memperbaikinya.

BUK

Aku dikagetkan oleh seseorang yang menabrakku ketika tengah berjalan.

"Ma-maaf"

Aku meminta maaf padanya karena telah menabraknya. Begitu kulihat siapa yang menabrakku, rupanya dia adalah anak kecil. Dirinya hanya memakai jubah panjang yang menutupi tubuhnya, tanpa mengenakan alas kaki apapun. Aku dapat mengintip sedikit di dalam jubah itu, dia membawa 2 buah pisau dengan gagang yang runcing di kanan kiri pinggangnya.

Tanpa menjawab apa-apa, dia hanya menganggukkan kepalanya lalu pergi begitu cepatnya dariku.

Bahkan anak kecil sepertinya berkeliaran di kota seperti ini. Dia sama sekali tidak mengenakan alas kaki dan pakaiannya hanya sebuah jubah saja. Tidak bisa kubayangkan betapa kerasnya hidup yang ia lalui, padahal dirinya masih kanak-kanak.

Suara dari dentingan palu dan besi panas serta bau dari pembakaran arang tercium begitu aku memasuki bagian pabrik. Bau yang mengingatkanku pada pertama kali membeli perlengkapan.

Aku mendatangi tempat dimana pertama kalinya kubeli perlengkapan ini. Ditokonya sendiri terdapat beberapa gerai yang berisikan senjata buatan toko ini. Seperti pedang panjang yang berkilauan hingga sebuah armor yang sangat besar. Sembari melihat-lihat toko, aku berdiri di depan meja kasir menunggu pemilik toko untuk datang. Karena begitu lama tidak dijawabnya, aku mengetuk pintu kayu di belakang meja kasir. Tak dijawab, dan tidak punya pilihan, kubuka pintunya.

Disana terdapat seseorang berbadan besar dan berotot, serta memiliki sebuah jangkut dan kumis yang panjang, tetapi tidak memiliki rambut sehelai pun di kepalanya. Di belakangnya terlihat tangga menurun ke bawah dengan tunggu perapian panas. Sepertinya barusan ia sedang menempa besi.

"Permisi ! Saya mau memperbaiki perlengkapan !" kataku sambil berteriak. Kalau tidak berteriak, suaraku tidak akan terdengar jelas, kalah dengan suara bara api serta dentingan besi yang keras disekitarku.

Dia lalu melepaskan potongan besi itu di dalam bara yang menyala, berjalan menaiki tangga untuk menyambutku.

"Ada apa?"

Aku mengambil pedang yang kutaruh di sarungnya sambil menunjukan padanya. Pedangku terdapat beberapa retakan dan lecet disana-sini. Kalau kugunakan, takutnya akan pecah berkeping-keping.

"Saya mau memperbaiki pedang ini. Berapa ya kira-kira harganya ?"

Pandai besi tersebut mengamati pedangku dengan teliti. Ia mengambil pedang tersebut dari meja, melihatnya begitu seriusnya dari setiap ujung ke ujung lainnya.

"Hmmm... kerusakannya tidak terlalu parah sih. Tetapi aku harus melapisi pedang ini dengan logam juga untuk menutupi retakannya. Untuk perbaikannya... 5 koin perak mungkin cukup."

5 koin perak kah..... untung saja aku membawa uang sebanyak 7 koin perak. Dengan begitu aku bisa membayar.....

Aku merogoh saku bajuku untuk mencari kantung uang yang kutaruh disana. Tetapi hampa, aku tidak mendapatkan kantung uangku disana. Aku juga mengecek di tas serta sakuku lainnya, hasilnya pun juga kosong. Tidak dapat kutemukan kantung uangku dimana pun....

Apakah kantung itu terjatuh ? Sebaiknya aku mengingat kembali apa yang terjadi sebelum menuju ke pandai besi.

Bangun tidur, aku langsung lari menyusuri hutan dan mencari beberapa bahan makanan, setelah selesai lari aku berlatih pedang, lalu.... mandi di danau, setelah itu memasak tanamannya dan memakannya.... Terakhir pergi ke kota dan menuju distrik.

Aku sudah mengecek barang bawaanku sebelum pergi, tidak mungkin aku melupakan kantung uangku ! Sampai aku teringat saat aku menabrak seorang anak kecil sebelum sampai ke sini.

"AH ! ANAK KECIL ITU !!!"

