"Sepertinya aku sungguh melihat."
Segerombolan dayang istana sedang bergosip. Perbincangan mereka terhenti ketika Dayang Han yang merupakan dayang senior datang menegur mereka.
"Kalian sedang apa? Tidakkah kalian harus bekerja."
Sontak semua dayang terdiam. Menunduk ketika sang senior tampak geram dengan tindakan mereka yang berleha-leha di tengah pekerjaan.
"Begini Dayang Han, Sora sedang menceritakan hal aneh di istana." Jelas salah satu dayang sambil menunjuk Sora.
"Apa maksud mu?" tanya pelayan Han.
"Ta... Tadi sepertinya saya melihat seorang pria aneh berada di atas genting kediaman Raja Reijin namun tiba-tiba pria itu menghilang." Sora menepuk-nepuk kepala frustasi, "Ahh mungkin itu hanya halusinasi saya saja."
Dayang Han menghela nafas kemudian mengibaskan tangannya, memerintahkan mereka untuk bubar, "Sudah berhentilah bergosip. Cepat kembali bekerja!"
"Baik dayang senior." Jawab para pelayan serempak kemudian melanjutkan tugas masing-masing.
Tanpa merasa curiga, dayang Han melangkah pergi melanjutkan pekerjaannya.
Ursulla bergerak gelisah di kamarnya. Matanya tidak bisa terpejam. Perkataan ibu suri tadi siang membuatnya takut sekaligus waspada. Bagaimana bisa kedatangannya dikaitkan dengan bencana?
Ursulla mendengkus. Tentu saja di zaman ini pasti akan ada bencana perang. Apakah itu juga nantinya dia yang akan disalahkan?
Ursulla menggeleng-gelengkan kepala. Dia tidak boleh berada di sini terus. Dia ingin pulang. Kembali ke zamannya. Kembali ke ibu serta kakak tirinya. Meskipun mereka memperlakukannya buruk, setidaknya ia masih bisa bertahan hidup. Tetapi jika di sini, ia tidak punya siapa-siapa dan tak mengenal siapa pun. Dan orang-orang istana terlihat tidak punya perasaan. Apalagi raja Reijin, laki-laki itu benar-benar berbahaya.
Tapi... tunggu! Dia bukan wanita yang gampang menyerah dan putus asa. Dia harus menghadapi ini semua. Dia tidak boleh mati di sini. Hal pertama yang harus ia lakukan ialah....
Ursulla tampak berpikir keras kemudian ada kilat di matanya ketika ide nekad muncul.
Ia harus mendekati raja Reijin. Hanya dialah yang bisa membuatnya terlindungi.
Ursulla menatap sapu tangan putih yang pria itu berikan. Kalau dipikir-pikir, raja dingin itu mungkin masih memiliki empati, hanya saja penyakit anehnya yang membuatnya begitu.
Penuh tekad ia akan mendekati Raja Reijin. Kalau perlu ia akan membuat pria itu tertawa meski harus menggelitiknya.
Suara ayunan pedang menggema di sudut lapangan latihan istana. Dua pria bertelanjang dada tampak antusias bertarung, keduanya saling menyerang sampai salah satu pria terjatuh.
"Anda memang hebat Yang Mulia."
"Ini semua berkat kau, panglima." jawab Raja Reijin sambil mengulurkan tangannya membantu sang panglima yang jatuh akibat latihan tersebut.
Hampir setiap ada kesempatan, Raja Reijin dan panglima Hito berlatih pedang untuk meningkatkan kemampuan mereka. Berkat panglima Hito sekaligus guru pedangnya, Raja Reijin punya kemampuan pedang yang hebat melebihi gurunya.
"Wahh Raja benar-benar hebat." Sapa seorang wanita secara tiba-tiba hendak mengelap keringat Raja dengan sapu tangan pemberiannya kemarin.
"Sungguh lancang, apa yang kau lakukan Ursulla?" bentak panglima Hito melihat Ursulla tiba-tiba hendak menyentuh tubuh Raja.
Ursulla menelan ludah. Sesungguhnya ia takut akan mendapat hukuman dari perbuatannya. Tapi dia sudah bertekad untuk mendekati Raja Reijin. Oleh karena itu ketika mengetahui informasi bahwa raja sedang berlatih di lapangan, dengan mengumpulkan keberanian ekstra ia langsung bergegas ke tempat ini lalu memberi sedikit bantuan padanya.
Ursulla menoleh ke arah panglima Hito lalu mengulas senyum akrab, "Ini yang namanya ramah tamah di zaman ku, raja Reijin sudah berbaik hati menampung ku di istana. Maka aku akan membalas kebaikan Yang Mulia."
Dalam hati, Ursulla ingin menarik lidahnya. Ini bukan ramah tamah, tapi keterpaksaan. Raja Reijin jelas tidak menampungnya tapi menahannya di istana.
Raja Reijin mengangkat sebelah alis. Mencermati wanita yang sebelumnya terlihat takut padanya namun hari ini tiba-tiba sikapnya berubah.
"Dengan ini?" tanya Raja Reijin ketika menatap tangan Ursulla yang menggenggam sapu tangan untuk gadis itu usap ke keringatnya.
"Tentu saja tidak hanya ini, aku akan melakukan apapun untuk Yang Mulia." jawab Ursulla antusias.
"Iya." Jawab Ursulla mantab.
"Termasuk dengan tubuhmu?"
"Apa?" Ursulla terbelalak mendengar pertanyaan itu. Wajahnya langsung memucat.
"A... apa maksud Yang mulia?"
Dengan tenang Raja Reijin berjalan mendekati Ursulla bagai predator yang hendak menerkam mangsa, membuat gadis itu beringsut mundur,
"Bukankah semua orang harus menggunakan tubuh mereka untuk bekerja. Bawa semua pedang ini!"
Ursulla terkesiap ketika Raja Reijin meletakkan beberapa pedang di tangannya. Tetapi ia juga merasa lega. Dia sempat berpikir negatif tadi.
"Ouw iya baik. Saya kira..." Ursulla menunduk menyembunyikan jawabannya dalam hati.
Ia mengira dirinya akan dijadikan pemuas nafsu atau semacamnya. Melihat mimik Raja Reijin seperti itu pasti semua orang mengira tadi hal serius.
"Sialan." Umpatnya lirih.
"Apa yang barusan kau katakan?"
Ursulla terkesiap. Dengan cepat menggeleng, "Ahh tidak apa-apa Yang mulia." Jawabnya lantas dengan sempoyongan membopong beberapa pedang yang ternyata sangat berat.
Rupanya Raja sedang mempermainkan Ursulla dengan sengaja menyuruhnya membawa pedang - pedang itu. Sang panglima dari tadi hanya terdiam, menatap geli.
"Kalau begitu saya pamit undur diri Yang Mulia." ucap panglima Hito sambil membungkuk hormat kemudian melangkah pergi.
Ursulla terus mengikuti Raja Reijin dengan membopong pedang-pedang yang luar biasa berat bagi tubuh mungilnya. Sampai langkahnya terhenti ketika sang Raja menoleh ke arahnya dan berkata,
"Kenapa mengikuti ku? Apa kau ingin ikut aku mandi?"
Mata Ursulla melebar, 'APA?' Monolognya. Tentu saja ia kaget tiba-tiba Raja Reijin berhenti lalu bertanya seperti itu.
"Tentu saja TIDAK Yang mulia!" jawabnya setengah menjerit mendapat pertanyaan itu, "Pedang ini ditaruh dimana?" imbuhnya karena dari tadi ia mengira pedang tersebut disimpan di kediaman Raja.
"Taruh di gudang senjata." Jawab Raja Reijin. Tanpa menoleh lagi, ia langsung masuk ke dalam kediamannya.
"Hiih... menyebalkan." Ursulla berdecak kesal. Sungguh ia ingin melempar pedang ini ke arah Raja Reijin. Pria itu benar-benar tak punya perasaan. Bahkan ia tak berkenan menunjukkan lokasi gudang senjata.
"Ya Tuhan.... Bantu aku keluar dari istana ini." Mohon Ursulla setengah frustasi.
Sosok pria berjas hitam muncul lagi. Pria itu tersenyum sembari menggelengkan kepala melihat tingkah Ursulla yang kesal sekaligus kesulitan membopong pedang yang tentu saja berat bagi tubuh mungilnya.