"Maaf, Pak Marcos aku tidak bisa. Aku harus cepat pulang karena aku punya janji dengan temanku." ucap Nadia dengan perasaan menyesal tidak bisa membantu Marcos.
Bukan karena tidak mau membantu Marcos hanya saja Nadia sangat malas mengahadapi keras kepalanya Jonathan.
"Begini saja Pak, aku akan tetap pulang karena aku sudah terlanjur janji sama teman. Kalau nanti Tuan Jonathan demam, Pak Marcos bisa menghubungi aku. Aku usahakan akan segera datang." ucap Nadia dengan sungguh-sungguh.
"Baiklah Nadia, aku akan menghubungimu kalau Tuan Jonathan demam." ucap Marcos sedikit lega karena Nadia sudah bersedia untuk menjaga Jonathan kalau terjadi sesuatu nanti.
"Kalau begitu aku pulang dulu Pak Marcos." ucap Nadia seraya keluar rumah dari pintu samping.
Sambil melihat jam tangannya, Nadia berjalan keluar melewati halaman yang begitu luas.
Keluar dari halaman rumah besar Jonathan, Nadia di kejutkan dengan Bastian yang berdiri di pintu mobil pickup.
"Pak Bastian? masih di sini?" tanya Nadia sambil menghampiri Bastian.
"Ya Non Nadia, saya di minta Tuan Jean untuk menunggu Non Nadia." jawab Bastian sambil menundukkan kepalanya.
"Ohh... baik Pak, langsung saja kita ke toko bunga." sahut Nadia dengan tenang masuk ke dalam mobil pickup.
Dengan pelan Bastian menjalankan mobilnya ke arah toko bunga seperti perintah Nadia.
Tiba di toko bunga, segera Nadia keluar dari mobil pickup. Di lihatnya Jean sudah berdiri di depan pintu kaca.
"Jean! aku kamu sudah di sini? aku kira kamu mengajakku ke Ayah kamu nanti malam." ucap Nadia saat mendapat pesan dari Jean kalau selesai mengantar bunga langsung ke toko bunga. Karena itulah Nadia tidak bisa membantu Marcos menjaga Jonathan.
"Ya...aku berpikir masalahku akan cepat selesai itu akan lebih baik. Dan lagi sekarang musim hujan, tiap malam hampir selalu hujan." ucap Jonathan seraya memberikan sebuah paper bag pada Nadia.
"Apa ini Jean?" tanya Nadia sambil membuka paper bag yang sudah di tangannya.
"Untukmu, semoga kamu menyukainya." ucap Jean dengan tersenyum.
"Wow...ini apa Jean? kenapa kamu membeli pakaian ini?" tanya Nadia dengan tatapan tak percaya melihat gaun yang beberapa hari dia tunjukkan pada Jean di toko pakaian saat berjalan-jalan sama Jean.
"Aku membelinya untukmu, karena tidak mungkin juga kita Ayah dengan kamu berpakaian celana belel dan kaos pendek itu kan?" ucap Jean masih dengan senyumnya yang menawan.
"Jadi aku memakai pakaian ini untuk menemui Ayah kamu?" tanya Nadia sambil menelan salivanya.
Jean menganggukkan kepalanya.
"Masuklah ke dalam dan ganti pakaianmu." ucap Jean dengan sorot mata yang penuh kesabaran.
Tanpa bisa mengucapkan apa-apa, segera Nadia masuk ke dalam rumah kaca untuk berganti pakaian.
Sambil menunggu Nadia berganti pakaian, Jean menghubungi Ibunya memberitahu kalau sebentar lagi dia akan datang bersama Nadia.
"Siapkan makanan yang enak ya Bu." ucap Jonathan dengan tersenyum kemudian menutup panggilannya.
"Jean." panggil Nadia yang berdiri di depan pintu dengan memakai gaun merahnya.
Jean menoleh ke belakang dan terpaku melihat penampilan Nadia yang anggun dan mempesona.
Segera Jean menghampiri Nadia yang masih berdiri malu-malu dengan wajah yang bersemu merah.
"Kamu sangat cantik Nadia, gaun ini sangat cocok untukmu." ucap Jean dengan tatapan penuh menatap wajah Nadia yang cantik dan anggun.