Jangan-jangan, dia menabrakku dan mengambil dopetku ?!

"Bagaimana nak ? Jadi tidak ? Aku masih harus bekerja setelah ini."

"Ma-Maaf, sepertinya tidak dahulu. Saya lupa membawa uangnya.... haha..."

"Hah.... ya sudahlah. Kamu bisa datang esok hari lagi."

Pandai besi itu kembali ke belakang untuk melanjutkan pekerjaannya. Aku mengambil pedangku dan bergegas pergi ke luar toko.

"Hari ini begitu sial. Niatnya mau memperbaiki pedang dan mencari pekerjaan.... malah uangku dicuri orang."

Uang satu satunya hilang sudah. Sekarang aku tak memiliki uang sepeserpun dan pedangku tidak dapat kugunakan. Yang bisa kulakukan hanyalah bertanya kesana-kemari untuk mencari pekerjaan yang tepat untukku.

Hingga siang hari tidak ada tempat cocok untukku bekerja. Pilihan terakhir hanyalah menuju ke pinggiran kota untuk menjadi kuli seperti dulu. Aku tidak memiliki pilihan terakhir.

Sewaktu berjalan menuju ke pinggiran kota, aku menemukan sebuah papan yang ada di dekat pos penjaga. Disana terdapat beberapa pengumuman yang tidak dapat kubaca. Disana terdapat sebuah poster aneh dengan tulisan yang besar.

"Ohhh.... apa kamu tertarik dengan pekerjaan ini?"

Seorang prajurit tiba-tiba berada didekatku. Dia menjelaskan padaku tentang poster yang sedang kulihat ini.

Katanya itu adalah sebuah lowongan pekerjaan dari bagian pabrik. Gajinya lumayan besar, 5 koin perak perhari. Syarat yang dibutuhkannya hanyalah kekuatan fisik dan mengerti senjata saja. Dia bahkan memberitahuku tempatnya.

Aku bergegas menuju ke bagian pabrik untuk mencari tempatnya. Mengikuti map yang telah kugambar dengan bolpoin sebelumnya, tempatnya terletak didekat pinggiran sungai pembatas bagian pabrik dengan pusat kota.

Di pinggiran sungai pembatas terdapat beberapa roda besar yang berputar di sungai, arusnya yang deras membuat roda itu terus berputar. Disamping rodanya juga terdapat sebuah rumah . Sepertinya roda ini digunakan untuk menggiling sesuatu, gandum atau sejenisnya.

"Loh.. bukannya ini.."

Tempat yang kudapati ternyata pandai besi sebelumnya. Aku tidak sadar disamping tokonya juga dipasang poster yang sama seperti di papan pengumuman. Aku mengetuk pintu yang sudah ditutup, karena hari sudah menjelang malam.

Diluar sini aku menunggu pandai besi itu membuka pintunya. Hari sudah mulai petang dan dingin, malam ini aku tidak tahu ingin tidur dimana. Kalaupun kembali ke gubuk Venicia, pada malam hari akan sangat berbahaya tanpa perlengkapan yang benar.

"Ada apa malam-malam begini ? Tokonya sudah tutup." Pria bertubuh besar itu membuka pintu dengan mengatakan hal tersebut.

"Saya melihat poster perekrutan untuk menjadi pandai besi di papan pengumuman. Saya tertarik dengan pekerjaan tersebut."

Dia mengamatiku, dari atas hingga bawah dan menghela nafasnya.

"Aku tidak butuh orang sepertimu." Lalu menutup pintunya dengan perlahan.

Tetapi aku mengganjalnya dengan kakiku agar pintu tersebut tidak menutup. Ini satu-satunya cara agar aku mendapatkan pekerjaan, aku tidak mau lagi tidur diluar dengan kedinginan seperti dahulu lagi.

"Saya bisa menunjukkan pada anda kalau saya pantas menjadi pandai besi."

"Dengan badan kecil seperti itu memangnya bisa apa ?"

Tas yang kubawa semenjak tadi, kutaruh didepan badanku. Niatku adalah untuk menujukkan padanya bom asap yang kubuat. Pastinya di kota ini belum ada yang bisa membuat bom asap seperti ini sebelumnya.

