Tải xuống ứng dụng
80% 1001 Horor Indonesia / Chapter 12: Setan Pemakan Sesajen

Chương 12: Setan Pemakan Sesajen

Pada tahun 1980-an, kedua orangtuaku membangun sebuah rumah. Tanah yang bapak dan ibu beli itu sangat terpencil dan masih rimbun serta gelap. Banyak orang menyebutnya "Karangan Suwung" atau tanah kosong. Di tanah tersebut, terdapat banyak pohon besar dan semak belukar yang perlu tenaga ekstra untuk membabatnya. Ditambah lagi, aneka macam rumpun bambu yang apabila terkena angin akan menimbulkan suara yang membuat nyali semakin ciut.

Rumah yang bapak bangun itu sangat jauh dari pemukiman warga dan anehnya bapak membangun rumah tersebut membelakangi warga sehingga membuat kami semakin kelihatan aneh dan terkucil.

Kata warga, tanah itu memang angker. Tanah tersebut adalah bekas pembantaian dan kuburan massal orang-orang yang dianggap pengkhianat pada zaman penjajahan dulu. Jika bapak menggali tanah untuk keperluan buang sampah atau pembuangan air selalu ditemukan tulang belulang manusia.

Sedikit gambaran saja, belakang rumah kami adalah rumpun bambu betung, bambu besar yang warnanya hitam. Bambu-bambu tali yang batangnya hanya sebesar lengan serta rumpun bambu kuning yang aromanya beda dengan bambu lainnya. Di samping kiri dan kanan rumah, terdapat pohon-pohon tua yang sangat besar dan di pojok halaman sebelah kanan, ada pohon "serut" yang daunnya mirip beluntas, tapi pohonnya tinggi dan batangnya melilit satu sama lain. Nah, pohon ini yang khusus dan istimewa buat aku waktu kecil.

Pohon itu punya kenangan khusus dikarenakan setiap hari ada saja yang datang ke sana sambil membawa tampah atau nyiru yang penuh dengan makanan dan minuman enak pada zamanku. Di pohon itu pula sering digantungkan anyaman dari pelepah daun pisang yang berisikan jajanan pasar, berbagai bentuk dan isinya anyaman tersebut membuat pohon itu terlihat seperti tempat penyimpanan jajanan.

Belum lagi di bawahnya, terdapat aneka ukuran tampah yang penuh makanan dan minuman juga dengan gelas-gelas kecil yg cantik, kendi-kendi dan lain sebagainya.

Karena sering sekali orang-orang datang kesana yang duduk, entah untuk berdoa, semedi atau tidur dan aku tidak begitu paham, maka timbullah perasaan ingin tahu dari anak-anak. Aku selalu mengintip dari jendela depan yang terbuat dari kaca naco. Setiap mereka sudah selesai dan pergi, aku datang ke tempat itu. Mulanya hanya melihat saja, lama-lama aku tergiur untuk mencicipi dan akhirnya aku selalu memakan semua sesaji itu. Bayangkan saja, sesaji itu penuh dengan nasi tumpeng, lengkap dengan ayam panggang utuh serta buah-buahan yg enak.

Ketika aku kecil, aku paling suka makan jambu mete yang jatuh dari pohon milik tetangga, ada pula minuman kopi, teh, wedang jahe, serbat asem dan gula jawa, dan semua itu adalah makanan yang sangat enak pada zamanku. Dulu, biasanya kita hanya bisa makan ubi dan singkong beserta olahannya. Waktu kecil, aku sering berpikir kenapa makanan enak begitu seperti ayam bakar ditinggal begitu saja, padahal saat itu aku makan daging ayam waktu lebaran saja. Kegiatan "berburu sajen" itu aku lakukan hingga aku cukup besar kira-kira umur sepuluh atau sebelas tahun.

Entah kenapa, bapakku menebang pohon itu hingga tersisa tunggulnya saja, itupun masih ada orang yang menaruh sesaji disana pada tanggal dan bulan tertentu.

Singkat waktu, aku menikah dan dibawa pindah ke kota oleh suamiku. Aku masih sering berkunjung ke rumah bapak dan melihat ada sesaji walaupun cuma sekedar bakaran kemenyan.

Ada percakapanku bersama bapak yang sampai sekarang masih teringat terus.

" Pak, sekarang kok tidak ada yang menyajikan sesajen di pohon itu ya?" tanyaku waktu itu,

Bapak menjawab, "Ya gimana lagi, lah SETAN nya udah nikah. Udah pindah ke kota lain".

"Maksudnya, Pak..? Aku agak bingung waktu itu.

"Lah.. iya, yang makan sajen kan SETAN."

Aku langsung tertawa, rupanya bapak tahu kalau aku selalu berburu sesaji.

"Bapak kan tukang kayu? Kenapa dulu tidak bikin kotak uang saja lalu simpan di bawah pohon serut terus bapak jadi juru kuncinya? Kan kita berdua bisa jadi rekan yang saling menguntungkan".

"Cah gemblung," kata bapak, kulihat beliau melengos sambil tersenyum geli.

Author Facebook : Dhienar Trisiwi Utami Soebakir


Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C12
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập