"Ayah, apa ayah mau nikah lagi? Apa Syafina nanti punya Bunda baru?"
Pertanyaan sederhana dari gadis kecil yang sulit ku jawab. Beberapa waktu lalu Syafina menanyakan itu ketika kami sedang berada ditempat hiburan yang diadakan setiap satu tahun sekali itu. Mungkin dia penasaran tentang apa yang akan aku lakukan kedepannya, tapi apa gadis berusia tiga tahun itu sudah berfikir seperti itu? Mungkin saja, karena yang ku tau, Syafina adalah anak yang cerdas dan mandiri. Waktu itu aku hanya bisa menatapnya lalu tersenyum getir, tak tau dengan jawaban apa yang harus kuberi.
"Pagi ayah."
Sapaan lembutnya membuyarkan lamunanku tentang apa yang terjadi malam itu.
"Eh anak ayah udah bangun, Pagi juga cantik."
Aku langsung menggendongnya dan mendudukannya dipangkuanku. Kuhentikan sejenak kegiatan pagi yang sering aku jalani untuk sekedar bermain dan memeluknya.
"Ko anak ayah yang cantik ini masih bau asem?"
Syafina tersenyum mengerti dengan ucapanku yang memang hanya bercanda.
"Syafina belum mandi yah."
"Kenapa belum mandi sayang?"
Dia tak menjawab, mungkin saja hari ini Syafina memang sedang tak ingin mandi, atau sedang ingin bermalas-malasan.
"Kalau Syafina gak mandi, berarti hari ini ayah gak jadi ngajak Syafina jalan-jalannya?"
Dia menatapku dengan cemberut, mungkin sedikit kesal mendengar ucapannku yang membatalkan janji untuk mengajaknya jalan-jalan.
"Iya Yah, Syafina mandi dulu."
Aku mengantarnya kekamar mandi namun tak memandikannya, dia sudah bisa dan terbiasa mandi sendiri, lagipula memang tak seharusnya seorang ayah yang memandikan putrinya, sejak dini anak perempuan harus sudah dikenalkan dengan rasa malu agar dia mengerti tentang mana yang boleh dan mana yang tak boleh dilakukan.
Setelah selesai mandi, Syafina dengan cekatan memakai pakaiannya sendiri, sementara aku hanya bisa mengarahkan dan sedikit membantunya.
"Yah, kita cuma jalan-jalan berdua aja?"
Ketika aku memakaikan sepatunya tiba-tiba saja dia bertanya seperti itu, kukira itu hanya pertanyaan biasa saja, namun ternyata ada sesuatu yang Syafina tak ceritakan.
"Iya sayang, emangnya kenapa? Kamu mau ngajak temen?"
Syafina terdiam tak menjawab pertanyaanku, namun bersamaan dengan datangnya seorang tamu yang mengetuk pintu, senyumnya mulai mengembang, aku tak mengerti apa yang membuatnya tersenyum senang seperti itu. Aku beranjak menuju pintu depan untuk melihat siapa yang berkunjung sepagi ini dan ada keperluan apa.
Aku membuka pintu dan tersenyumlah orang dibaliknya dengan pakaian yang sudah rapi dan sepertinya sedang ada acara untuk pergi dihari libur yang cerah ini.
"Ko belum siap?"
Ditanya seperti itu olehnya, aku tak mengerti dengan maksud dari pertanyaannya.
"Belum siap? Apanya?"
Aku menjawabnya dengan sebuah pertanyaan, agar semuanya jelas karena aku benar-benar tak mengerti apa tujuannya bertamu dipagi hari dengan pakaian seperti itu.
"Tante."
Namun tiba-tiba Syafina muncul dan berlari memeluk tamu tersebut.
"Pagi sayang."
Wanita itupun langsung menggendong Syafina dan memberikan ciuman untuknya.
"Tunggu, jangan bilang kamu kesini karena diajak Syafina buat jalan-jalan."
Mereka berdua tersenyum dan mengangguk, rupanya mereka berdua telah merencanakannya. Aku bertolak pinggang memasang ekspresi gemas pada putri kecilku yang mengajak tetangga didepan rumah untuk ikut jalan-jalan tanpa sepengetahuan dan seizinku.
"Oh anak ayah mulai bandel rupanya, ngajakin tante Mira gak izin dulu sama ayah, harus ayah kasih hukuman."
Melihat wajahku dengan ekspresi marah, Syafina merasa takut dan beringsut lalu bersembunyi dibelakang Mira.
"Mas, jangan gitu, ini salah aku juga ko."
Mira berusaha membela Syafina dan melindunginya, tapi aku tak peduli dengannya, Syafina adalah anakku dan dia harus aku beri pelajaran agar tak berbohong lagi.
"Syafina, Sini!"
Suasana yang semula ceria kini berubah menegangkan. Syafina perlahan mulai keluar dari belakang kaki Mira karena tinggi Syafina baru sebatas paha Mira saja, dia tak berani membantah perintahku, karena aku mendidiknya agar menjadi anak yang baik. Mira berusaha mencegahnya namun Syafina sendiri yang menepis tangan Mira lalu menghampiriku.
"Kamu tau kan salah kamu apa?"
Aku memarahi Syafina didepan Mira langsung, secara halus akupun menyindir untuknya agar tak ikut campur masalahku dengan Syafina.
"Syafina tau Yah, maafin Syafina."
Mira menghampiri dan berdiri dibelakang Syafina untuk melindunginya. Aku melangkah lalu kemudian berjongkok didepan Syafina yang menundukan wajahnya dengan ketakutan.
"Kamu tau ayah mau ngasih kamu hukuman apa?"
Syafina tak berani menjawab, dia hanya menggelengkan kepala seraya menundukkan wajahnya semakin dalam dan tak berani menatapku sedikitpun, aku salut dengan mental Syafina, dia tak menangis dengan kondisi yang dihadapinya saat ini, aku sedikit tersenyum senang.
"Ayah kasih hukuman ini."
Aku langsung menggelitiki Syafina, suasana yang sebelumnya tegang pun kini kembali ceria oleh sikapku dan Syafina.
"Mas ini, kirain beneran."
Mira sedikit mencubitku karena refleks gemas dengan caraku mengerjai Syafina. Aku hanya tersenyum membalasnya. Aku menghentikan gelitikanku pada perut Syafina, karena kasihan sepertinya dia tertawa terlalu berlebihan.
"Lain kali, Syafina kalau mau ngajak tante bilang dulu sama ayah ya."
Syafina mengangguk mengiyakan apa nasihatku. Walaupun aku tak memarahinya bukan berarti apa yang dia lakukan itu benar, Syafina harus belajar untuk jujur.
"Aku tinggal mandi dulu ya."
Aku beranjak dari ruang tamu untuk pergi kekamar mandi lalu segera siap-siap untuk berangkat memenuhi.
"Eh mas, aku tetep boleh ikut kan?"
Mira memastikan kalau dia tetap diajak untuk ikut jalan-jalan. Aku hanya menjawabnya tersenyum untuk mengiyakan apa yang ia tanyakan.
"Tapi kita jalan-jalan cuma naik motor loh, emang gak apa-apa?"
Sebelum beranjak mandi, aku memastikan dulu kalau aku dan Syafina jalan-jalan hanya menggunakan motor saja, karena aku hanya memiliki itu. Aku khawatir dia tak terbiasa, karena dia sepertinya jarang naik kendaraan roda dua, bahkan pulang pergi kerja pun dia selalu menggunakan mobil pribadi yang dia beli sendiri dari hasil kerja kerasnya sebagai tenaga medis.
"Iya, gak apa-apa."
Mira tersenyum mantap. Ada rasa tak enak ketika aku baru mengetahui kalau Syafina mengajaknya, karena dia masih muda walaupun usiaku dengannya hanya terpaut dua tahun saja, namun Mira belum berkeluarga, dirumahnya pun dia hanya tinggal seorang diri, sedangkan aku berstatus duda yang telah memiliki seorang anak.
"Aku tinggal dulu ya."
Setelah selesai, aku segera menuju garasi rumahku untuk mengeluarkan motor sport kesayanganku yang jarang digunakan untuk sehari-hari, karena untuk sehari-hari aku lebih nyaman menggunakan motor kecil agar lebih praktis. Suara dari knalpot variasi yang nyaring membuat suara seisi garasi menggema. Rupanya Mira dan Syafina sudah menunggu didepan dengan antusias. Tak biasanya Syafina seperti ini, begitu senang hanya dengan acara jalan-jalan yang begitu biasa menurutku.
"Yuk."
Aku memberikan helm untuk digunakan Mira, sementara Syafina aku rasa tak perlu menggunakannya, karena dia akan duduk diantara aku dan Mira. Tujuanku kali ini ingin mengajak Syafina pergi mengenal flora dan fauna yang ada di Indonesia, tak perlu ketempat yang jauh, hanya menempuh perjalanan satu jam saja untuk sampai disana.
Aku mulai memacu sepeda motorku dengan kecepatan sedang, akan berbahaya bagi mereka kalau aku memacunya dengan kecepatan terlalu tinggi, tempat duduk pada jok bagian belakang begitu sempit yang sebenarnya hanya ditujukan untuk satu orang penumpang.
Tak terasa satu jam begitu cepat berlalu, dan tempat yang akan kami kunjungi sudah didepan mata. Aku menurunkan mereka berdua lebih dulu didekat tempat pembelian tiket agar mereka tak harus berjalan jauh dari tempat parkir menuju ke pintu masuk utama yang tak jauh dari tempat pembelian tiket tersebut. Setelah memarkirkan motor pada tempat parkir, aku langsung menghampiri mereka yang menunggu disana.
"Sebentar ya, aku beli tiket dulu."
"Udah beli ko, nih, yuk masuk."
Rupanya Mira telah membelikan tiket masuk ketika aku memarkirkan motor tadi dan kami bertiga pun langsung masuk.
"Tante, ada kelinci lucu."
Syafina dengan antusias menarik tangan Mira untuk menemaninya melihat kelinci yang berada tempat khusus yang hanya ada binatang kelinci dengan berbagai jenis.
"Iya sayang."
Mira dengan sabar mengikuti apa yang Syafina inginkan, sepertinya mereka berdua melupakan keberadaanku, tapi tak apa selama itu bisa membuat Syafina bahagia. Mereka terus saja tanpa henti menjelajahi apa yang ingin Syafina lihat namun akhirnya aku tak lagi dilupakan.
"Mas, sini."
Mira melambaikan tangan padaku, dengan segera aku menghampiri mereka berdua seraya memasang senyum senang karena merasa saatnya bersenang-senang telah tiba.
"Mas tolong fotoin ya."
Namun ternyata mereka memanggilku hanya untuk mengabadikan momen bahagia mereka berdua. Setelah beberapa kali mengambil gambar menggunakan ponsel milik Mira akupun menyerahkan kembali ponsel itu padanya lalu pergi untuk mencari tempat duduk dan hanya memperhatikan mereka bersenang-senang saja.
"Mas, mau kemana? Foto bareng dulu dong, masa aku sama Syafina aja."
Tanpa menolak aku langsung mengambil pose dengan menggendong Syafina untuk beberapa kali foto. Dan terakhir kami foto bersama layaknya keluarga bahagia.