KLANG

Sebuah benda keras terjatuh ketika aku merogoh isi tasku. Di tanah terjatuh sebuah benda tajam dan keras berwarna biru kehitaman. Aku tidak mengingat membawa barang seperti ini sebelumnya. Apa Venicia yang memasukkannya ya ?

"I-Ini.... bukannya ini sirip dari Armored Lizard ?! Kenapa bisa kamu membawanya ?!"

Pria tersebut terkejut begitu melihat benda keras itu. Dia mengambilnya, mengamatinya dengan detail, sepertinya dia sangat takjub dengan benda itu.

"Saya mengalahkan kadal itu sewaktu berada di hutan."

"Ka-Ka-Kamu mengalahkannya ?! Dengan kelompok apa ? Pastinya untuk menjatuhkan kadal sekuat itu butuh banyak kelompok."

"Se.... sebenarnya tidak...... Saya mengalahkannya sendirian...."

KLANG

Benda keras itu terjatuh kembali ke lantai dan menimbulkan suara yang keras. Dia lalu menepuk pundakku dengan keras. Tepukannya benar-benar kuat dan membuat pundakku langsung terasa berdenyut.

"Kenapa kamu tidak bilang sebelumnya ? Mari masuk. Ceritakan padaku bagaimana caramu mengalahkannya."

Dia menuntunkun kedalam rumahnya. Di rumahnya, dia tinggal sendirian di lantai kedua tokonya tersebut. Selain menjamuku dengan makanan serta minuman. Bahkan ia menceritakan beberapa kisahnya juga. Seperti dahulunya yang pernah menjadi seorang petualang, hingga bertemu Armored Lizard. Armored Lizard terkenal sebagai pemangsa yang ganas dan suka memangsa beberapa petualang di hutan.

Dia beserta kelompoknya pernah melawannya, tetapi tidak ada senjata apapun yang bisa menembus sisik kerasnya. Untuk itulah ia berhenti menjadi petualang dan mendalami pandai besi untuk membuat senjata yang bisa menembusnya. Tetapi, tidak ada.

Hingga akhirnya pedangku, yang awalnya hanya sebuah prototype pedang yang ia buat karena terinspirasi pedang dari kerajaan timur bisa mengalahkan Armored Lizard tersebut.

"Yah.... tidak kusangka.... ternyata kelemahannya di dekat leher belakang ya. Karena sisiknya yang keras itu. Aku hanya terpaku kepada sisiknya."

Dia bercerita dengan riangnya. Sementara diriku juga ikut mengikuti cerita serunya.

"Selain itu... aku juga tertarik pada bom asap buatanmu itu. Kreasimu bisa dijual juga untuk membantu para petualang yang kesusahan kabur dari musuh."

"Bagaimana nak. Tertarik untuk menjadi asisten pandai besiku ?"

Setelah bercerita cukup lama. Akhirnya dia mengajakku untuk menjadi asisten panda besinya. Dengan senang hati, aku menerimanya. Yang jadi permasalahan selanjutnya adalah tempat menginapku untuk malam hari ini.

"Maaf sebelumnya. Tetapi... apakah saya malam ini boleh menginap disini ? Saya tidak apa-apa kalaupun harus tidur di dekat tempat kerja anda atau dimana saja."

"Hmmmm ? Malam ini aku tidak bisa tidur ! Walaupun sudah malam.. Pekerjaan pandai besi tidak pernah berhenti. Masih banyak pesanan dari para prajurit serta konsumen. Jadi malam hari ini kita akan bekerja hingga pagi hari !"

A-APA ?! Bekerja hingga pagi hari ?! Padahal baru saja aku di rekrut ! Kenapa langsung diberikan tugas ?!

Pada malam hari yang tenang ini. Kami berdua mewarnainya dengan suara dentingan palu serta bunyi dari bara api yang meletup-letup seperti semangat kami dimalam hari. Satu persatu pedang serta armor kami buat.

Diriku yang masih pemula pun dipaksa kesana kemari untuk mengambil peralatan. Terkadang juga aku mendapat amarah karena jalanku yang lambat atau terjatuh saat mengambil barang.

Padahal aku juga ingin menjadi petualang ..... Tetapi kenapa malah menjadi pandai besi ?!


Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C7
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank 200+ Bảng xếp hạng PS
    Stone 0 Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập

    tip bình luận đoạn văn

    Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.

    Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.

    ĐÃ NHẬN ĐƯỢC