Tải xuống ứng dụng
61.53% Duda? Hot Daddy / Chapter 16: Part 16

Chương 16: Part 16

Angga Abimana

Berada pada salah satu kamar sebuah rumah megah untuk menghadiri undangan yang tentu saja masih dalam kontrak pekerjaan. Kalau ku ingat, lucu memang apa yang pekerjaan ku terima saat ini yang bisa dibilang sama sekali tak ada hubungannya dengan profesi yang ku jalani. Aku mereka persiapkan di tempat ini sebagai hadiah kejutan untuk seseorang yang tengah berulang tahun, yang menurut mereka ceritakan, putri mereka yang sedang berulang tahun hari ini menyukai karya yang telah ku ciptakan dan menginginkan untuk bertemu denganku, untuk itu mereka mengundangku ke sini hanya untuk bisa bertemu dengan putri mereka.

Suasana di bawah sana sepertinya sudah mulai ramai, dari tempatku disembunyikan samar terdengar suara dari pembawa acara yang baru saja memberikan kata sambutan sebagai pertanda bahwa acara pesta ulang tahun itu akan segera dimulai, artinya hanya tinggal menunggu kode dari pembawa acara itu untukku keluar dan menemui putri mereka sebagai hadiah.

Sebuket bunga telah mereka persiapkan untuk ku bawa pada saat turun nanti, bunga itu akan ku bawa untuk menutupi wajah lalu setelah berada tepat di hadapannya langsung ku berikan, mereka berharap dengan cara seperti itu akan memberikan kejutan yang bisa membuat putri mereka bahagia.

Akhirnya, sesuatu yang ku tunggu pun tiba, aku bersiap sedikit merapikan pakaian lalu berjalan menuruni tangga dengan bunga tepat berada di depan wajah, memang bukan sesuatu yang mudah namun tetap harus dilakukan sebagai tuntutan prkerjaan. Suasana mendadak berubah menjadi hening, mungkin saat ini semua mata tengah menatapku dengan satu pertanyaan di benak mereka, siapa orang yang membawa bunga itu?

Setelah sampai di lantai dasar, aku berusaha berjalan dengan penuh percaya diri demi suksesnya rencana mereka memberi hadiah kejutan untuk putrinya yang sedang berulang tahun. Aku berhenti tepat di depan wanita yang sedang berulang tahun itu, dari celah buket bunga, aku berusaha melihatnya, wajahnya seperti tak asing bagiku, tapi aku tak ingat pernah bertemu atau melihatnya. Ku buka perlahan buket bunga yang menutupi wajah, lalu ku berikan padanya sebagai hadiah, dan setelah ia tau siapa orang di balik buket bunga, dengan sangat terkejut namun merasa sangat senang dia memeluk hingga pipi kami saling bertemu. Aku hanya bisa tersenyum namun bingung dengan apa yang ku rasa, karena sejujurnya aku tak menikmati apa yang ku lakukan saat ini.

Seorang laki-laki yang tak lain adalah kakak dari Fransisca menghampiri.

"Loh, Andrew?"

Aku terkejut melihat orang yang belum lama ku kenal sebagai teman dekat Mira berada di sini. Andrew menjabat erat tanganku.

"Gak nyangak, ternyata orang yang di kagumi adikku itu kamu, pantes waktu aku denger nama kamu kayak yang pernah tahu di mana gitu, ternyata bukan orang sembarangan."

"Aku juga gak nyangka, pantes tadi ngelihat Sisca kayak yang pernah lihat, kalian emang mirip."

Setelah mengobrol sesaat, Andrew mengajak seseorang untuk bertemu denganku. Senyumku yang sebelumnya bisa keluar cukup lepas kini sirna begitu saja. ia begitu cantik, aku baru pertama kali melihatnya berpakaian seperti itu, mereka begitu terlihat serasi.

"Gak nyangka bisa ketemu di sini?"

Tak ku sangka, reaksi Mira membalas sapaan ku dengan begitu dingin.

"Sebenernya berapa banyak wanita yang deket sama kamu?"

Dengan terpaksa, semua yang ku tutupi darinya ku ceritakan. Mulai dari aku yang hanya seorang penulis dan juga alasan kenapa aku berada di sini saat ini.

