Ara menjelaskannya dengan tangisannya. Tangisannya sama persis seperti yang dia dengar kemarin-kemarin saat Ara memintanya kembali. Setelah tahu apa yang terjadi. Dariel segera pergi menuju rumah sakit.
"Kamu ga papa?" Dariel langsung memeluk Ara saat dia tiba membuat Ara tak kuasa menumpahkan tangisannya yang sedaritadi dia tahan.
"Udah sabar, doain aja ibu kamu." Dariel mengusap pelan punggung kekasihnya itu sementara Dikta dan Riko yang heran tentang kehadiran Dariel tak berniat bertanya. Rupanya ini alasan mereka tadi bergegas pergi dengan terburu-buru.
"Pak..mungkin masih ada kerabat yang bisa bantu lagi?" Suster bertanya pada Kenan.
"Ibu kamu golongan darahnya apa?"
"Dia butuh darah O." Ara masih terisak.
"Saya sus.." Dariel menawarkan dirinya membuat Ara melihat kearahnya.
"Bentar ya.." Dariel melepaskan pelukannya sementara Kenan masih terduduk lemas sambil sesekali menyeka matanya. Dariel mengikuti prosedur untuk memberikan darahnya pada ibu yang dicintai Ara. Dia terbaring saja sambil menfokuskan pandangannya ke depan. Dirinya jadi sedikit penasaran sendiri. Ketika dia lahir apakah ibunya seperti ini? apa ibunya berjuang seperti ini? apa mungkin ayahnya juga menantikan kelahiran dirinya. Dariel kemudian tersenyum seolah menertawakan pertanyaan tadi. Tak mungkin. Tak mungkin ibunya sepeti itu. Kejamnya mungkin Dariel mengira bahwa ibunya itu justru tak ingin Dariel terlahir. Dia yakin ayahnya juga tak ada saat ibunya melahirkan. Pasti tak ada sambutan apapun atas kehadirannya. Itu hanya halusinasi Dariel saja. Melihat Kenan terduduk seperti itu, Dariel yakin dia sangat mencintai istrinya. Semua keluarga Ara bahkan tampak mendampingin ibunya padahal yang melahirkan hanya satu orang sepertinya itu yang dinamakan kasih sayang keluarga. Dariel lagi-lagi iri. Kehadiran keluarga Pak Stefan memang membahagiakan dirinya tapi tetap saja, Dariel merasa ada sesuatu kurang, masih ada lubang kecil dihatinya yang belum bisa tertutup. Dia masih mencari kepingan untuk melengkapinya. Setelah selesai, Dariel kembali menemui Ara. Dia berada disampingnya dan siapa sangka ada Dirga disana. Dia datang bersama orang tuanya. Rasanya tak sudi juga jika Dariel harus menyapa pria itu. Mantan selingkuhan Ara itu pun tak kalah tajam menatap Dariel. Dia melihat seakan merendahkan Dariel. Mulutnya menyeringai dengan lirikan yang tak menyenangkan. Dariel menghiraukannya yang jelas Ara sudah ada dalam dekapannya.
***
Setelah menerima Transfusi darah sebanyak 15 kantong keadaan Jesica belum juga stabil bahkan memburuk hingga membuat Kenan semakin frustasi dengan keadaan ini. Hingga Kenan nekat berbicara dengan salah satu perawat disana memohon untuk melihat istrinya lagi berharap ini bukan yang terakhir kali, dengan bantuan katerina dan berbagai pertimbangan Kenan akhirnya diperbolehkan menemui istrinya sambil menggendong anak bungsunya sementara anak-anak serta keluarganya menunggu diluar dengan wajah yang begitu tegang.
"Udah, sabar...." Ucap Dariel pelan sambil mengusap-usap punggung Ara. Kekasihnya itu masih dalam dekapannya.
Momm..mommy..." Panggil Ara dengan terisak. Setiap katanya tersengal-sengal. Dia menangis seperti orang cegukan. Ara belum siap jika harus kehilangan Jesica sekarang. Dia masih menginginkan ibunya hadir di setiap harinya. Hal yang sama juga dirasakan kedua adik kembarnya. Dariel dapat mendengar suara tangisan dan kesedihan mereka. Kay yang biasanya terlihat paling kuat justru terlihat sedih dan sesekali mengusap air matanya. Ditemani sang Opa dia duduk menunggu hasil dari proses transfusi darah yang dilakukan.
"A..aku selalu bikin pusing mommy opa, aku ga pernah jadi anak yang baik buat mommy.."
"Engga, kamu baik kok Kay.."
