Di tengah pasar yang ramai itu kelihatanlah banyak orang
berkerumun dalam bentuk lingkaran. Dalam lingkaran
berdiri dua orang, yang pertama seorang laki-laki separuh
baya berpakaian dan berdestar hitam. Tampangnya gagah
dan senyum senantiasa terbayang di bibirnya. Orang kedua
seorang dara yang juga berbaju dan berikat kepala hitam.
Kulitnya putih rambutnya menjulai panjang di punggung dan
parasnya jelita. Seperti laki-laki tadi, dibibirnya yang segar
juga selalu mengulum senyum yang diberikan pada orang
ramai di sekelilingnya.
Laki-laki berpakaian hitam, melangkah ke tengah
lingkaran, memandang berkeliling lalu menjura ke segala
penjuru. Suaranya keras dan enak didengar ketika dia
bicara.
"Saudara-saudara sekalian! Banyak terima kasih yang
saudara-saudara sudah, sudi berkumpul di sini. Kita
bukanlah orang-orang yang baru berjumpa kali ini.
Sudah seringkali aku dan anakku berkunjung ke pasar
ini sekedar memberi hiburan tak berguna untuk mencari
uang. Hari ini kita berjumpa lagi. Kuharap saja saudara-
saudara tidak bosan melihat pertunjukan kami! Juga tidak
keberatan bermurah hati memberi beberapa ketip sebagai
sumbangan. Kami ayah dan anak mengucapkan terima
kasih...."
Sampai di situ ucapan laki-laki ini terhenti sejenak. Yang
menghentikannya ialah karena dua buah matanya melihat
kedatangan seorang penunggang kuda bertubuh tegap,
berkumis melintang, berpakaian dan berikat kepala serba
hitam. Dibagian dada pakaiannya kelihatan lukisan kepala
harimau berwarna kuning! Penunggang kuda itu berhenti
dan ikut bergerombol di belakang orang banyak. Laki-laki
separuh baya yang ada di lengah lingkaran merasa tak
enak. Demikian juga anaknya kelihatan berubah air
mukanya sewaktu melihat kemunculan si penunggang kuda
berkumis melintang. Sedang orang banyak yang berjubalan,
begitu mengetahui kedatangan penunggang kuda ini segera
bersibak menjauh dengan muka yang membayangkan
ketakutan. Banyak diantara mereka yang tak punya minat
lagi untuk meneruskan melihat pertunjukan kedua beranak
itu dan berlalu dengan cepat!
Laki-laki separuh baya meskipun dengan hati tidak enak
kembali meneruskan ucapannya.
"Saudara-saudara sekalian. Maksud kami melakukan
pertunjukan ini bukan untuk memamerkan ilmu
kepandaian kami yang tak seberapa tapi semata-mata
hanyalah untuk mencari Uang guna membeli sesuap nasi.
Kami tahu pula, diantara saudara-saudara yang hadir disini
tentu ada yang memiliki kepandaian dan kesaktian yang
jauh lebih tinggi, karenanya kami minta maaf terlebih
dahulu dan sudilah untuk tidak berlaku keras terhadap
kami dan menahan pertunjukan kami nanti. Sekali lagi
maaf.
sekarang kami akan mulai...."
Laki-laki itu mencabut sebilah keris dari pinggang-nya.
Senjata itu dibawanya berkeliling, diperlihatkannya dekat-
dekat pada penonton. Lalu diambilnya sepotong kayu jati
dan kayu itu ditusuknya dengan keris! Kayu itupun
berlubanglah! Ini untuk menunjukkan bahwa keris itu betul-
betul senjata tajam bukan keris palsu yang terbuat dari
kayu atau kertas tebal
Kemudian laki-laki ini menganggukkan kepalanya pada
si dara jelita. Anak gadis itu mengambjl sebuah gendang
dan mulai memukulnya. Ayahnya membuka baju.
Kelihatanlah dadanya yang bidang dan berbulu. Kemudian
mengikuti irama pukulan gendang, laki-laki ini menari
sambil menghunjam-hunjamkan keris di tangan kanannya
ke dada! Jelas sekali kelihatan ujung senjata itu menusuk
kulit daging tubuhnya, namun kulit itu jangankan luka,
tergorespun tidak! Semakin cepat irama pukulan gendang
semakin cepat tar ia n yang dimainkannya dan semakin
gencar pula tusukan-tusukan ujung keris ke dadanya!
Lewat sepeminum teh maka irama gendang kembali
perlahan dan akhirnya berhenti. Laki-laki itu hentikan
pula "permainannya lalu menjura kepada orang banyak
yang disambut dengan tepuk sorak yang riuh!
"Saudara-saudara sekalian, pertunjukan, berikutnya
dilakukan oleh seorang yang bukan lain adalah anak saya
sendiri." Sementara itu ayahnya mengeluarkan sebatang
golok tajam, putih berkilat ditimpa sinar matahari. Untuk
membuktikan bahwa benda itu sebenarnya golok maka
diambilnya kayu jati tadi lalu dibacoknya. Kayu jati terbelah
dua!
