Bunyi kicauan burung yang bertengger di atas kaca jendela berbunyi riuh, beberapa kali kaca jendela terdengar suara ketukan, Luna mengusap matanya dan mendapati jika ia tidur menghadap dinding dengan posisi yang sangat dekat, hampir menempel ke dinding.
Cahaya matahari terhalang oleh tirai yang masih menutup rapat kaca jendela membuat Luna tidak melihat dengan jelas sekitarnya.
Wanita itu mundur dan bangkit, merasa sedikit aneh.
Biasanya ia memakai selimut untuk tidur, tapi sekarang dimana selimut merah mudanya yang hangat itu?
"Aku mungkin mencucinya kemarin?" Luna bergumam pelan, ia menguap lebar dan menggeser tubuhnya untuk turun.
Tapi ada sesuatu yang menahannya, wanita itu pikir adalah sebuah bantal, ia menyentuhnya dengan pelan. Bantalnya tidak pernah sedingin dan sekeras ini, ia menggeser tangannya dan menyentuh sesuatu yang berbulu, tidak …
Itu rambut.
"Argh!" Luna berteriak, secara spontan ia menendang apa yang disentuhnya. Bunyi gedebuk yang keras diikuti raungan seorang laki-laki.
"Kadal? Itu kamu?!"
Luna merangkak di atas kasurnya, sebelah tangannya menarik tirai dan kemudian terlihat seorang laki-laki bertelanjang dada berbalut selimut merah muda terbaring di lantai.
"Kau menendangku?!" Laki-laki itu mengerutkan keningnya penuh ketidaksukaan, sebelah kakinya masih tersangkut di atas ranjang.
"Bukannya kemarin kau sudah kubuang?" Luna bertanya balik dengan sedikit mencibir, ia menarik selimut merah mudanya dengan dongkol.
Laki-laki itu berguling membiarkan selimut merah muda yang lembut itu ditarik dari tubuhnya, kedua alisnya saling bertaut dan melotot pada Luna.
"Kau sendiri yang sudah memanggilku ke dunia ini, jangan berani-berani membuangku ya!"
Luna memutar bola matanya dan mendapati jika laki-laki itu bertelanjang dada.
"Di mana pakaianmu?"
"Kotor, aku letakkan di air." Laki-laki itu bangkit dan duduk di atas ranjang. "Minggir."
"Maaf, ini ranjangku." Luna menarik bantal dan selimutnya, kakinya menggeser laki-laki kadal untuk turun. "Siapa yang mengijinkanmu naik?"
"Aku kedinginan, hanya tempat ini yang terlihat hangat." Laki-laki itu mencibir, Luna melempar selimut itu ke wajahnya dengan jengkel.
"Serius, kau ini benar-benar kadal yang aku bawa kemarin?"
Luna beranjak berdiri, hari masih pagi tapi ia sudah mengalami pusing yang luar biasa, seharusnya ia tidak mengikuti apa kata wanita tua itu dan ia tidak akan membawa pulang seekor kadal jadi-jadian.
"Aku bukan kadal," bantah laki-laki itu untuk kesekian kalinya, ia bergulung di dalam selimut merah muda. "Tolong tutup tirainya."
Luna berdiri dengan jengkel, bukannya menutup, ia justru membuka seluruh tirai dan jendela rumahnya, laki-laki itu mencibir dan menutup wajahnya dengan selimut, menggulung tubuhnya seperti seekor ular.
Luna mengusap wajahnya, ia berharap kalau apa yang ia lewati sekarang adalah mimpi, laki-laki kadal yang ia pungut itu mendengkur dengan nyaman di atas ranjangnya.
Alis Luna saling bertaut dan ia menggertakkan gigi. "Si kadal ini benar-benar …."
Luna mengangkat kakinya dan menginjak tubuh yang menggulung itu dengan jengkel, laki-laki itu berguling menjauh dan mengeluarkan kepalanya dari dalam selimut.
"Bangun dari atas ranjangku dan jelaskan siapa dirimu!"
Laki-laki itu terlihat enggan, ia bangkit dengan malas dan mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Aku bukan kadal! Berapa kali kubilang, aku … aku adalah Aodan! Aku adalah naga yang paling hebat di dunia ini!"
