Sialnya, 'keluarga'-ku ada di sana. Begitupula Rick yang mati-matian bertahan dengan wanita berpakaian minim bersayap iblis itu. Sedangkan, Isla berusaha melindungi 'keluarga'-ku.
Aku dan Avery melompat masuk ke lingkup kubah.
Aku mendorong Avery agar membantu Isla, sedangkan aku membantu Rick yang sudah mulai kesulitan.
Karena lantai licin, aku sempat tergelincir.
Aku mengacungkan pedang.
"Anak Necromancer, ya?" kekeh succubus itu. "Sayangnya master-ku bukan ayahmu."
"Aku tau," geramku. "Ayah tidak akan punya anak buah menjijikan seperti bangsamu. Kamu anak buah Lust, kan?"
Bella menjerit dan bergelayut di lengan Avery yang seperti akan mencekiknya.
"Jangan sok berani, deh, Azalea," ledek Bella. "Pangeranku jelas lebih berani dibandingkan dirimu! Kamu itu cuma penakut!"
Aku mengerling padanya dan mendengus.
Aku menahan cambuk succubus itu dengan pedang, rupanya ia menyentak cambuknya hingga aku terhuyung mundur.
Avery menahanku tapi didorong kembali oleh Bella.
Aku merasa udara menopangku, melompat dan menebas.
Darah memercik, tapi succubus itu berhasil menghindar.
Aku menggeram kesal. Rantai menjerat tanganku lebih erat, mungkin akan meninggalkan bekas merah. Darah bercucuran dari lengan kananku. Bukan darah dari serangan, tapi darah dari bekas rantai itu.
Seolah mulutku bergerak sendiri...
"Pedang, hisap darahku," gumamku.
Rantai-rantai itu melonggar dan menyentak semakin erat. Pedang hitam itu semakin lama semakin merah darah.
22 kartu muncul.
Succubus hanya pasrah menunjuk salah satu kartu.
21 kartu yang lain terbakar dan lenyap.
Kartu itu... Fortune...
Aku menyeringai dan melompat, menebas cepat dari jarak jauh.
Dentuman yang memekakkan telinga terdengar dan succubus itu terbanting, membuat lantai retak. Kubah pelindung bergetar.
Aku menebas lagi, dentuman muncul membuat cambuk sang succubus terlepas.
"Avery, ini seperti badai," Isla bergetar.
"Seperti pertarungan antar roh," lanjut Avery.
"Apakah teman kita semenyeramkan itu?" Rick tampak ketakutan.
Sang succubus sudah berdarah dimana-mana. Ia menatapku nanar dan penuh ketakutan.
"Sangat kuat," gumamnya. "Bahkan bisa menandingi para dosa dan kebajikan besar. Inikah kekuatan anak Necromancer?"
"Anaknya sekuat ini, apalagi bapaknya," ujar Rick.
"Avery~" Bella bergelayut. "Aku takut."
Aku menggeram.
Tanah bergoncang. Retakan muncul dan dari retakan itu muncul satu pasukan kavaleri dan rantai-rantai.
Aku tau ini akhir dari sang succubus.
Ia lenyap dan kepingan berkelontangan.
Aku mengambilnya dan memasukannya ke tas.
Isla menjerit ketika melihat bekas luka. Aku memakai kalungku kembali dan mengobati luka dengan sekedarnya.
Aku menyandang tas.
"Kita harus lanjut," ujarku datar. "Mungkin, ada baiknya kamu mengantar 'keluarga'-ku, Isla, Avery."
Mereka hendak protes.
"Aku dan Rick cukup," ujarku. "Rick, ayo kita pergi. Kita tidak bisa membuang waktu lagi."
Rick menepuk bahu Avery dan mengikutiku.
"Sampau jumpa di pintu masuk, Teman-teman," gumamku.
Yah, sepertinya aku tau siapa penghianat itu.