"Kita jadi pergi?" tanya Nadia setelah beberapa saat tidak ada pembicaraan antara dirinya dan Jean selain saling pandang.
"Tentu Nadia, ayo...kita berangkat." ucap Jean seraya mengulurkan tangannya pada Nadia.
Dengan tersenyum Nadia menyambut uluran tangan Jean.
"Jean pakaianku yang lama, aku bawa ya?" ucap Nadia pada Jean seraya berjalan ke tempat mobil yang terparkir di pinggir jalan.
Jean menganggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan Nadia.
"Tidak akan lama kan Jean kita di sana?" tanya Nadia melihat ke arah Jean yang sudah duduk di belakang setir.
"Semoga cepat ya Nad, tidak ada pertanyaan yang macam-macam dari Ayah dan Ibu." jawab Jean seraya menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Beberapa kali Nadia mendengar helaan nafas panjang Jean.
"Apa yang kamu pikirkan Jean?" tanya Nadia dengan kening berkerut.
Jean menatap wajah Nadia sekilas kemudian fokus kembali ke arah jalan di depannya.
"Aku sedikit ragu dengan apa yang kita lakukan ini Nadia. Aku tidak ingin kita mendapat masalah di kemudian hari." ucap Jean dengan hati gelisah.
"Aku tidak mengerti apa yang kamu takutkan Jean? kita hanya bersandiwara untuk bertunangan saja kan? dan setelah itu kamu harus secepatnya mencari pengganti Vivian." ucap Nadia dengan tenang.
"Bagaimana kalau aku tidak langsung mendapat pengganti Vivian, lalu Ayah menyuruh kita segera menikah?" tanya Jean dengan tatapan rumit.
"Ohh... tidak Jean! jangan sampai itu terjadi! Kamu tahu sendiri, aku tidak akan menikah sebelum membalas sakit hatiku pada orang yang telah membuat ibuku meninggal." ucap Nadia sambil memegang keningnya.
"Dari dulu kamu tidak pernah memberitahuku siapa orang itu? siapa Nadia?" tanya Jean dengan penasaran.
Nadia terdiam tidak ingin menyebut nama Daren di hadapan Jean. Apalagi setelah tahu Jonathan teman dekat Jean.
"Aku masih belum siap memberitahumu Jean. Maafkan aku. Dan lagi Jean, kita tidak mungkin juga menikah bukan? kita tidak saling mencintai selain rasa sayang sebagai sahabat." ucap Nadia menopang bahunya dengan satu tangannya menatap ke arah pinggir jalanan yang tampak ramai.
"Apa yang kamu katakan benar Nadia, karena itulah aku jadi kepikiran. Apa sebaiknya kita mundur, aku akan bicara terus terang pada Ayah kalau aku sudah putus dengan Vivian? bagaimana menurutmu?" tanya Jean dengan tatapan penuh.
"Jangan, kasihan Ayah kamu. Resiko sangat besar kalau kamu bilang pada Ayah kamu kalau kamu baru putus dengan Vivian." ucap Nadia sedikit bingung dengan masalah Jean.
"Lalu kita harus bagaimana?" tanya Jean dengan perasaan putus asa.
"Tetap pada rencana semula saja, kalau memang apa yang kita takutkan terjadi hanya ada dua jalan keluar bagimu. Pertama kamu harus secepatnya mencari pengganti Vivian, dan yang kedua kamu harus mengulur waktu dengan mencari alasan yang tepat." ucap Nadia dengan pemikirannya.
"Alasan yang tepat apa Nadia?" tanya Jean dengan otak yang sudah buntu.
"Aku juga tidak tahu Jean, itu tugas kamu untuk mencarinya oke?" ucap Nadia dengan tersenyum kecut.
"Oke... kita harus tenang sekarang, aku akan mencari jalan keluar untuk masalah itu. Sekarang yang terpenting kita sudah mencari jawaban untuk Ayah." ucap Jean dengan keputusannya setelah mobilnya memasuki halaman rumahnya.
"Aku harap kita sama-sama bisa menenangkan diri saat menghadapi Ayah dan Ibu." ucap Jean seraya keluar dari mobil kemudian membukakan pintu Nadia yang masih duduk di dalam mobil dengan menggigit bibirnya.