"Bahkan kemarin aku bikin ulah nabrak orang pake motor bikin Daddy kesel tapi mommy ga pernah marah, aku tahu pasti mommy juga cape sama tingkah aku."
"Kata siapa?mommy kan ga pernah bilang gitu Kay."
"Aku ga mau mommy pergi opa..." Kay mulai menangis sekarang membuat Damar langsung merangkulnya.
"Emang siapa yang bilang mommy pergi?"
"Aku denger Tante katerin ngobrol sama dokternya kalo mommy belum sadar-sadar."
"Ya mungkin butuh proses Kay, mommy kan ga mungkin tiba-tiba sadar gitu aja."
"Tapi kenapa lama?"
"Mommy pasti baik-baik aja Kay.."
"Kalo mommy baik-baik aja Daddy ga akan sesedih itu opa, aku mau ngelakuin apa aja sekarang buat mommy."
"Udah doain aja mommy, opa yakin mommy bisa ngelewatin masa kritisnya."
"Aku pingin liat mommy.."
"Sabar...nanti ada waktunya Kay. Udah-udah tenang." Damar mengusap halus punggung Kay sementara Jay masih diam mematung di samping oma-nya merasa tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Dia bukannya tak bersedih dia hanya benar-benar terkejut dengan apa yang dialami ibunya dan tak tahu sekarang dia harus berbuat apa. Tatapannya kosong memandang lurus kedepan. Dia melihat kearah sekitar yang menampakkan wajah tegang dan sedih disaat bersamaan menunggu Ayahnya dan dokter keluar.
"Oma, apa ngelahirin itu harus kaya gini?"
"Setiap orang punya caranya masing-masing buat ngelahirin anaknya Jay."
"Apa mommy ga papa di dalem?apa mommy kesakitan oma sampe bikin Daddy nangis?"
"Mommy pasti baik-baik aja Jay.."
"Aku liat darah dikaki mommy Oma, ga mungkin mommy baik-baik aja, wajahnya pucet kaya pasien sakit yang selalu aku liat kalo berobat."
"Tenang Jay, dokter pasti ngelakuin yang terbaik buat sembuhin mommy."
"Kalo mommy ga sembuh gimana?"
"Kok kamu mikirnya gitu?semua bakalan balik ke kondisi yang lebih baik Jay."
"Aku pingin masuk aja, nemenin mommy." Jay beranjak berdiri namun oma-nya langsung menahan langkah kaki Jay.
"Jangan Jay, tenang..."
"Daddy boleh masuk, aku juga boleh." Jay kini dengan suara keras membuat semua orang menoleh kearahnya, Riko yang tahu ada yang gak beres segera menghampiri mereka.
"Kenapa Oma?"
"Jay pingin masuk Rik.."
"Jay, udah tunggu dulu Jay, sabar.."
"Aku ga bisa uncle, mommy diapain-apain sama dokter di dalem."
"Kan ada Daddy.."
"Engga!!aku pingin liat." Jay tetap bersikeras namun Riko menahannya tidak lama Kenan keluar dengan wajah sedihnya.
"Dad..mommy?" Ara langsung menghampiri ayahnya begitupun Jay dan Kay. Melihat ketiga anaknya didepannya Kenan langsung memeluk mereka.
"Dad...mommy kenapa?" Ara bertanya lagi dengan tangisannya.
"Dad...mommy ga pergi kan?"
"Engga, mommy udah sadar sayang, mommy lagi diperiksa sama dokter sekarang, makasih sayang udah sabar..." Kenan dengan suara lembut sekarang merangkul ketiga anaknya. Jelas itu berita yang sangat melegakan. Ucapan Kenan bagaikan pelangi yang datang setelah hujan badai.
"Udah kakak jangan nangis..." Kenan menenangkan Ara yang masih saja menangis. Dia bahagia ibunya masih masih terselamatkan.
"Ini Duo aneh juga ikut-ikutan. Makasih...udah doain mommy.." Kenan sedikit meledek kedua anak kembarnya. Pemandangan itu menyejukkan di mata Dariel. Keluarga Ara benar-benar keluarga yang harmonis dan saling menyayangi. Mereka seperti sebuah tim yang kuat dalam pertandingan. Dariel menundukkan kepalanya sejenak. Dia ikut terharu dengan kelahiran Adik Ara yang begitu banyak pengorbanan. Kini entah kenapa air matanya sedikit turun dan dengan segera Dariel menghapus sudut matanya.
***To be continue
Wah hebat semua jawabannya bener..
Makasih masih setia menunggu cerita Dariel dan Ara
Don't forget leave comment and vote ya ;)