Tải xuống ứng dụng
25% Secangkir Teh di Kedai Kopi / Chapter 2: Cangkir ke-1 : Pagi yang Kacau

Chương 2: Cangkir ke-1 : Pagi yang Kacau

Gelap, seakan berjalan didalam kegelapan goa sambil menutup mata.

Sunyi, seakan ruangan kedap suara meski aku berjalan maju tanpa henti.

Akhirnya aku bertemu cahaya berwarna oranye seperti sinar matahari.

Aku memacu dan memperlebar langkah kakiku menuju cahaya itu.

Aku melihat siluet di penghujung cahaya.

Melihat dua orang sosok yang saling berhadapan.

Entah kenapa membuatku bergetar.

Wajah seorang wanita yang penuh peluh membuatnya semakin cantik, dan seorang pria dengan menggunakan jas hitam membuatnya terlihat gagah.

Mereka saling menatap, tatapannya lurus kedepan seakan tidak peduli dengan keadaan sekitar.

Aku mengenal mereka, bagaimana mungkin tidak, mereka adalah orang tuaku.

Aku ingin menyapa mereka, memeluk mereka.

Tetapi, sesuatu menghentikanku tepat diantara keduanya.

Meski aku berdiri didekat mereka, kenapa mereka tak melihatku.

Jangankan melihat, merasakan keberadaanku saja tidak.

Semakin lama aku memandanginya, entah kenapa suasana semakin terlihat mencekam.

"Ini semua gara-gara kamu yang gak pernah benar ngedidik Aira!" Dengan suara lantang papa membentak mama.

"Apa kamu pernah mendidik Aira? Kamu selalu berangkat pagi pulang malam" Tak setuju dengan tuduhan suaminya, mama mencoba mengelak.

"Kamu sendiri selalu sibuk dengan butikmu itu tanpa mementingkan Aira."

Keduanya sama-sama tidak ingin disalahkan.

Aku hanya berdiri, diam tertegun melihat percakapan mereka.

Aku ingin menghentikan pertengkaran mereka, tapi kenapa mulutku tak bisa terbuka.

Seakan bibirku terkunci rapat oleh gembok tak terlihat.

Sebuah bayangan hitam menepuk pundak kiriku.

Sontak aku melihat kesisi kiri dengan cepat. Siluet hitam besar, menggambarkan seorang pria paruh baya berdiri tegap disampingku.

"Lihatlah, semua ini salahmu. Seandainya kamu tidak terlahir di dunia." Ucapnya secara tiba-tiba.

"Ti-tidak benar!" Kataku membantah perkataannya.

"Papa... Mama... Jangan bertengkar!" Aku berteriak, mencoba melerai mereka.

Seakan lelah dengan pertikaian, papa dan mama saling memalingkan diri dan berjalan menjauh.

Aku mencoba mendekati mereka, berlari sekencang yang kubisa.

Tetapi, sekencang apapun aku mencoba, jarak diantara kami tidak berkurang sama sekali.

Aku melihat mereka semakin menjauh, jauh hingga hilang disebuah titik.

Seakan aku tenggelam dalam kegelapan, aku tak bisa melihat apa-apa lagi.

Kabut hitam menyelimuti sekitar, entah muncul dari mana, menghilangkan pandangan sekitar.

*Blink*

Mataku terbuka dengan cepat.

"Uhh... sepertinya aku baru saja bermimpi."

Dengan susah payah aku mencoba mengangkat badanku dari kasur.

"Haaaahhhh.." Aku mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri.

"Tapi aku tak mengingat apapun."

"Jam berapa sekarang?"

Aku melihat kearah jam weker yang ada di meja kamar.

Jam weker digital dengan empat digit angka tertera dilayarnya.

"07:55" Ucapku membaca angka yang tertera.

"Tunggu, seingetku upacara pembukaan dimulai jam 8."

"Artinya, tinggal 5 menit lagi yang tersisa."

"Aaaahhhhhh..."

Aku segera mengambil jam itu, seolah tak percaya dengan yang kulihat.

"Aduh, kenapa tidak berbunyi."

*Tik*

07:56

"Tidaaakkk!!! Kenapa mama tidak membangunkanku sih."

Aku berlari keluar kamar mencoba mencari mama, tetapi cahaya lampu ruangan menyilaukan mataku.

Aku terkejut dengan apa yang kulihat, aku berharap melihat mama yang sedang menyiapkan sarapan, tetapi aku tak melihat siapapun.

"Oh iya, mulai sekarang aku tinggal sendiri." Ucapku dalam hati.

Aku lupa, mulai saat ini aku merantau. Aku memilih mengontrak bersama 3 sahabat selama SMAku karena dirumah sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Lagipula, dengan begini jarak yang harus kutempuh lebih singkat. Hanya berjalan 10 menit maka sudah sampai ke kampus.

Dari pintu kamar, aku dapat melihat ruang tengah yang ada di lantai bawah, terdapat beberapa perabotan seperti sofa panjang dengan Tv dihadapannya.

Aku menoleh ke samping kanan dan kiri. Berjejer pintu kamar seperti dengan punyaku, kamar yang dihuni oleh teman-temanku.

Sungguh sepi sekali, sepertinya mereka semua sudah berangkat, meninggalkanku di rumah sendiri.

"Tidak boleh sedih, Aira harus semangat!!!. Ini hari pertama ospek." Kataku pada diri sendiri demi menyemangati diri.

Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi. Membasuh muka dengan air.

Tak sampai 5 menit telah keluar dari kamar mandi.

Aku kembali menuju kamarku, tepatnya lemari pakaian, didepan pintu sudah tergantung kemeja putih lengan panjang yang matching dengan rok hitam panjang. Tak lupa aku menguncir rambutku, aku ingat peraturan jika rambut panjang harus dikuncir selama ospek.