Namun belum sempat kami mengobrol lebih lama, Andrew datang kembali setelah sebelumnya pergi meninggalkan kami berdua. Perlahan aku menjauh darinya dan kembali menghampiri Sisca.

Andrew berbicara dengan lantang untuk mengutarakan apa yang telah menjadi niatnya, di hadapan keluarga serta kerabatnya ia menyampaikan kabar bahagia bahwa hari ini bertepatan dengan momen bahagia adiknya dia akan melamar seorang wanita dan ternyata wanita itu adalah, Mira.

Mendengar kabar bahagia itu, aku berusaha ikut bahagia walaupun pada kenyataanya ada perasaan yang tak mau menerima apa yang terjadi saat ini. Sesak, begitulah yang terasa dalam dada.

Andrew mengeluarkan cincin dari kotak merah kecil berbentuk hati dari saku celananya, lalu lamaran itu segera dilakukan di hadapan keluarga serta semua orang yang hadir di sana.

Semua mata tertuju ke arah mereka dengan keheningan yang tercipta menunggu sebuah jawaban baik sebagai pelangkap momen bahagia keluarga. Namun Mira terdiam, lalu sesaat kemudian menoleh ke arahku. Aku yang di tatapnya seperti itu hanya memberikan senyuman kecil walaupun rasanya begitu aneh.

Mira mengulurkan tangan, sepertinya ia telah siap melanjutkan masa depan bersama laki-laki yang memang pantas untuknya, namun yang terjadi selanjutnya ternyata Mira menolak lamaran dari Andrew. Mira langsung bergegas pergi meninggalkan Andrew, dan rencana yang seharusnya menjadi momen untuk ia dan keluarga. Melihat kondisi seperti ini, aku segera pamit meninggalkan mereka walaupun sebenarnya waktu yang tertera pada kontrak kerja masih belum berakhir, tapi aku tak peduli, aku harus mengejar Mira sebelum terjadi sesuatu yang tak diinginkan dan juga sebelum semuanya terlambat.

Aku berlari menuju ke halaman hingga ke pintu gerbang, namun terlambat, rupanya Mira telah lebih dulu pergi dengan menggunakan taksi. Aku kembali berlari ke halaman untuk mengambil motor lalu mengejar Mira.

Beberapa mobil taksi yang telah ku lewati namun Mira tak berada di sana, hingga akhirnya sekilas aku melihat seseorang yang duduk di kursi belakang sebuah mobil taksi yang melaju dengan kecepatan sedang, refleks aku menarik gas motor dan memacunya dengan kecepatan tinggi agar dapat mengejar mobil itu.

Aku memotong sekaligus laju mobil taksi tersebut dan memarkirkan motorku di depannya, memaksanya untuk berhenti mendadak. Aku menghampiri Mira yang duduk pada kursi penumpang, beberapa kali ku ketuk kaca mobil namun ia tak mau membukanya, namun karena kesabarannya telah habis dan emosinya semakin memuncak, akhirnya Mira mau keluar dan berbicara denganku. Ku bawa Mira sedikit menjauh dari mobil itu untuk bicara, tapi ternyata emosinya yang semakin tak terkendali memaksanya untuk mengeluarkan semua rasa kecewanya pada hari ini. Aku tak menanggapinya dan lebih memilih diam untuk menerima pelampiasan emosinya saat ini, setelah puas dan tak mendapatkan jawaban apa-apa dariku, Mira memalingkan wajah dan berlalu bermaksud untuk pergi, namun aku mencegahnya, ku tarik salah satu tangannya hingga tubuhnya hanyut dalam dekapan, Mira meronta dan memukul dadaku untuk sesaat sebelum akhirnya tangisnya kembali pecah seraya mengganti pukulan dengan sebuah pelukan, begitu erat, seakan kesempatan inilah yang seharusnya terjadi. Ku biarkan ia nyaman dalam dekapan, tak peduli dengan pakaian yang basah oleh tumpahan air matanya.

Perlahan aku melepaskan pelukan lalu mengusap air matanya. ku hampiri supir taksi yang sejak tadi masih setia menunggu penumpangnya untuk di antar pulang.