Gendang mulai dipalu. Dengan langkah ringan si dara
baju hitam menuju tengah lingkaran. Dia tersenyum
berkeliling lalu mulai menari mengikuti irama gendang.
Tariannya bagus sekali dan lemah gemulai membuat, se-
mua orang terpesona. Ketika ayah sang dara melangkah
mendekati anaknya dengan golok terhunus semua
orang merasa ngeri meskipun pertunjukkan demikian
sudah sering mereka saksikan. Laki-laki itu mulai pula
menari mengelilingi anaknya. Kemudian "wuut," golok-
nya dibacokkan ke punggung si gadis. Terdengar suara
"buuk!" Gadis itu tersenyum! Aneh! Hantaman mata golok
yang tajam bukan saja tidak melukai punggung sang dara
tapi bahkan juga tidak merobek pakaiannya! Dan dengan
senyum simpul si gadis terus menari seakan-akan tak ada
terjadi apa-apa sementara golok menderu bertubi-tubi
membacok bagian atas tubuhnya dan suara
"Buuk... buuk... buuk." Terdengar tak kunjung henti! Ke-
ngerian orang banyak berubah menjadi tempik sorak
kagum!
Lewat sepeminum teh pula maka pertunjukan yang
kedua itupun berakhirlah! Orang banyak bertepuk riuh
dan bersorak gembira. Beberapa diantara mereka ada
yang melemparkan uang logam ke tengah lingkaran
yang segera dikumpulkan oleh anak laki-laki lalu di-
masukkan ke dalam kotak.
"Sekarang pertunjukan yang ketiga, saudara-saudara,"
kata laki-laki berpakaian hitam. Dia melirik sekilas pada
penumpang kuda berkumis melintang yang sampai saat itu
masih berada di situ dan menyaksikan peri tinjukan.
"Saudara-saudara sekalian," kata laki-laki itu
selanjutnya. "Saudara lihat kuati besardibela kang itu? Kuali
itu berisi air yang dijerang hingga mendidih! Saudara-
saudara akan melihat bagaimana saya akan masuk ke
dalamnya dan mandi!"
Lalu laki-laki itu melangkah mendekati sebuah kuali
yang* besar sekali. Bagian bawah kuali yang ditopang
oleh tiga buah batu besar itu berkobar api besar. Air yang
ada di dalam kuali berbunyi mendidih dan mengepulkan
asap panas.
"Tapi!" berkata laki-laki tadi seraya palingkan muka
ke segala penjuru. "Mungkin saudara-saudara mengira
air yang mendidih dan api yang berkobar ini hanyalah
tipuan belaka! Aku akan buktikan bahwa aku Pagar Alam
bukanlah seorang penipu!"
Dari dalam sebuah kolak laki-laki yang mengaku
bernama Pagar Alam itu mengeluarkan seekor tikus.
Tikus Hu kemudian dimasukkannya ke dalam api!
Binatang itu mencicil dan meregang nyawa di situ juga. Bau
dagingnya yang terbakar meranggas hidung! ",
Pagar Alam mengeluarkan seekor tikus lagi lalu di-
cemplungkannya ke dalam air yang mendidih. Tikus itu
mencicil sebentar dan menggelepar-gelepar lalu mati
matang! Setelah mengeluarkan tikus Hu dari dalam kuali
Pagar Alam berkata:."Sekarang saudara-saudara saksi-
kan sendiri bahwa aku tidak menipu kalian! Nah, aku
akan masuk ke dalam kuali ini!"
Semua penonton menahan nafas penuh tegang se-
baliknya disudut bibir-penunggang kuda berkumis me-
lintang tersungging senyum penuh arti!
Pagar Alam mencelupkan kaki kanannya ke dalam
air mendidih di kuali. Lalu kaki kirinya. Dan kini dia ber-
diri di atas kuali berair mendidih yang dibawahnya ber-
kobar api besar! Hebat dan aneh, kakinya tidak melepuh,
seakan-akan air di dalam kuali itu adalah air dingin biasa!
Bahkan laki-laki ini memutar tubuhnya berkeliling sam-
bil tersenyum! Orang banyak bertepuk riuh rendah!
"Saudara saudara sekarang aku akan duduk dalam
kuali Ini dan akan mandi! Sudah lama badan buruk ini tak
pernah mandi-mandi. Daki telah tebal di sekujur tubuhku!"
Semua orang tertawa gelak-gelak. Mata masing-
masing dibentangkan lebih lebar.
Kemudian Pagar Alam membungkuk, siap untuk duduk di
dasar kuali. Tapi baru saja dia bergerak sedikit tiba-tiba laki-
laki ini menjerit keras dan melompat ke luar dari kuali.
