"Ih pinter, perutnya masih sakit?." Seru Dariel saat mereka melihat Kris sarapan.
"Engga.."
"Bisa bahaya kalau masih sakit, aku nanti kena omel.."
"Bukan kamu aja, abang juga pasti kena tapi alhamdulih udah lahap lagi makannya Kris.."
"Kapan Belenang?."
"Nanti masih pagi, Kris juga makannya belum selesai."
"Yakin mau ajakin Kris berenang, ga bawa pelampung.."
"Nanti abang pegangin aja.."
"Klis bisa sendili.."
"Ini bukan kolam yang kaya dirumah Kris.."
"Klis bisa.." Anak itu tetap ngotot.
"Nanti abang beli dulu deh, kita jalan-jalan dulu bentar ya Kris cari ban..." Dariel sambil megusap pelan rambut Kris.
"Ga papa engga aku anterin?, aku mau persiapan nanti jam 10."
"Iya ga papa sayang.."
"Kris jangan nakal ya.."
"Klis ga nakal."
"Iya-iya, udah duduk makannya nanti kamu banyak gerak muntah.."
"Ara…" Seseorang memanggilnya membuat Ara menoleh dan seketika langsung memberikan pelukan untuk sabahatnya itu.
"Sinta ya ampun udah kecil aja perasaan baru lahiran kemarin, kapan sampe?."
"Tadi malem, gw sih udah denger lu nyampe duluan tapi ga tahu kamar berapa."
"Sini sarapan bareng.."
"Boleh-boleh.." Sinta beserta anak dan suaminya langsung pergi duduk di tempat yang kosong sementara Kris refleks mendekati Dariel.
"Ini…bukannya Kris ade lo ya?."
"Iya Ta.."
"Ya ampun…makin cakep aja tapi lebih mirip nyokap lo ya sekarang padahal awal-awal kaya om Ken deh…" Sinta memberikan cubitan kecil di pipi Kris membuat anak itu menciut lagi di balik dada Dariel.
"Kris ini temen kakak.."
"Engga…" Ucap Kris dengan suara kecil.
"Sehat bang.."
"Sehat ta.." Jawab Dariel.
"Kapan-kapan main dong ke rumah masa satu kota jarang main.."
"Iya nanti deh dijadwalin ta. Ini anak lu lucu banget, cantik lagi.."
"Iya dong kaya emaknya.."
"Engga ah kaya bapaknya.." Canda Ara.
"Iya sih Ra banyak yang bilang gitu, mirip gw katanya." Bram yang merupakan suami Sinta memberikan komentar.
"Boleh aku gendong ga?."
"Boleh dong.." Bram langsung menyerahkan anaknya pada Ara. Dengan penuh kehati-hatian Ara menggedong bayi mungil yang baru berusia 8 bulan itu. Dariel yang masih mendekap Kris sambil menyuapinya sedikit sedih. Ara tampak senang menggendong bayi itu, bibirnya tersenyum sambil mengatakan sesuatu seperti sedang mengajak ngobrol.
"Ayo…jalan-jalan.." Kris membuyarkan lamunan Dariel.
"Nanti dong, masih ada temen kakak. Ini makanannya juga belum habis."
"Udah…"
"Kris malu ya?, jangan malu dong. Ini temennya kak Ara…"
"Iya nih, masa ga inget. Ini yang jengukin Kris dulu.." Sinta mengajak bicara Kris tapi dia masih malu.
"Belum panas ta, biasalah anak-anak…"
"Makin deket sama abang aja, udah kaya anaknya bang…"
"Iya Kris anak abang ini.." Ara meledek.
"Bukan, Klis anak daddy Kenan.." Adiknya protes membuat Sinta dan suaminya tertawa.
"Sama kalah sama dede Sofie. Dia aja anteng sama kakak diem…"
"Kakak sini.." Kris menarik-narik kecil tangan Ara.
"Kakak Kris kenapa?.." Ara menggerakkan tangan Sofie pada Kris membuat anak itu menatap bayi mungil yang ada di depannya.
"Liat Kris lucu banget dedenya.." Dariel membenarkan posisi duduk Kris dan seketika Kris tersenyum sendiri melihat bayi itu.
"Ra…gw nitip dulu ya. Gw pingin ambil sarapannya sama Mas Bram.."
"Sip-sip.." Ara tak keberatan sama sekali.
"Klis pingin liat.."
"Turun dong jangan di gendong terus, udah gede juga.." Ara membuat Kris berdiri dan melihat lebih dekat Sofie.
