Milena menghela napas panjang, perlahan turun menuju keset tadi dan duduk bertopang dagu selama beberapa menit di sana.
Suasana di sekitar pondokan itu sangat tak mengenakkan. Meski di sisi lain adalah hutan, namun hutan itu tampak tak berpenghuni, gelap, mengerikan, dan memiliki aura mematikan di mana-mana.
Tanpa disadarinya, malam sudah tiba. Tak ada tupai atau suara serangga malam itu. Berbanding terbalik dengan di hutan tempat tinggalnya, hutannya sungguh berisik, sampai-sampai ia harus memasang penutup telinga di malam hari. Utamanya beberapa burung hantu yang kadang hinggap di pohon rumahnya. Terkadang ia harus menjahili burung hantu itu agar pergi menjauh dari rumah pohonnya dan tak kembali. Burung? Satu kata itu mengusik batinnya.
Sebuah senyum kecil terpasang di wajahnya yang indah. Bola matanya membesar, wajahnya sungguh berseri-seri, seolah-olah sesuatu tiba-tiba saja menjadi obat bagi semua penderitaan yang dilaluinya beberapa saat lalu.
Hatinya berdebar tak karuan, ia sungguh bersemangat. Adrenalin memenuhi tubuhnya bagaikan aliran lava yang mengalir ke seluruh penjuru syarafnya. Ia menegakkan tubuh, sayap terbentang lebar.
Dengan sekali hentakan, ia menerjang udara bebas di depannya, melakukan putaran di udara kemudian terbang menuju atap pondokan sang penyihir. Matanya berseri-seri, nyaris saja ia berteriak kegirangan saat itu. Apa yang dipikirkannya ternyata benar!
"Jendela bundar di atap!" ia memicingkan mata, tersenyum kecil.
Perlahan ia mendekati jendela kecil yang ada di depan atap pondokan itu. Milena was-was jika saja pintu itu ikut-ikutan terkunci. Tangannya menyentuh salah satu ujungnya dan seketika itu juga dadanya merasakan sensasi aneh luar biasa, sesuatu yang hangat seolah-olah ingin membuncah keluar dari dadanya. Ia kegirangan luar biasa!
"Yeay!" pekiknya dengan suara tertahan, tangannya mengepal kuat di udara.
Rupanya ada sebuah jendela bundar kecil di atap pondokan itu. Kenapa ia tak memeriksanya sebelumnya? Mungkin ia terlalu tergesa-gesa dan tak perhitungan dalam bertindak kali ini.
Jantungnya berdebar keras. Ini adalah pertama kalinya akan memasuki rumah seorang penyihir.
Ia mengintip sejenak.
Aman. Pikirnya dengan perasaan girang.
Peri itu menggeser ujung jendela lebih dalam dan mendaratkan kedua kakinya di kusen jendela. Menghela napas sejenak, lalu terbang perlahan memasuki ruangan tersebut. Di lihatnya kiri kanan ruangan itu dengan saksama. Ruangan kerja si penyihir! Sungguh beruntungnya dia! Ia terkikik sendiri memikirkan hal itu.
Tak ada hal yang menggembirakan di dalam ruangan itu. Hanya nuansa coklat gelap, hitam, dan ramuan-ramuan warna-warni di dalam botol-botol besar dan kecil, serta bau aneh yang apak di udara. Ia mengernyitkan hidung. Di sudut ruangan terdapat lemari hitam yang cukup besar setinggi manusia dewasa. Ada sebuah sapu tergeletak dengan gagang yang patah di sampingnya. Kening Milena bertaut. Apa yang dilakukannya pada sapu itu hingga terbelah dua begitu?
Matanya memandang ke seluruh penjuru ruangan itu, memicingkan mata. Cahaya di dalam ruangan itu sangat buruk. Hanya ada sebuah lilin yang menerangi ruangan itu di atas meja. Di meja itu ada buku-buku tebal bersampul kulit yang sudah usang, sebuah jam pasir, lumpang kecil, beberapa perkamen yang digulung, sebuah tengkorak, sebuah pena bulu, rak kecil yang berisi botol-botol ramuan kering, dan beberapa benda aneh yang tak pernah dilihat Milena sebelumnya, dan tak mau terpaksa memeriksanya lebih jauh—terlalu mengerikan dan gelap. Lalu selanjutnya, ada sebuah kotak kecil dengan ukiran aneh di atasnya berada di sisi buku mantra yang terbuka lebar. Di buku itu terdapat gambar pentagram rumit dan mungkin instruksi mengenai pentagram tersebut di halaman selanjutnya.
Terima kasih telah membaca!
Ayo vote novel kesukaan kalian ini dengan batu kuasa!
