Akhirnya Safira bisa bernapas lega. Ujian sekolah matematikanya telah berhasil ia lewati. Meski ia tidak yakin akan mendapat nilai bagus pada ujian kali ini.
[Ya sudahlah. Yang penting sudah berusaha]
Safira keluar dari ruang ujian A. Matanya mencari-cari…
"Firaaaa," panggil Mia setengah berlari dari arah ruang ujian B.
Yang dicari sudah keluar ruangan.
Mia adalah teman sekelas sekaligus sahabat Safira. Mereka sudah duduk sebangku sejak hari pertama masuk SMP. Ujian sekolah ini membuat Safira dan Mia terpisah. Safira mengikuti ujian di ruang A sementara Mia di ruang B. Maklum aturan dari pemerintah mengharuskan setiap ruang ujian hanya boleh menampung 20 peserta saja.
Safira sering terkesan dengan temannya yang satu ini. Mia memiliki tubuh pendek sekitar 150 cm namun ia memiliki kemampuan olahraga lari. Tak satupun siswa laki-laki di kelasnya dapat mengalahkan Mia berlari.
Sejak kelas 2 SMP, Mia sering memperoleh penghargaan olahraga lari tingkat DKI Jakarta. Baru beberapa bulan lalu, gadis berambut ikal pendek ini mengikuti seleksi olahraga lari nasional. Mia sangat berharap dapat lolos dan mewakili Indonesia diajang SEA Games tahun depan.
"Aku gak nyangka ujian akhirnya selesai kita lalui," kata Safira senang.
"Betul sekali," balas Mia. "Aku masih ingat kita belajar mati-matian agar bisa lulus. Rasanya baru kemarin aja. Waktu cepat berlalu ya, Fir."
Mereka duduk di kantin sekolah. Banyak anak lainnya berkumpul disana. Safira mengamati mereka semua. Ada yang sedang diskusi jawaban ujian tadi, ada yang mengeluarkan selembar kertas berisi jawaban contekan dan ada yang galau karena tidak mampu menjawab sebagian soal ujian.
[Pemandangan seperti inilah yang akan kurindukan]
Mungkin pengalaman duduk di kantin sambil mengobrol santai, menyapa teman dari kelas lain dan belajar bersama akan berakhir setelah ini. Safira dan seluruh anak kelas 3 SMP di sekolahnya akan masuk ke SMA yang berbeda-beda.
Dari semua itu, Safira sangat sedih mengetahui sahabatnya ini tidak akan satu sekolah lagi dengannya. Mia memutuskan masuk sekolah negeri di dekat ruamhnya di daerah Jakarta Utara. Sementara Safira akan mendaftar ke SMA Tri Dharma di Jakarta Barat.
Mia mengecek jam tangannya.
"Fir, ini kan masih jam 10. Kita ke mall yuk. Ke Grand Indonesia," ajak Mia.
"Jauh amat. Emang jam segini udah buka?"
Mia berpikir. "Di coba dulu aja."
***
Seharian ini mereka memutari Grand Indonesia. Mereka memasuki satu per satu toko baju branded, memasuki Gramedia untuk sekadar melihat novel apa yang sedang popular dan makan di Food Print.
Meski jarak sekolah dan Grand Indonesia jauh, Safira dan Mia senang ke mall ini. Apalagi bisa nongkrong di food courtnya. Dulu food court Grand Indonesia bernama Food Louver. Sekarang food courtnya berganti nama menjadi Food Print.
Bagi mereka berdua, Food Print adalah tempat nomer satu paling nyaman untuk makan dan nongkrong berjam-jam. Letaknya pun cukup strategis di lantai 5.
"Aku beli makan dulu ya," kata Safira kepada Mia.
Mia mengangguk dan mencari tempat duduk startegis untuk mereka.
Safira pergi ke stan Doner Kebab. Saat menunggu pesanannya dibuat, ekor mata Safira sekilas melihat seorang pria tak jauh dari tempatnya berdiri sedang mengamatinya.
