Isla, Avery, Rick, dan Justin membantuku untuk membawa barang-barangku ke kabin yang baru dibersihkan oleh anak-anak Chastity.
Pondok itu besar. Terbuat dari kayu dan lantai dari kayu. Teras pondok itu memiliki pagar dari kayu yang dililit oleh bunga-bunga ungu. Ada meja dan kursi yang terbuat dari kayu.
Pintu masuknya terbuat dari kaca dengan ambang kayu. Jendela-jendelanya melengkung dengan anggun.
Terdapat ruang tamu, berupa sebuah rak kecil. Meja rendah dengan taplak ungu dan sofa hitam. Terdapat vas porselen berisi mawar hitam.
Kami masuk dan melihat ruang santai. Dengan sofa panjang hitam, meja kaca rendah, rak-rak buku, vas porselen, dan televisi. Terdapat jendela lebar dari kaca dengan tirai ungu.
"Whoa! Ini mewah sekali," Rick memandang sekeliling.
"Ternyata, rumor bahwa pondok Necromancer itu luar biasa benar, ya," sahut Isla. "Irinya..."
"Jauh lebih nyaman daripada pondok bak penjaraku," kekeh Avery.
"Jauh lebih santai daripada pondok Patience," gumam Justin.
Kami menaiki tangga batu melingkar dengan gagang terbuat dari logam dengan ukiran lambang Necromancer.
Kami sampai di lorong yang dindingnya dipenuhi lukisan-lukisan indah tentang necromancy, dosa, dan kebajikan. Lantainya ditutupi karpet ungu dengan pinggiran hitam. Ada dua pintu putih sederhana.
Kami masuk ke kamarku untuk meletakkan barang.
Kamar itu memiliki kamar mandi di pojok. Lemari tinggi, rak penuh buku dengan meja kerja dengan globe, teropong, dll. Lalu ada jendela melengkung, dan pintu kaca menuju balkon. Lalu ada lampu gantung, dan ranjang dengan kelambu ungu.
"Whoa..." Isla melongo.
"Kami akan meletakkannya di sini," ucap Justin.
Kami meletakkan barang-barang di dekat ranjang.
"Sampai ketemu saat makan malam, Azalea," Isla melambai.
Mereka berjalan keluar.
Aku bergegas merapihkan barang-barangku dan beristirahat.
Hari ini hari Minggu, jadi kami tidak ada latihan atau pembelajaran.
____________________________________
Makan malam.
Anak Gluttony, William Jotunehaim atau Will, bergabung dengan kami.
"Hei, Azalea," ucapnya. "Pak Jack menyarimu, loh. Sepertinya ada misi buatmu, deh."
Aku mengangguk dan berdiri.
Aku berjalan menuju rumah Pak Jack.
Pak Jack masih sibuk dengan arsip dan tumpukan surat. Ada beberapa paket yang menggunung di dekat meja.
"Ah! Untunglah kamu di sini," ucap Pak Jack. "Aku ada misi. Ah! Bukan aku yang memberimu, tapi Humility dan Pride yang memberimu misi ini."
Pak Jack meletakkan salah satu amplop. Aku mengambilnya dan membaca isinya.
___________________________________
Dear Daughter of Necromancer,
Kami semua terkejut ketika mendengar bahwa Leader of Paradox memiliki anak Half-Blood. Kami kira dia berada di luar pengaruh sihir dari Malaikat itu.
Necromancer bilang bahwa sejak dulu, sebelum Malaikat itu datang, ia juga sudah memilikimu. Tapi, kenapa kamu baru muncul sekarang? Tidak ada yang tau.
Saat ini, Malaikat itu semakin kuat setiap saat yang berlalu, Necromancer pun membuat kerajaannya benar-benar aman. Sehingga, kami tidak bisa masuk ke sana dengan bebas. Kami hanya ingin tau kebenaran tentangmu dan apa yang ia lakukan, karena ia tidak datang di rapat bulan lalu.
Karena itu, kami mohon agar kamu mau menerima misi ini untuk pergi ke kerajaan ayah kamu.
Kami tidak bisa membantu banyak. Tapi, yang kami tau adalah kamu cukup pergi ke arah selatan. Akan banyak pertanda dari ayahmu. Semakin kamu dekat dengan pintu masuknya.
Kami tidak tau apa yang menjadi pelindung kerajaannya. Tapi, hanya kamu harapan kami.
Salam hormat,
Humility dan Pride
a/n para kebajikan dan dosa
ps: Kami senang beliau sudah mengakuimu, lain waktu datang ke kerajaan kami.
___________________________________
"Tidak ada yang memaksamu, Nak," ucap Pak Jack. "Sekalinya kami memaksamu, ayahmu akan murka. Dia amat menyayangimu dan tidak ingin kehilanganmu."
Aku mengangguk.
"Kamu mau melakukan misi ini?" tanya Pak Jack.
"Ya," Aku mengangguk. "Aku ingin membantu mereka dan aku ingin bertemu ayahku. Aku juga diuntungkan di misi ini."
Pak Jack tersenyum simpul. Ia mengangguk menyetujui.
"Kamu boleh bawa 3 temanmu," ucap Pak Jack. "Jika lebih, suruh sisanya berjaga di gedung tertinggi. Disanalah pintu masuk ke Eternal Paradox."
"Apa aku hanya mengirim pesan mereka ke ayah?" tanyaku, memastikan.
Pak Jack menggeleng dan menghela nafas.
"Kamu harus membujuknya untuk ikut rapat 6 hari lagi," jawab Pak Jack.
"Kalau aku gagal, apakah aku akan dihukum?" tanyaku.
"Tidak ada yang akan menghukummu, Nak," Pak Jack tersenyum. "Besok kamu akan berangkat. Persiapkan dengan baik."
"Aku akan berusaha sebaik mungkin," ucapku.