Dengan secepat kilat aku berganti pakaian dan bersiap berangkat. Tak lupa aku mengambil tas punggung dan card holder.

Card holder ini sangat penting, berfungsi Identitasku selama ospek yang menunjukkanku adalah mahasiswa baru difakultas dan jurusan tertentu yang tiap anak bisa saja berbeda.

Aku melirik kembali ke jam wekerku.

07:59

"Aaahhh... aku terlambat."

Memakai sepatu dan segera berlari melewati pintu depan.

"Sial, sampe gak sempet makan apapun."

"Aku berangkat." Ucapku keras, tapi seperti yang kuduga, tidak ada balasan apapun.

Dengan cepat aku berlari melewati berbagai jalan pintas, seperti jalan yang telah kusurvei sebelumnya.

Aku cukup mengenal lingkungan disini, karena dulu aku sering menemani kakekku berjalan-jalan didaerah sini.

Katanya, kawasan inilah tempat dia membuat kenangan bersama teman-temannya selama kuliah.

Kakekku, orang yang aku idolakan, mungkin karena inilah alasanku ingin bisa masuk ke jurusan yang sama dengan kakekku dulu.

Sampai aku tak menyangka hari ini impianku terwujud, tetapi kebahagiaan itu harus sirna karena faktanya aku akan telat mengikuti upacara pembukaan.

Karena terlalu fokus mengingat dengan kakek, aku tak menyadari jika berlari melewati halaman rumah tetangga dan menabrak cucian yang dijemur.

"Aduh." bersamaan dengan baju yang menutup mataku.

Ibu Siti si pemilik cucian, sedang mencuci ditempat yang tak jauh dari tempat menjemur. Sangat kaget dengan kedatangan Aira yang secara tiba-tiba, terlebih lagi ulahnya yang membuat jemurannya jatuh.

"Eh, Maaf Bu. Nanti saja marahnya bu, saya sudah terlambat."

"Aira! Jangan kabur!" Teriak Ibu Siti sambil melihat sosok Aira yang semakin menjauh.

"Ya ampun, dasar anak jaman sekarang!" Gerutu Bu Siti sambil menghela napas.

Hati Aira berdekup kencang, setelah bangun kesiangan, tidak sempat mandi ataupun sarapan, hingga terburu-buru berlari sampai menabrak jemuran.

Untungnya sepatu khusus wanita didesain pantofel, sehingga tidak perlu repot-repot menali sepatu dan bisa langsung berangkat, lumayan menghemat waktu.

Eh, tunggu dulu. Langsung berangkat?

Itu artinya... aku belum menutup dan mengunci pintu.

"Aduh, aku belom mengunci pintu." Ucapku panik

"Yasudahlah, palingan juga belum dimulai. Biasalah orang-orang pada telat pasti." Mencoba menenangkan diri.

Aku membalikkan badan dan berlari pulang, bergegas menutup pintu dan menguncinya. Lalu melanjutkan perjalanan yang tertunda.

Jalanan begitu sepi, tidak banyak orang berlalu lalang padahal masih pagi hari dan cuaca sedang cerah.

Meski begitu, ini tak menurunkan minat para pemilik toko untuk menjalankan bisnisnya.

Jalanan ini adalah kawasan pertokoan yang disebut Delta Plaza, terdapat beraneka ragam hal yang bisa ditemukan disini, seperti pakaian yang dipakai sehari-hari, tempat bermain seperti Game Center, atau tempat bersantai dimana bisa membaca buku sepuasnya seperti perpustakaan atau menonton film di bioskop.

Memang tempat ini lengkap akan kebutuhan, tapi orang-orang lebih memilih berjalan-jalan didalam Mal karena barang-barang branded selalu ada didalamnya.

Aku ingat, dulu aku juga sering berjalan-jalan disini, berbagai hal menarik ada disini. Bahkan aku masih ingat wajah beberapa orang yang ada disini, meski tak ingat siapa namanya.

Sepanjang berlari, aku dapat mencium aroma-aroma yang enak ketika melewati warung makan. Roti yang baru dipanggang, teh melati, dan masih banyak lagi.

Benar-benar merangsang perut, seandainya aku masih punya waktu, pasti sudah kucicipi satu persatu.

Tidak kusangka aku berlari cukup lama, sampai akhirnya aku memasuki kawasan kampus. Menuju kebagian lapangan stadiun olahraga, tempat dimana semua mahasiswa baru dikumpulkan untuk upacara pembukaan ospek.

Dari luar stadiun, aku dapat mendengar kata-kata seseorang yang berbicara dengan lantang.

Hatiku semakin deg-deg an, hari pertamaku akan dimulai dengan keterlambatan.

Sampai pada akhirnya ditikungan terakhir sebelum memasuki lapangan stadiun.

Aku terkejut melihat sudah ramai sekali orang yang berbaris, dari kejauhan aku dapat meyakini upacara sudah lama dimulai.

Meski pada barisan belakang ada saja orang yang tak fokus dengan pembicara didepan.

Aku terdiam di ujung jalan yang tak jauh dari pintu masuk.

Apa yang harus kulakukan, ingin kusegera masuk tapi kulihat ada kakak-kakak yang berjaga dipintu masuk. Mereka akan tau kalau aku datang terlambat.

Apa aku tidak masuk saja? tapi nanti kehadiranku dipertanyakan. Tapi jika aku kesana, nanti kena hukum.

Aku bingung.

"Hei..." Suara asing muncul dari belakangku.

*Puk* Suara tepukan tangannya ketika menyentuh pundakku.

"Apa yang kau lakukan disini? Apa kau mahasiswa baru?"

Mampus aku.

***


Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C2
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập