"Yukina, Yukina..." pikir Ardolph.
Tiba-tiba ia menabrak seorang gadis kecil tanoa sengaja.
"Eh.. maaf!" Kata Ardolph.
"Siapa kamu?" Tanya seorang anak berambut ungu sambil mengarahkan sebuah pedang ke arah Ardolph.
"Sudahlah Nomu." Kata seorang gadis berambut biru yang diikat menjadi dua. Ia menurunkan tangan Nomu.
"Maaf, habis dia menabrakmu, Name. Aku kira dia akan menyerang." Kata Nomu.
"Jadi nama kalian adalah Name dan Nomu? Kalian sedang apa? Di manakan orang tua kalian?" Tanya Ardolph.
"Tentu kita disini untuk menyaksikan pertandingan. Dan orang tua kami ada di rumah." Kata Nomu.
"Bahaya tahu kalau tanpa orang tua!" Kata Ardolph.
"Tenang, aku ada Name dan aku ada pedang." Kata Nomu.
"Meskipun begitu tetap bahaya." Kata Ardolph.
"Tenang saja kak, kita datang ke sini bersama dengan teman kami dan guru." Kata Name.
"Oh, baiklah.." kata Ardolph.
"Nama kakak siapa?" Tanya Name dengan lembut.
"Oh, ya lupa, nama kakak adalah Ardolph." Kata Ardolph.
"Kak Ardolph ya? Elemen tanah." Kata Name.
"Wah, Name kok bisa tahu?" Tanya Ardolph.
"Yah, dari auranya sudah terasa. Bau-bau tanah begitu." Kata Name.
"Oh, begitu ya? Kekuatan angin ya, Name?" Tanya Ardolph.
"Wah kakak juga tahu." Kata Name.
"Hehehe.. terasa auranya. Auranya seperti temanku yang memiliki elemen angin." Kata Ardolph.
"Oh, begitu." Kata Name.
"Eh, Name, ini sudah sore. Mari kita pulang." Kata Nomu.
"Baik! Kakak, pulang dulu ya." Kata Name.
Name dan Nomu melambaikan tangan ke arah Ardolph. Ardolph juga melambaikan tangannya.
"Entah mengapa mereka terasa mirip seperti seseorang." Pikir Ardolph.