Terdapat beberapa meja lagi di dalam ruangan itu dengan botol-botol besar berbagai bentuk dengan berbagai warna cairan yang mengisinya, sepertinya itu meja kerja sang penyihir. Salah satu meja kerja itu berada di dekat meja yang sebelumnya, terdapat sebuah timbangan timah yang telah digunakan—ada sisa-sisa bubuk hitam yang menempel pada salah satu dasarnya. Lalu ada sebuah lumpang lagi, kali ini agak besar. Beberapa kotak berisi botol-botol dengan berbagai macam bahan ramuan kering dan cair.
Di tengah-tengah ruangan terlihat sebuah kuali besar—yang isinya sedang kosong rupanya. Sebuah rak besar berisi stoples yang berjejer di dinding di dekat lemari hitam membuat otaknya mengingat sesuatu yang tak menyenangkan. Isinya tak begitu jelas, cahaya lilin tak menyentuh dengan jelas isi botol-botol tersebut, akan tetapi Milena yakin itu bukan hal bagus yang ingin dilihatnya dengan kedua matanya saat ini. Pikiran dirinya diawetkan berada dalam stoples dingin itu menghantui benaknya, hatinya sungguh kesal dengan hal itu, kedua tangannya tiba-tiba menjadi dingin. Semua ini gara-gara penjaga bertubuh kurus itu! Menyebut-nyebut peri yang diawetkan dalam stoples segala!
Selama beberapa menit Milena mengelilingi ruangan itu. Isinya sungguh menarik, meski sangat menyeramkan bagi siapapun yang berpikiran normal tentunya. Ada sebuah tangga di sebelah kanan pintu ruangan itu, tampaknya menghubungkan sisi lain dari pondok—sebuah menara kecil memang terlihat dari luar pondokan sang penyihir, entah untuk apa dan ada apa di sana, saat ini ia tak mau ambil pusing.
Di sisi tangga, di dekat rak botol-botol mengerikan, sebuah bola Kristal memantulkan proyeksi cahaya lilin dari arah meja. Ia hendak memeriksanya ketika sebuah derap langkah kaki terdengar menaiki tangga, rasa panik menyerangnya. Ia harus bersembunyi! Matanya sibuk mencari-cari tempat persembunyian yang jauh dari kecurigaan sang penyihir. Ia terbang ke sana kemari dengan perasaan panik dan was-was, tubuhnya yang oleng di udara membuatnya sedikit pusing dan mual. Derap langkah kaki itu terdengar semakin dekat. Milena tak tahu harus bersembunyi di mana. Pikirannya rasanya kacau saat itu. Ia berhenti di tepian kuali, mengamati keadaan sekitarnya, napasnya naik turun, lalu menarik napas perlahan, menutup mata dan melihat ke sekelilingnya sekali lagi, lebih fokus dari sebelumnya. Suara kenop pintu di buka, tapi nampaknya terkunci. Suara gemerincing kunci yang ditarik memenuhi keheningan dari balik pintu. Milena berbalik menatap pintu itu, menelan ludah pahit.
Klik!
Suara kunci pintu terbuka.
Kenop berputar dan sebuah sepatu lancip melangkah masuk. Si penyihir membuka tudungnya. Rambut hitamnya tergerai panjang menutupi kedua sisi wajahnya yang sangat cantik.
Dari balik lemari, Milena mengintip sang penyihir yang baru memasuki ruangan. Baru kali ini ada seseorang yang ia yakini bisa menyaingi kecantikannya di dunia peri. Penyihir itu tampak mengendus sesuatu sejenak, lalu melihat ke arah bola Kristal—sekiranya seperti itulah menurut Milena dari sudut pandangnya yang agak terbatas.
Semula si penyihir melangkah ke sebelah kiri, tapi tampaknya ia berhenti sejenak, ragu. Kemudia berbalik, berjalan menuju meja bacanya dan meraih kotak kecil. Dielusnya sebentar, kemudian dengan senyum mengerikan di wajah cantiknya, ia membuka kotak itu.
Kekesalan bertalu-talu memenuhi benak Milena. Ia tak tahu isi kotak kecil itu, rasanya sungguh menjengkelkan! Ia menggelengkan kepala, bukan itu tujuannya kemari. Yang ia inginkan adalah cermin kejujuran! Fokus Milena! Fokus! Ujarnya pada diri sendiri.
Terima kasih telah membaca!
Tempat kue yang biasa terbuat dari kaca itu disebut stoples, ya! Atau tabung sejenisnya dalam berbagai ukuran gitu.
Bukan toples, loh, tapi stoples.
Ini masalah kebiasaan aja, makanya jadi toples.
Ayo vote novel kesukaan kalian ini dengan batu kuasa!
bình luận đoạn văn
Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.
Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.
ĐÃ NHẬN ĐƯỢC