Tubuhnya terguling di tanah. Kedua kakinya sebatas lutut
kelihatan putih matang laksana daging direbus! Semua
orang menjerit dan terbeliak kaget! Anak gadis Pagar Alam
memburu dengan cepat. Dari balik baju hitamnya
dikeluarkannya sejenis bubuk lalu ditebarkannya dikedua
kaki ayahnya yang merintih kesakitan di tanah! Rupanya
seseorang berilmu lebih tinggi diam-diam telah "menahan"
dan "memunah" ilmu yang dimiliki Pagar Alam dan
akibatnya kedua kaki itu terebus matang!
Setelah mengobati kaki ayahnya, sang dara berdiri
dan memandang beringas ke segala penjuru.
"Saudara-saudara siapakah diantara kalian yang begitu
tega mencelakai ayahku? Ayah tiada punya permusuhan
dengan siapapun di sini. Pertunjukan ini bukan untuk jual
lagak atau memamerkan kepandaian, tapi hanyalah untuk
mencari makan! Sungguh keterlaluan kalau ada yang
demikian jahatnya mencelakai ayahku!"
Sekali lagi gadis itu memandang beringas berkeliling.
Sepasang matanya-beradu pandang dengan penunggang
kuda berkumis melintang! Hatinya berdetak! Kemudian
dengan suara lantang sambil memandang berkeliling gadis,
ini berteriak keras: "Siapa yang telah mencelakai ayah
silahkan maju kehadapanku! Siapapun dia adanya aku
tidak takut! Aku Mayang akan mengadu jiwa padanya!"
Orang banyak memandang pula berkeliling. Dan
rata-rata pandangan mereka tertuju pada satu sasaran
yaitu laki-laki berpakaian hitam yang duduk di atas
punggung kuda!
"Bangsat yang telah mencelakai ayahku tapi tak berani
unjuk muka adalah pengecut terkutuk!" teriak Mayang
lantang!
Sementara itu dengan merintih kesakitan Pagar
Alam coba duduk dan bersandar ke sebuah peti. Sepa-
sang matanya menyorot penuh amarah, memandang
berkeliling. Bila matanya itu menyapu paras laki-laki
yang duduk di atas kuda maka Pagar Alam pun membuka
mulut dengan suara bergetar:
"Gempar Bumi, kaukah yang melakukan kejahatan ini?!"
Si penunggang kuda tertawa bergumam. Sekali dia
gerakkan badan maka .tubuhnya ringan sekalj melesat
dan tahu-tahu sudah berdiri di hadapan Pagar Alam yang
duduk di tanah bersandar ke peti!
Dengan bertolak pinggang laki-laki bernama Gempar
Bumi ini berkata: "Sudah berulang kali kuperingatkan
bahwa kau tidak boleh mengadakan pertunjukan dan minta
sumbangan rakyat dengan seenaknya! Tapi itu tidak kau
pedulikan! Dan pajak yang musti kau berikan pada
atasanku penguasa negeri ini tak pernah kau serahkan!"
"Penghasilan kami tak ada artinya!" teriak Mayang.
"Dan pajak yang kau minta melewati batas besarnya!
Lagi pula hak apakah atasanmu memungut pajak dari
kami? Semua rakyat bebas mencari penghasilan'. Rakyat
tidak merasa atasanmu itu sebagai pemimpin dan pe-
nguasa negeri ini!"
"Aha.... Mayang. Cakapmu terlalu berani. Kalau
Datuk mendengarnya pasti kau akan celaka!"
Mayang meludah ke tanah. "Aku tidak takut pada
Datukmu itu!"
Gempar Bumi menyeringaijdan puntir-puntir kumisnya.
"Aku tahu Gempar Bumi!" tiba-tiba Pagar Alam berkata.
"Kau mencelakai diriku bukan karena soal pajak ataupun
soal yang lain! Tapi karena aku dan anakku telah menolak
lamaranmu dua minggu yang lalu!"
Gempar Bumi tertawa dingin.
"Di negeri ini rupanya mulai ada keledai-keledai tolol yang
hendak coba-coba menentang kekuasaan Datuk dan
pembantu-pembantunya! Dan ketika dia diberi babaran
baru menyesal!"
"Aku tidak menyesal telah menolak lamaran manusia
macammu!" sentak Pagar Alam. Kalau saja dia bisa berdiri
mungkin sudah diserangnya laki-laki itu!
Gempar Bumi memandang berkeliling dan berkata
dengan suara nyaring. "Siapa-siapa yang coba menantang
kekuasaan Datuk dan menghina pembantu-pembantunya
sama saja dengan mencari mati!"
"Bangsal terkutuk!" damprat Mayang. "Aku lebih baik
mampus daripada jadi isirimu. Aku lebih baik mati
berkalang tanah daripada tunduk kepada Datuk
keparatmu!" Habis berteriak begitu anak gadis Pagar Alam
ini menyambar sebilah golok dan menyerang Gempar
Bumi!