"Abang berangkat ya.."
"Masih pagi juga, toko belum pada buka bang…"
"Abang ke bengkel dulu bentar, cek mobil.."
"Bengkel juga belum buka."
"Kan lumayan jauh dari sini sayang…"
"Ya udah hati-hati, kabarin aku kalau udah balik lagi."
"Iya sayang..Ayo Kris bye-bye sama kakak…"
"Bye-bye dede…"
"Kakak engga?."
"Bye-bye kak Ala.."
"Jangan nakal ya.." Ara mencium pipi adiknya sebelum mereka pergi.
***
Ara berjalan menuju ruangan dimana teman-temannya sedang bersiap-siap untuk memberikan kejutan pada April.
"Arabella…" Seseorang sudah berjalan disampingnya dan pandangan Ara langsung terkejut saat melihat beberapa pria berada disampingnya.
"Wira?."
"Iya bener, udah lupa ya?."
"Eng..engga.."
"Halo Ara, sendiri aja nih.." Sapa teman kuliahnya yang lain. Ya..dia kenal dengan Chiko dan beberapa lagi namun sisanya dia tampak asing.
"Iya, kan acaranya juga buat temen-temen deket aja."
"Suami kamu mana?." Tanya Wira.
"Lagi jalan-jalan sama ade gw Ra.."
"Ya udah kita-kita duluan kali aja kalian mau bernostalgia.." Chiko membuat Ara mengerutkan alisnya sambil melihat kearah teman-temannya yang pergi secepat kilat. Nostalgia? Apa maksudnya?. Dasar teman sesat. Ara kan sudah menikah bukan masanya untuk saling bernostalgia apalagi jika itu menyangkut hubungannya dengan Wira. Ara masih dihantui rasa bersalahnya karena memutuskan dia begitu saja, lewat telepon pula.
"Si chiko kalau bercanda suka aneh-aneh aja."
"Ikutan acara April juga?."
"Iya..aku di kasih tahu Via.."
"Via kok ga ngasih tahu kalo cowok-cowok juga ikut.."
"Aku kira kamu tahu, Via bilang ini acara biasa aja..pesta masa lajang."
"Pagi-pagi kok pesta.."
"Kasian pengantinnya kalo malem, besok kan pemberkatannya pagi nanti dia telat.." Canda Wira.
"Sama siapa kesini?."
"Bareng sama yang lain, kita rombongan jomblo dari Jakarta…" Wira sambil membuka sembuat pintu untuk Ara. Seketika teman-teman mereka yang melihat kebersamaan Ara dan Wira merespon dengan berbagai macam ekspresi. Ada yang heran, senyum-senyum, bahkan aneh. Ara memilih langsung berpisah dan bergabung dengan teman wanitanya yang lain.
"Kok bisa bareng sama Wira?."
"Ga sengaja ketemu tadi. Kok kalian ga bilang Wira ikut juga?."
"Lah gw kira lu udah tahu dia jadi salah satu undangannya April.."
"Gw tahu sih tapi ga tahu dia bakalan ikutan disini."
"Udahlah Ra, have fun aja…"
"Anak lu gimana Ta?."
"Ada sama bapaknya di urusin, tenang aja.." Sinta sambil tertawa kecil.
"Istri ga tahu diri.." Ledek Rina. Tidak lama semua pun sudah siap di posisinya masing-masing sambil menunggu April yang dijemput oleh 2 orang dari mereka. Kejutan itu berjalan dengan lancar dan tentu saja membuat April senang. Sepanjang acara itu hampir ada setiap kesempatan Wira selalu mamndang Ara bahkan sesekali mata Wanita yang dia perhatikan itu menangkap basah. Wira hanya tersenyum tanpa ada rasa gugup atau panik karena ketahuan. Ara jadi risih sendiri dan menerka-nerka apa maksud dari tatapan itu. Duh…jangan sampai kejadian Dirga terulang lagi Karena perhatian dan sikap Wira padanya. Ara berusaha untuk tak tergoda dengan hal itu lagi meskipun tak dipungkiri secara tampilan fisik Wira memang banyak berubah. Dia menjadi lebih rapih dengan rambut disisir kesamping. Kulitnya putih bersih seakan menunjukkan bahwa selama ini dia melakukan perawatan.
"Ah…kenapa harus ketemu di moment kaya gini sih?." Ara menggerutu sendiri sambil menundukkan kepalanya.
***To be continue
kira-kira Ara bakalan selingkuh lagi ga ya....