Safira menoleh sedikit untuk memastikan apakah penglihatannya benar. Ia melihat pria itu duduk di kursi menghadap kearah Doner Kebab. Dari kursi tersebut tentu pria itu dapat melihat Safira dengan jelas.
Pria itu memakai kaus putih yang dipadu dengan jaket dan celana jean hitam. Wajahnya bulat dengan sepasang mata tajam hitam.
"Mbak, ini pesanannya," staf Doner Kebab memanggil Safira.
Buru-buru Safira memalingkan wajah dari pria itu. Dengan cepat ia mengambil pesanannya dan buru-buru kembali ke tempat duduk.
"Kenapa sih kamu?" tanya Mia heran melihat raut wajah takut Safira.
Safira hanya tersenyum kecut. "Gak apa-apa kok."
Perasaan Safira tidak enak. Ia tidak kenal pria itu. Ia juga tidak tahu mengapa pria itu menatap tajam ke dirinya. Yang Safira tahu tatapan pria itu bukanlah tatapan bersahabat atau mengagumi.
Safira pernah ditatap kakak kelasnya saat ia masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Waktu itu, teman-teman Safira bilang kalau kakak kelas tersebut sepertinya suka dengan dirinya. Namun hal itu ditepis Safira. Ya, ia sadar si kakak kelas tersenyum malu-malu ke arahnya dengan mata penuh rasa kagum. Masalahnya tatapan pria itu bukanlah tatapan yang sama dengan tatapan kakak kelasnya dulu.
Ia buru-buru menghabiskan makanannya. Dan pria itu masih melihat ke arah Safira dari jauh.
Tiba-tiba pria itu berdiri. Ia berjalan lambat ke arah Safira.
Safira membelalakan matanya. Ia semakin takut.
[Pria itu pasti penguntit!]
[Apa yang pria itu mau dariku?]
"Kita pulang yuk," ajak Safira.
Tanpa menunggu persetujuan Mia, Safira menarik tangan Mia. Setengah berlari kecil ia turun ke lantai dasar mall.
"Pelan-pelan, Fir."
Dalam hitungan menit, Safira dan Mia sudah ada di lobby. Jantung Safira masih berdetak kencang. Ia sering menoleh ke belakang memastikan apakah pria itu masih mengikutinya.
Setelah meninggalkan Food Print, Safira tidak melihat pria itu lagi. Ia lega. Setidaknya untuk sekarang.
"Kamu pulang naik apa?" tanya Mia.
"Aku naik Grab aja. Ini aku lagi pesan. Kalau kamu?"
"Ini aku lagi nunggu jemputan Kak Ari," Mia menatap sahabatnya. "Kenapa sih kita buru-buru tadi?"
Safira diam. Ia berpikir jawaban apa yang harus ia katakan pada sahabatnya ini.
"Um, mama tadi chat bilang kalau Paman Edgar ulang tahun. Aku disuruh pulang cepat untuk ngasik kejutan," Safira berbohong.
Tanpa diduga Mia percaya.
***
Supir Grab menurunkan Safira di depan pertokoan. Ia ingin mampir ke mini market terlebih dahulu. Sebenarnya rumah Safira ada di perumahan yang tidak jauh dari pertokoan itu. Kurang lebih harus berjalan kaki 15 menit untuk sampai ke rumahnya.
Sepulang dari mini market, Safira berjalan kaki. Jam tangannya sudah menunjukan pukul 8 malam. Suasana jalan sudah mulai sepi. Maklum, daerah rumah Safira masuk ke daerah pinggiran. Disana hanya ada perumahan dan komplek pertokoan yang tutup di malam hari.
Ketika melewati jalanan pertokoan yang sepi, Safira kaget setengah mati.
Di depannya. Persis 10 meter di depannya pria itu muncul lagi. Pria yang sama seperti di Food Print!
[Penguntit itu lagi!!]
Tanpa babibu Safira putar badan dan berlari.