Bai Ran tidak mendongak dan tidak mempedulikan Jiang Yueping meskipun ia bisa mendengar perkataan Jiang Yueping dan juga bisa membayangkan agresivitas di wajah Jiang Yueping. Ia hanya sedikit mengerutkan kening dan tetap membungkuk dengan tenang sambil lanjut meraba di rumput.
Xu Chenglin akhirnya tidak tahan melihat tangan Bai Ran yang masih tidak berhenti sehingga ia pun maju dan mencoba membujuk Bai Ran untuk berhenti. "Ranran, itu hanya sebuah cincin. Jika sudah hilang, biarkan saja cincin itu hilang. Kita sudah tidak bisa kembali ke masa lalu. Jika kamu memungutnya kembali, apa maknanya? Kamu sebaiknya kembali dan jangan datang lagi," kata Xu Chenglin yang masih agak bersimpati.
Tanpa Xu Chenglin tahu, perkataannya terdengar begitu konyol di telinga Bai Ran. Apakah Xu Chenglin berpikir bahwa aku mencari cincin itu di sini karena perasaan cinta sebelumnya? Hah… Betapa sombong pikirannya… pikirnya. Bai Ran sebenarnya tidak ingin mempedulikan sepasang anjing jantan dan betina ini, tapi siapa yang membiarkan mereka berdua berdiri dengan begitu sombong di depannya? Sudut bibir merah muda Bai Ran sedikit melengkung, lalu ia berdiri dan membersihkan sisa lumpur dari telapak tangannya. Tidak pantas jika ia harus bersikap rendah hati di hadapan mereka.
Xu Chenglin melihat Bai Ran berdiri dan mengira Bai Ran mendengarkan kata-katanya. Dengan senang hati, ia bersiap untuk membujuk Bai Ran sekali lagi. Saat ia baru saja hendak berbicara, ia langsung merasakan sekelebat angin kencang dan diikuti suara tamparan. Rasa panas dan sakit mulai menjalar di wajahnya. Xu Chenglin sangat terkejut sampai ia hanya bisa terdiam di tempat dan menatap Bai Ran lurus-lurus. Ia sama sekali tidak pernah mengira bahwa Bai Ran akan menamparnya dan pikirannya sampai hampir berantakan.
Tidak ada satupun orang yang bereaksi. Jiang Yueping yang juga terkejut mulai maju dan menarik Xu Chenglin ke belakangnya. Kemudian, ia menunjuk-nunjuk Bai Ran dengan marah dan tiba-tiba menghardik, "Kamu…. Kamu wanita licik! Kamu berani memukul Chenglin? Tak heran jika dia tidak menginginkanmu!"
Meskipun Jiang Yueping berkata seperti itu, Bai Ran sama sekali tidak terkejut. Xu Chenglin memang seorang pria pengecut sehingga wanita yang jahat dan kuat seperti Jiang Yueping jelas menakutkan baginya.
"Aku sudah memukulnya, jadi kalian sudah boleh pergi," kata Bai Ran dengan ekspresi wajah tidak berubah. Ia menampar Xu Chenglin untuk memberinya pelajaran untuk apa yang telah mereka jalani sebulan terakhir. Dengan begitu, mereka tidak saling berhutang lagi. Lagi pula, ia masih harus mencari cincin sehingga tidak ada waktu untuk bermain dengan mereka di sini.
Bai Ran tidak peduli pada apapun dan itu benar-benar membuat Jiang Yueping marah. Jiang Yueping jelas tidak senang melihat Bai Ran si putri haram. Ayah selalu baik kepada putri tidak sah ini sejak kecil, selalu memikirkan dia, dan selalu memberikan semua barang bagus untuknya sampai sama sekali tidak peduli padaku, Kakak Tertua, dan Kakak Kedua! pikir Jiang Yueping geram.
Setelah Jiang Yueping tahu bahwa ayahnya menyiapkan perjodohan untuk Bai Ran, ia bersumpah untuk mencuri tunangan Bai Ran. Ayah baru saja meninggal, Xu Chenglin yang tidak berguna baru saja kehilangan hati Bai Ran, dan Bai Ran sudah tidak punya apa-apa lagi. Namun, ia tidak menyangka bahwa Bai Ran akan datang malam ini tepat saat Jiang Hao mengadakan acara amal di rumah ini. Bahkan, Bai Ran masih berani berkata bahwa ia ingin bertemu dengan Xu Chenglin. Karenanya, Jiang Yueping melempar cincin pertunangan Xu Chenglin dan Bai Ran dari lantai tiga. Bai Ran masih benar-benar bodoh hingga berlari ke bawah dan berlutut begitu lama di taman rumput untuk mencari cincin itu. Lalu, sekarang dia masih berani memukul orang? pikir Jiang Yueping lagi.
"Pergi? Bai Ran, pikirkan baik-baik! Kamu adalah tamu yang tak diundang di keluarga ini. Orang yang harus pergi itu kamu, bukan aku! Kamu hanyalah barang murahan yang tidak diinginkan siapapun!" hina Jiang Yueping dengan suara yang sangat keras sambil mendorong Bai Ran.
Bai Ran tidak menyangka bahwa ia akan diserang sehingga ia oleng ke satu sisi sebelum seluruh tubuhnya jatuh ke belakang! Habislah aku! pikirnya. Ia bisa merasakan seluruh tubuhnya bergetar dan ia pun segera mengepalkan giginya.