Tiga puluh menit sebelum kejadian itu berlangsung.
"Ingrid! Apa kamu sudah gila! Apakah kita benar-benar akan melakukan hal seperti ini?!!" Tanya asisten Ingrid dengan nada yang terlihat cemas. Ia merasa gundah untuk melaksanakan perintah Ingrid.
Ingrid berbalik dan bertolak pinggang. Ia menyipitkan kedua matanya dan menatap asistennya yang terlihat seperti orang bodoh.
"Bukankah hal seperti ini sudah biasa dalam dunia keartisan? Toh nantinya Nana akan merasa berterima kasih padaku karena telah mengenalkan dirinya pada seorang sponsor yang hebat!" Ucap Ingrid dengan pongah.
"Tapi… Bagaimana kalau ketahuan...?" Tanya asisten Ingrid, ia menautkan kedua jari telunjuknya. Itu adalah kebiasaan yang ia miliki setiap kali ia merasa cemas ataupun panik.
"Yah makanya jangan sampai ketahuan, dong! Kamu ini bodoh atau apa, sih?!!" Ingrid berkata dengan kesal.