"Pft! Naga dari mana? Dilihat dari segi mana pun kau adalah seekor kadal, mana ada naga yang kecil seperti ini." Luna menggerakkan tangannya, menunjukkan seberapa besar naga itu ada di tangannya.
"Aku benar-benar naga …." Mata laki-laki itu mulai berkaca-kaca, selimut merah muda yang melingkupi dadanya yang telanjang itu terlihat sangat tidak cocok dengan wajahnya. "Aku juga tidak tahu kenapa ukuranku mengecil."
"Jangan coba membodohi aku, sekarang turun!"
Aodan dengan patuh turun dan duduk di atas lantai menatap Luna dengan sedih. "Jangan usir aku, ya? Sepertinya aku mengalami sesuatu … aku tidak ingat apa yang terjadi padaku …."
"Sial, setelah aku diceraikan aku tidak punya banyak pemasukan dan sekarang aku harus menanggungmu?" Luna mengomel, ia beranjak keluar menuju dapur. "Tidak bisakah kau berwujud kadal saja?"
"Aku tidak bisa, kadang aku jadi manusia kadang jadi … pokoknya aku tidak bisa mengendalikannya," sahut Aodan dengan memelas, ia mengikuti Luna ke dapur dengan selimut yang ia seret menutupi tubuhnya. "Aku lapar, ingin daging."
Luna rasanya ingin menangis, untuk makan hari ini saja ia belum berpikir apa yang akan ia masak, kadal ini malah meminta daging, ia berjalan ke ruangan lain dan memilah-milah pakaian yang bisa di pakai kadal itu.
Aodan tidak mendengar protes dari mulut Luna dan menyangka wanita itu menyetujui permintaannya, begitu ia masuk ke ruangan yang berbeda, senyumannya langsung luntur.
Di ruangan ini gunting dan beberapa kertas berhamburan di lantai, potongan kain tersebar dimana-mana, benang bergelimpangan di atas lantai dan jarum ditusuk sembarangan pada sebuah bola kain di samping mesin jahit, kertas-kertas sketsa jatuh berserakan dan sebagian lagi dilempar ke bak sampah di sudut ruangan.
Di sudut, ada sebuah rak pakaian dengan model yang tidak biasa, Luna mengambil salah satu kemeja dengan motif bunga, ia tersenyum lebar.
Sepertinya mengerjai si kadal tidak buruk, lagipula kadal ini tidak akan mengerti selera berpakaian para manusia.
"Pakai ini."
Aodan menangkap kemeja lengan pendek berwarna ungu dengan bunga besar berwarna kuning, ia menyipitkan matanya.
Meski pakaian ini terlihat sesuai dengan ukuran tubuhnya, tapi jika dilihat-lihat dari kancing bajunya, Aodan bisa menebak jika ini adalah pakaian perempuan.
"Tidak mau, buatkan aku yang baru, warna hitam."
Luna mendengkus, ia menarik kemeja bunga dari tangan Aodan dan melemparnya ke sudut, berbalik keluar dari ruangan menuju dapur, ia berencana membuat telur dadar dan roti untuk sarapannya, lalu setelah itu ia harus mengembalikan buku usang pada wanita tua yang ia temui beserta dengan kadal hitam sebelum semuanya menjadi semakin menyusahkan.
"Hei, carikan yang lebih bagus."
Aodan tidak peduli dengan suasana hati Luna, ia mengoceh meminta pakaian berwarna hitam.
"Ya sudah, kalau begitu tetaplah pakai selimut merah muda yang kau bilang jelek itu! Atau cepat-cepat berubah jadi kadal sana!"
Luna berteriak dari dapur, suaranya kemudian tenggelam dengan suara air yang diputar keluar dari keran.
Wanita itu menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk tetap waras dengan kemunculan Aodan.
Aodan menggerutu pelan, mau tidak mau ia memungut kembali kemeja bunga berwarna ungu dan melihat mesin jahit di dekat jendela, beralih ke rak pakaian jelek yang tertata di sudut.
"Kau penjahit yang tidak berbakat, kemeja jelek ini buatanmu kan?" tanya Aodan dengan polos.
Luna rasanya ingin mengamuk, kadal ini benar-benar tidak tahu diri!