"Pak, maaf lama, ini buat ongkosnya."

Aku menyuruhnya pergi setelah memberi ongkos serta uang lebih sebagai ganti waktu menunggu penumpangnya yang ku ajak pergi.

"Aku anter kamu pulang."

Mira mengangguk walaupun senyum masih belum kembali menghiasi wajahnya. Mira dengan sedikit kesusahan harus naik motor besarku, dengan pakaian seperti itu pasti ia akan merasa tak nyaman dalam perjalanan, karena itu aku memutuskan untuk membawanya terlebih dulu ke sebuah toko pakaian atau butik terdekat.

Cukup sekitar sepuluh menit aku menemukan sebuah toko yang sepertinya memang khusus menjual pakaian wanita.

"Kamu ganti pakaian dulu ya, biar pulangnya nyaman."

Anggukan serta seulas senyum mulai kembali menghias wajahnya. Mira memilih kaus lengan berwarna pink serta celana jeans lalu segera mengganti pakaiannya. Sambil menunggu Mira selesai berganti pakaian, aku membayar semua pakaian yang Mira ambil lalu menunggunya di luar.

Tak berapa lama Mira dengan penampilan sederhananya keluar dari toko itu.

Langit di luar dalam waktu dekat ini sepertinya akan mulai tak bersahabat, hembusan angin dingin perlahan namun pasti berubah menjadi kencang membawa serta mendung yang tak lama lagi akan menjadi hujan.

Aku memberikan Mira jaket milikku untuk dikenakannya.

"Sebentar lagi mau hujan, biar gak dingin."

Mira menerimanya dengan ragu.

"Tapi nanti kamu gimana?"

Mira menatapku, sepertinya ia tak tega ketika dalam perjalanan nanti aku harus kehujanan dan kedinginan.

"Gak apa-apa, pakai aja."

Aku meyakinknnya kalau aku akan baik-baik saja. Mira mengenakan jaket milikku lalu segera naik ke jok belakang. Dalam perjalanan Mira memelukku begitu erat, apalagi ketika gerimis mulai turun lalu berubah menjadi hujan lebat, ia menyandarkan seluruh tubuhnya untuk menghangatkanku, tangan dan bagian lain tubuhku yang terus-menerus terkena terpaan air hujan membuat rasa dingin itu semakin tak tertahan, namun beruntung jarak waktu tempuh perjalanan hanya tinggal sesaat.

Setelah sampai di rumah Mira, ia langsung mengajakku masuk lalu memberikanku handuk untuk mengeringkan tubuh, tak peduli dengan pakaiannya sendiri yang sama basahnya.

"Buka dulu bajunya."

Mira tak merasa risi ketika membukakan kausku yang basah kuyup.

"Celananya?"

"Sama celananya juga? Aku gak pakai..."

"Ya udah, copot di kamar mandi terus nanti yang basahnya taruh di tempat pakaian kotor."

Segera aku menuju kamar mandi untuk mencopot celana dan menaruhnya di tempat pakaian kotor seperti yang Mira katakan.

Tok tok tok.

"Buka dulu, aku bawain celana."

Mira membawakan ku celana training miliknya yang ukurannya paling besar, dengan terpaksa aku memakainya.

Mira tersenyum ketika melihatku kembali dari toilet menggunakan celana training miliknya yang bercorak lucu. Di atas meja, ia telah menyiapkan ku teh hangat dan beberapa kue untuk menghangatkan tubuh.

"Makasih."

Aku senang senyumnya kini telah kembali seutuhnya, dan Mira yang dulu pernah selalu hadir dalam ingatanku telah kembali.

Kami duduk terdiam tanpa bicara sepatah kata, beberapa kali pandangan kami bertemu hingga pada akhirnya pandangan itu terlalu dalam menatap yang membuat wajah kami semakin mendekat.

Pada akhirnya, aku memulai sesuatu yang baru, kisah asamara bersambut hangat dari sebuah tragedi tak terduga. Dan sekarang aku percaya tentang pepatah yang mengatakan bahwa habis gelap terbitlah terang.


Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C16
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập